Menuju konten utama

Apa Itu Badai Matahari, Dampak, dan Benarkah Terjadi 2025?

Mengenal apa itu badai matahari yang ramai di sosial media, dampaknya terhadap manusia, dan apakah akan terjadi pada 2025?

Apa Itu Badai Matahari, Dampak, dan Benarkah Terjadi 2025?
Ilustrasi badai matahari. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Media sosial sedang ramai membicarakan soal fenomena badai matahari yang akan melanda Bumi pada 2025. Apa itu badai matahari, dampak, dan benarkah terjadi 2025?

Pembahasan di media sosial terkait badai matahari tersebut bermula dari unggahan di platform X (dulu Twitter). Unggahan itu mengklaim bahwa NASA memperingatkan tentang kiamat internet yang akan terjadi pada 2025 akibat badai matahari.

Berdasarkan rilis Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), klaim tersebut hoaks atau tidak benar. Tidak ada informasi resmi dari NASA yang mendukung klaim tersebut.

Faktanya, NASA telah mengembangkan sistem kecerdasan buatan (AI) untuk memprediksi bahaya cuaca antariksa dengan jangka waktu 30 menit sebelum kejadian. Namun, sistem itu tidak memuat prediksi tentang kiamat internet pada puncak siklus matahari pada tahun 2025.

Klaim soal kiamat internet di tahun 2025 akibat badai matahari memang tidak benar. Namun, fenomena badai matahari sendiri merupakan fenomena yang dapat terjadi di sistem tata surya. Fenomena ini juga punya dampak langsung dan tidak langsung terhadap kehidupan di bumi.

Apa Itu Badai Matahari?

Dilansir dari Space, badai matahari adalah fenomena ledakan besar dari permukaan Matahari yang melepaskan radiasi elektromagnetik secara intens. Intensitas ledakan ini menentukan klasifikasi badai matahari.

Intensitas ledakan yang paling kuat adalah badai kelas X, diikuti oleh M-, C-, dan B-; dan yang terlemah adalah badai kelas A. Badai matahari dapat terlihat sebagai kilatan terang di wilayah tertentu dan berlangsung selama beberapa menit.

Penyebab utama badai matahari adalah akumulasi energi magnetik di atmosfer surya yang kemudian dilepaskan secara tiba-tiba. Perilaku medan magnetik yang tidak stabil di permukaan matahari, cenderung menjadi titik asal dari badai Matahari. Wilayah ini biasanya terlihat sebagai bintik Matahari yang gelap dan dingin.

Badai matahari merupakan siklus surya sekitar 11 tahunan dan meningkat selama periode puncak aktivitas surya.

Melansir National Weather Service, selama delapan bulan terakhir pada 2020, aktivitas matahari terus meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi siklus matahari 2025.

Siklus Matahari 25 diperkirakan merupakan siklus yang cukup lemah, dengan kekuatan yang sama dengan siklus 24. Maksimum matahari diperkirakan terjadi pada Juli 2025, dengan puncak 115 bintik matahari.

“Seberapa cepat aktivitas matahari meningkat merupakan indikator seberapa kuat siklus matahari nantinya,” kata Doug Biesecker, Ph.D., ketua panel dan fisikawan matahari di Pusat Prediksi Cuaca Antariksa NOAA.

“Meskipun kami telah melihat peningkatan aktivitas bintik matahari yang stabil tahun ini, namun peningkatannya lambat,” ujarnya.

Dampak Badai Matahari Terhadap Bumi

Mengutip Earth Sky, badai matahari tidak berbahaya bagi manusia yang berada di permukaan Bumi karena dilindungi oleh atmosfer Bumi. Namun, badai ini dapat memengaruhi beberapa teknologi di Bumi.

Badai matahari dapat menyebabkan gangguan pada sistem jaringan listrik, komunikasi, dan satelit di orbit Bumi. Badai geomagnetik yang dihasilkan oleh badai matahari dapat menyebabkan gangguan pada sistem telekomunikasi dan navigasi.

Pada kasus yang jarang terjadi, badai matahari dapat menyebabkan pemadaman listrik besar-besaran, mematikan kota atau wilayah secara keseluruhan.

Saat badai matahari terjadi, belahan Bumi bagian utara akan mengalami kenampakan langit yang menakjubkan. Hal ini karena lontaran partikel-partikel badai madai matahari yang berbenturan dengan atmosfer Bumi.

Meskipun tidak membahayakan tubuh manusia, badai matahari memiliki dampak signifikan pada teknologi yang kita andalkan sehari-hari.

Baca juga artikel terkait ASTRONOMI atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Dipna Videlia Putsanra & Yonada Nancy