tirto.id - Sandwich Generation (generasi sandwich) atau generasi terjepit dikenal sebagai kondisi seseorang yang menjadi tulang punggung, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan, mulai dari orang tua, diri sendiri dan keluarga jika sudah menikah.
Dikutip dari Astra Life bersama Katadata Insight Center pada September 2021, sandwich generation berada di angka 48,7 persen, non-sandwich dengan anak 41,5 persen, dan non-sandwich tanpa anak sebesar 9,8 persen.
Senior Area Manager Mirae Asset Sekuritas, Linda Homiya menuturkan banyak faktor yang membuat golongan usia produktif berada di generasi ini. Pertama, karena generasi sebelumnya kurang memiliki literasi keuangan sehingga tidak ada tabungan untuk menyiapkan dana pensiun.
Kedua, terjadi musibah dalam keluarga. Salah satunya tidak bisa mencari penghasilan lagi sehingga generasi saat ini harus bertanggung jawab. Ketiga, lantaran salah mengambil keputusan finansial seperti investasi bodong hingga gagal dalam dunia bisnis.
Para generasi sandwich memiliki beban hidup yang cukup bahkan sangat berat. Mereka perlu mengatur keuangannya agar memutus rantai generasi sandwich dan berinvestasi untuk masa depan. Lantas bagaimana caranya?
Mengutip dari laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), para generasi terjepit perlu memiliki tabungan rencana, menyiapkan program pensiun. Kemudian memiliki asuransi kesehatan, kurangi gaya hidup konsumtif, menyiapkan dana pendidikan hingga mengajarkan anak untuk menabung dan belajar mandiri secara finansial.
Sementara itu, Linda menuturkan para generasi sandwich harus bisa mengelola pendapatan dan pengeluaran. Memiliki penghasilan lebih besar dibandingkan pengeluaran.
"Kita harus punya sumber income yang banyak sehingga nantinya ada sisa untuk di investasikan," kata Linda dalam saluran YouTube Mirae Asset Sekuritas dikutip Tirto, Kamis (24/11/2022).
Setelah memiliki penghasilan dan bisa berinvestasi, Linda menyarankan agar para generasi terhimpit memiliki ilmu berinvestasi. Salah satunya menonton tips-tips berinvestasi yang aman. Generasi ini, kata Linda juga harus fokus dalam berinvestasi khususnya investasi dalam jangka panjang.
"Jadi jangan cuma sebentar. Rutin melakukan setiap bulan, misalnya sudah mendapatkan penghasilan lebih diinvestasikan, belajar," kata Linda.
Linda menyarankan agar para generasi roti jepit ini untuk menggunakan saham sebagai instrumen investasi. Dia yakin walaupun saham memiliki risiko yang besar bukan berarti tidak bisa berinvestasi.
Salah satunya dengan mencari saham yang fundamental. Tidak lupa, sebelum membeli saham perlu memperhatikan laporan keuangan atas saham yang akan dipegang. Linda menyarankan agar memilih saham yang rutin membagikan dividen.
"Kita bisa lihat secara long term saham ini memiliki kenaikan terus. Bisa cuan capital gain, bisa cuan dividen dari saham tersebut," bebernya.
Kemudian, Linda menyarankan agar mereka membeli saham saat harga sedang murah. Lalu bisa juga memulainya dengan modal sedikit demi sedikit dan tidak mengharapkan keuntungan tinggi dalam waktu dekat.
Dia pun tidak menampik generasi terimpit ini sulit untuk membeli saham. Karena itu Linda menyarankan agar mereka bisa berinvestasi di instrumen reksadana yang dinilai lebih fleksibel dan risiko rendah.
Linda optimistis para generasi terjepit bisa memutus rantai dengan berinvestasi. Dengan cara rajin menabung saham dan memiliki mental yang kuat.
"Saya yakin generasi sandwich bisa memiliki keinginan untuk hidup lebih baik lagi, sehingga harus sering-sering belajar dan punya mental yang kuat, rajin nabung saham," pungkasnya.
Editor: Anggun P Situmorang