tirto.id - Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) merupakan pedoman ejaan bahasa Indonesia terbaru dari sepanjang sejarah ejaan bahasa Indonesia.
Sebelumnya, bangsa Indonesia mengenal Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Keduanya pun memiliki berbagai macam perbedaan.
Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Penggunaannya pun semakin luas dalam beragam ranah pemakaian, baik secara lisan maupun tulis.
Hal tersebut menyebabkan adanya penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia yang telah dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penyempurnaan tersebut ditetapkan menjadi Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Sebelum PUEBI, bangsa Indonesia mengenal EYD. Dilansir dari situs Kantor Bahasa Kemdikbud, sejarah ejaan bahasa Indonesia sudah beberapa kali berubah sejak Indonesia merdeka.
Ejaan pertama yang berlaku pertama kali adalah Ejaan van Ophuijsen (1901—1947). Setelah dua tahun merdeka, Pemerintah Indonesia saat itu mulai menetapkan kembali ejaan bahasa Indonesia yang kemudian dikenal dengan Ejaan Soewandi atau Republik (1947—1972).
Perbedaan antara kedua ejaan tersebut berkisar pada penulisan vokal, konsonan, dan tanda apostrof (‘).
Perlu kerja keras dan waktu yang panjang untuk menerapkan ejaan terbaru pada saat itu. Kendala luasnya wilayah dan komunikasi yang tidak semudah saat ini, peralihan dari Ejaan van Ophuijsen ke Ejaan Soewandi menjadi hal yang tidak mudah.
Saat Orde Baru, ejaan bahasa Indonesia yang baru pun juga ditetapkan. Ejaan yang ditetapkan saat Orde Baru itu adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) melalui Kepres Nomor 57 Tahun 1972.
Sosialisasi adanya ejaan baru itu juga terus berjalan seiring dengan kajian-kajian para pakar bahasa Indonesia.
Hingga saat ini mengutip dari Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Pasal 2, “Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.”
Contoh Perbedaan antara EYD dan PUEBI
Setidaknya terdapat lima hal yang menjadi perbedaan antara PUEBI dengan EYD. Kelima perbedaan tersebut tersebar ke dalam dua sub bab ejaan, yaitu pemakaian huruf dan pemakaian tanda baca.
- Perbedaan pada diakritik pelafalan vokal [e]
Pada PUEBI telah diatur diakritik vokal e mempunyai tiga contoh pelafalan yang berbeda. Namun, pada ejaan sebelumnya, yaitu di EYD hanya dicontohkan dua pelafalan [e].
Diakritik pertama yang disajikan pada EYD adalah [é] (taling tertutup) pada kata enak, petak, dan sore.
Diakritik kedua, pelafalan vokal [ê] (pepet) pada kata emas, kena, dan tipe. Diakritik pelafalan vokal [e] yang tidak disampaikan di EYD adalah diakritik ketiga, yaitu pelafalan vokal [è] (taling terbuka) pada kata militer, ember, dan pendek.
- Perbedaan antara PUEBI dengan EYD adalah terdapat tambahan diftong [ei].
Jika sebelumnya di EYD telah disampaikan terdapat tiga diftong, PUEBI telah menyempurnakan informasi terkait diftong di bahasa Indonesia sebanyak empat, yaitu ai, au, oi, dan ei.
Tambahan diftong [ei] ini muncul karena adanya kata yang telah diserap seperti kata survei, eigendom, dan geiser.
- Perbedaan adanya aturan penulisan huruf kapital
Pada aturan sebelumnya penulisan huruf kapital harus digunakan pada huruf awal sebuah nama orang, nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan.
Selanjutnya, pada aturan terbaru di PUEBI ditambahkan satu ketentuan, yaitu selain nama-nama tersebut, kapital juga digunakan untuk huruf awal julukan. Contoh julukan yang dimaksud seperti Jenderal Kancil, Dewa Pedang, dan sebagainya.
- Perbedaan dalam aturan penulisan huruf tebal
Dalam PUEBI dijelaskan bahwa huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring.
Selain itu, huruf tebal juga digunakan untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, dan subbab.
- Perbedaan dalam penggunaan tanda baca
Tanda baca merupakan hal yang wajib diperhatikan terutama dalam bahasa tulis. Pada EYD yang diresmikan pada tahun 1972, tanda baca titik koma (;) tidak dijabarkan selengkap di PUEBI.
Pada aturan sebelumnya, titik koma (;) hanya digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Sedangkan dalam PUEBI Aturan tersebut adalah tanda titik koma (;) digunakan pada akhir princian yang berupa klausa dan digunakan untuk memisahkan bagian-bagian perincian dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma.
Penulis: Abraham William
Editor: Yandri Daniel Damaledo