tirto.id - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berimbas pada munculnya financial technology (fintech).
Guna memenuhi kebutuhan transaksi keuangan, orang-orang tidak perlu lagi mesti mendatangi perbankan atau lembaga keuangan. Urusan berhutang pun kini sudah tersedia pinjaman online (pinjol).
Situs Online Pajak menyebutkan, istilah pinjol diartikan sebagai fasilitas pinjaman uang dari penyedia jasa keuangan yang melakukan operasional secara online. Mereka ini yang dikenal sebagai lembaga fintech lending atau pinjol. Daya pikat fintech lending terletak pada kemudahan pengajuan dana tunai tanpa mesti tatap muka di kantor.
Pinjol hadir sebagai tuntutan dari perubahan gaya hidup masyarakat. Masyarakat makin masif sebagai pengguna internet dan makin melek degan kemajuan teknologi informasi. Mereka butuh kemudahan yang salah satunya terwujud lewat akses ke pinjaman uang tanpa proses yang ribet.
Cara kerja pinjol
Pinjol diselenggarakan oleh suatu badan hukum atau koperasi yang punya sistem untuk melakukan mekanisme transaksi pinjam meminjam online lewat website atau aplikasi. Menurut laman Otoritas Jasa keuangan (OJK), cara kerja pinjol semestinya hanya sebagai perantara. Pinjol mempertemukan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.
Pemberi pinjaman dan penerima pinjaman lebih dahulu mesti melakukan registrasi dan mengisi data diri yang dibutuhkan. Setelah itu mereka bisa mengajukan pemberian pinjaman atau permohonan pinjaman.
Dasar hukum terkait pelaksanaan fintech lending diatur melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 mengenai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI)
Bahaya meminjam uang lewat pinjol
Hadirnya pinjol di satu sisi memudahkan masyarakat untuk mengakses pinjaman uang segar. Tapi, masyarakat perlu pula untuk memperhatikan bahayanya karena tidak sedikit yang justru menjadi kesusahan setelah terlibat pinjol.
Berikut beberapa bahaya pinjol:
1. Pinjol umumnya memiliki tingkat suku bunga lebih tinggi dengan tenor cicilan lebih cepat. Akibatnya, cicilannya pun jauh lebih besar dari bunga kredit bank.
2. Biaya administrasi yang ditetapkan tidak transparan di awal sehingga nasabah mendapat potongan cukup besar di awal.
3. Biaya denda keterlambatan pembayaran cicilan dan denda lainnya sering tidak masuk akal.
4. Pinjol tidak segan-segan melakukan teror kepada nasabah yang telat bayar dengan mengumumkan informasi data utang kepada rekan-rekan nasabah yang nomor kontaknya tersimpan di ponsel.
Saat terjebak pinjol, tidak sedikit nasabah yang akhirnya gagal bayar. Utangnya membengkak dengan cepat dan melebihi pendapatannya. Sebagian nasabah ditemukan stres dengan keadaan tersebut dan ada pula yang sampai bunuh diri.
Keadaan ini diperparah lagi dengan kehadiran pinjol ilegal. Mereka bekerja dengan cara lebih kejam lagi untuk mendapatkan nasabah baru dan menjeratnya lewat utang yang makin menumpuk.
Beda pinjol legal dan ilegal
Pinjol ada yang beroperasi secara legal dan tidak sedikit pula yang ilegal. Keduanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pinjol legal
- Terdaftar/berizin dari OJK
- Pinjol legal tidak menawarkan melalui saluran komunikasi pribadi
- Pemberian pinjam diseleksi terlebih dahulu
- Bunga atau biaya pinjaman disajikan transparan
- Peminjam yang tidak dapat membayar setelah batas waktu 90 hari masuk ke daftar hitam (blacklist) Fintech Data Center sehingga peminjam tidak bisa meminjam dana ke platform fintech lain
- Mempunyai layanan pengaduan
- Mengantongi identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas
- Hanya mengizinkan akses kamera, mikrofon, dan lokasi pada gawai peminjam
- Pihak penagih wajib memiliki sertifikasi penagihan yang diterbitkan oleh AFPI
- Tidak terdaftar/tidak berizin dari OJK
- Menggunakan SMS/Whatsapp untuk menyampaikan penawaran
- Pemberian pinjaman sangat mudah
- Bunga atau biaya pinjaman serta denda tidak jelas
- Ancaman teror, intimidasi, pelecehan bagi peminjam yang tidak bisa membayar
- Tidak mempunyai layanan pengaduan
- Tidak mengantongi identitas pengurus dan alamat kantor yang tidak jelas
- Pihak yang menagih tidak mengantongi sertifikasi penagihan yang dikeluarkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI)
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Nur Hidayah Perwitasari