tirto.id - Akulturasi dapat diartikan sebagai meleburnya dua kebudayaan sehingga membentuk satu kebudayaan yang baru. Akan tetapi, kebudayaan baru ini masih memiliki unsur kebudayaan aslinya.
Menurut Koentjaraningrat dalam Pengantar Ilmu Antropologi (2009), akulturasi adalah proses sosial yang timbul ketika kebudayaan tertentu berhadapan dengan unsur-unsur kebudayaan asing. Kebudayaan asing ini perlahan-lahan diterima, tapi tidak sampai menghilangkan ciri khas kebudayaan aslinya.
Akulturasi terjadi ketika dua kebudayaan saling bergesekan dalam jangka waktu yang cukup lama. Dua kebudayaan ini kemudian saling menyesuaikan satu sama lain hingga akhirnya bersatu membentuk kebudayaan baru.
Faktor lain yang menyebabkan akulturasi adalah adanya keterbukaan masyarakat dalam menerima budaya asing. Kelompok masyarakat yang mudah menerima dan memiliki toleransi terhadap perubahan sangat memungkinkan terjadinya akulturasi budaya.
Contoh Akulturasi Budaya dalam Bentuk Pakaian
Salah satu contoh hasil akulturasi dapat dilihat dari pakaian adat yang ada di beberapa daerah di Indonesia. Berikut adalah beberapa contoh pakaian adat yang sudah mengalami akulturasi dan terpengaruh budaya luar:
1. Pakaian Adat Bangka Belitung
Dikutip dari laman Wonderful Pangkalpinang, pakaian adat Bangka Belitung adalah hasil dari akulturasi budaya Melayu, Arab, dan Tionghoa. Menurut sejarah, dahulu ada pedagang dari Arab yang masuk ke Bangka Belitung dan menikah dengan wanita Tionghoa.
Mereka mengenakan pakaian adat yang menggabungkan corak Arab dan Tionghoa. Masyarakat menganggap pakaian tersebut sangat cantik sehingga mulai mengenakan pakaian serupa yang kemudian dipadukan dengan corak asli Bangka Belitung.
Busana adat Bangka Belitung disebut dengan baju seting atau kain cual. Baju seting adalah baju kurung khusus wanita yang didominasi warna merah serta terbuat dari sutra atau beludru.
Baju ini dipadukan dengan kain cual, yaitu jenis kain asli Bangka yang dibuat dengan cara tenun ikat yang masih tradisional. Untuk aksesoris, ada beberapa yang dikenakan, mulai dari tutup dada berbentuk teratai, tutup kepala berupa bunga hong, hingga sejumah perhiasan.
Untuk pria, pakaian adatnya berupa jubah Arab berwarna merah yang dipadukan dengan selendang di bahu kanan. Aksesoris maupun pernak-pernik yang dipakai juga hampir sama dengan pakaian adat untuk perempuan.
Kemiripan dapat dilihat dari warna merah yang sangat khas dengan warna pakaian pengantin orang Tiongkok. Aksesoris yang berbentuk bunga hong juga diadaptasi dari budaya Tiongkok yang melambangkan kebahagiaan.
2. Busana Pengantin Perempuan Betawi
Isabella Astrini dan kawan-kawan melalui penelitian berjudul "Akulturasi Budaya Cina dan Betawi dalam Busana Pengantin Wanita Betawi" mengungkapkan, baju pengantin wanita Betawi mirip dengan baju pengantin wanita Cina Selatan yang disebut dengan qun gua.
Baju pengantin Betawi terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas yang disebut Tuaki dan bagian bawah yang disebut dengan Kun.
Tuaki adalah blus berlengan panjang dengan kerah shanghai serta terbuat dari kain satin atau beludru warna merah. Tuaki dihiasi dengan motif-motif khas pakaian Kekaisaran China, seperti motif naga, burung hong/phoenix, dan juga bunga peony.
Sementara bagian bawah (Kun) adalah rok lebar yang panjangnya sampai mata kaki. Sama seperti Tuaki, Kun juga dibuat dari kain satin atau beludru berwarna merah cerah.
Kun dihiasi dengan manik-manik yang membentuk motif naga, burung hong, dan bunga peony. Secara keseluruhan, Tuaki dan Kun melambangkan suka cita dan kebahagiaan dari kedua pengantin beserta keluarganya.
Penulis: Erika Erilia
Editor: Iswara N Raditya