tirto.id - Kabar kematian La Gode, 31 tahun, yang menurut istrinya karena disiksa tentara, sampai ke telinga anggota dewan. Anggota Komisi I DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris mengatakan bahwa kejadian yang menimpa La Gode sebagai kejahatan hak asasi manusia.
"Ini kejahatan HAM," kata Charles kepada Tirto, Rabu (29/11) kemarin.
Istri La Gode mengatakan suaminya meninggal pada 24 Oktober karena disiksa TNI saat ditahan di Pos Satuan Tugas Daerah Rawan—biasa disebut Satgas Ops Pamrahwan. Dua minggu sebelum meninggal, La Gode kepergok mencuri singkong parut seharga Rp20 ribu di Desa Balohang, Pulau Taliabu, berjarak sekitar dua hari dua malam naik kapal laut dari Ternate.
Ketika itu seorang bintara bernama Brigadir Mardin memergokinya. La Gode kemudian dibawa ke Satgas Ops Pamrahwan dengan alasan pos polisi setempat tidak punya ruang tahanan. Ia sempat kabur pada 15 Oktober, ketika itu pengakuan penyiksaan keluar dari mulutnya. Pada 23 Oktober, La Gode ditangkap lagi. Diinterogasi dan dipukuli lagi. Sampai meninggal.
Baca juga:Istri La Gode: "Tentara yang Bunuh Suami Saya"
Jenazah La Gode berlumur luka. Gigi atas dan bawah dicabuti hingga ompong. Kuku jempol kaki kanan dicabut. Bagian bibir, mata, hingga pipi kanannya bengkak.
Charles mendesak Polisi Militer mengusut kejadian ini sampai tuntas: menangkap dan memberi hukuman seberat-beratnya kepada pelaku melalui proses pengadilan yang transparan, dan lebih penting dapat disaksikan publik.
"Agar hadir rasa keadilan bagi keluarga korban," kata Charles.
TNI sama sekali tidak punya kewenangan untuk menahan, apalagi menganiaya warga sipil, termasuk mereka yang terbukti melakukan kejahatan. Fungsi TNI hanya mengamankan negara. Kalaupun melakukan pengamanan, maka harus diminta polisi.
"Misalnya pada tindakan kontra-terorisme," kata Charles.
Charles mengatakan perlunya evaluasi terhadap TNI. Ia berjanji akan membahasnya dalam rapat kerja Komisi I dengan TNI. "Kami tidak ingin ada kejadian serupa," kata Charles.
Baca juga:Saat Tentara Mengepung Istana - Mozaik Tirto
Salah satu usulan agar tidak ada lagi kejadian seperti ini adalah dengan menugaskan pengawas HAM di tempat TNI menjalankan tugas selain perang. "Kalau perlu melibatkan pakar-pakar psikologi untuk melakukan penilaian terhadap prajurit," tambahnya.
Selain tentara, Mardin, bintara yang "menitipkan" La Gode ke pos TNI juga harus dihukum. Menurutnya, Mardin melakukan kesalahan fatal sehingga mengakibatkan orang mati. Charles bilang, Propam Polri harus bertindak tegas menghukum Mardin berdasarkan aturan yang ada.
Anggota Komisi I lainnya, Effendi Simbolon, menilai kejadian yang menimpa La Gode tak bisa ditoleransi. Effendi bakal meminta langsung kepada para petinggi TNI, termasuk Jenderal Gatot Nurmantyo, agar menghukum pembunuh La Gode seberat-beratnya.
"Nanti saya sampaikan ke Panglima TNI, KASAD, dan Pangdam, kalau memang menurut teman-teman Tirto dirasa belum ada upaya memberikan sanksi atas perbuatan oknum di Ternate, nanti saya sampaikan," kata Effendi saat dihubungi Tirto, Rabu (29/11/2017).
Effendi juga berupaya agar pejabat dua tingkat di atas pelaku turut dihukum. "Karena ini dalam rangka tugas. Mereka harus ikut bertanggung jawab," kata Effendi.
Pihak tentara mengaku kalau mereka tidak membunuh La Gode. Yang terjadi adalah La Gode diamuk massa ketika lari setelah ditangkap dan diinterogasi.
Versi tentara: Masyarakat mengamuk. Lalu ada yang teriak: “Bunuh saja!”
"[La Gode] dikejar massa. Dia masuk ke got. Nah, di situ, dia dihakimi oleh massa," klaim Letkol Armed Sarkitansi Sihaloho, Kepala Penerangan Kodam XVI/ Pattimura—yang membawahi Yonif Raider Khusus 732/Banau pemilik pos tempat La Gode meregang nyawa.
Setelah La Gode tewas, masyarakat menolaknya untuk dimakamkan. Pihak TNI juga mengatakan masyarakat membuat pernyataan yang mengapresiasi kerja tentara dan polisi setempat yang menangkap La Gode.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Zen RS