tirto.id - Presiden Joko Widodo menyatakan malu berkunjung ke Malaysia dan Singapura akibat asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dari Indonesia yang melanda kedua negara tersebut. Selain itu, Jokowi juga resah kebakaran ini disorot media asing.
Tak tanggung, Jokowi mengancam bakal mencopot pangdam dan kapolda setempat jika tak bisa menyelesaikan masalah karhutla di wilayahnya. Mantan Gubernur DKI itu mengatakan hal ini sudah menjadi janji bersama Panglima TNI dan Kapolri.
“Kalau di wilayah saudara ada kebakaran dan tidak tertangani dengan baik, aturan main tetap sama: dicopot,” ucap Jokowi pada rapat terbatas di Istana Negara, Selasa (6/8/2019), seperti dikutip dari Antara.
Kebakaran hutan ini juga masih terjadi di Kalimantan, wilayah yang menjadi calon ibu kota baru. Provinsi yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura ini masih dikelilingi asap dan titik api.
Data per 14 Agustus 2019 milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bisa jadi peringatan. Selama 10 hari terakhir, titik api di Kalimantan Barat saja mencapai 1.879 titik. Lalu diikuti oleh Kalimantan Tengah sebanyak 646 titik, Kalimantan Timur 119 titik, Kalimantan Selatan 78 titik, dan Kalimantan Utara 77 titik.
Jumlah titik api tersebut menjadi yang terbanyak jika dibandingkan pulau Sumatera, Sulawesi, dan Jawa serta NTT secara kumulatif.
Bahaya Karhutla & Lubang Tambang
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun sempat memperingatkan hal ini. Ia mengatakan pemindahan ibu kota ke Kalimantan perlu kajian mendalam karena wilayah itu memiliki potensi bencana tersendiri yakni karhutla dan lubang tambang yang dibiarkan tak direklamasi.
“Harus hati-hati juga kalau di Kalimantan, contohnya lahan gambut banyak, bisa terbakar. Kalau di Kalimantan Timur juga banyak bekas-bekas lubang tambang,” kata JK di Istana Presiden, Selasa (30/7/2019), seperti dikutip dari Antara.
Pengajar Ilmu Tata Kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga pun ragu dengan rencana pemindahan ibu kota ini. Menurutnya, selama ini pemerintah kewalahan mengatasi Karhutla di Kalimantan. Ia menyarankan agar pemindahan ibu kota ke Kalimantan lebih baik dibatalkan saja.
“Saya tidak yakin dalam 5 tahun ke depan kebakaran dapat dipadamkan tuntas. Mau konsep apa pun kalau pemerintah masih belum mampu mengatasi penyebab kebakaran hutan dan lahan, maka sebaiknya rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan harus dibatalkan,” ucap Nirwono saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (15/8/2019).
Nirwono mengatakan kerja pemerintahan pusat bakal terganggu karhutla jika dipindah ke Kalimantan. Ia mencontohkan di Kota Palangkaraya saja, pemerintah daerah setempat terpaksa menetapkan status siaga dan mengatur perubahan jam kerja dan sekolah.
“Di Palangkaraya, mereka terpaksa meliburkan dan mendorong masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah dan kegiatan perekonomian menurun,” ujarnya.
Manajer Kampanye Hutan Greenpeace ASEAN, Kiki Taufik juga mengkritik pemindahan ibu kota lantaran mengarah ke wilayah yang rawan bencana seperti kebakaran hutan. Ia menilai pemerintah kurang maksimal dalam mempersiapkan wilayah yang menjadi calon ibu kota baru.
Menurut Kiki, kebakaran hutan ini tidak hanya terjadi di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, tapi juga di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Ia mengatakan di mana pun wilayah yang dipilih menjadi ibu kota akan terdampak asap.
“Kebayang Jakarta dipindah ke Palangkaraya kemudian setiap tahun pasti ada kebakaran hutan dengan tingkat kepekatan asap berbeda-beda. Kalau pindah ke Palangkaraya bisa lumpuh ibu kota,” ucap Kiki saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (15/8/2019).
Penindakan Kejahatan Korporasi
Sementara itu, Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial, Walhi, Wahyu menyatakan jika pemerintah serius ingin mengeksekusi rencana ini maka pemerintah perlu serius menindak tegas kejahatan korporasi sesuai Pasal 116 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup [PDF].
Meskipun hal ini bertabrakan dengan konsep Jokowi soal “penegakan hukum jangan mengganggu investasi", Wahyu mengatakan tidak ada alasan lagi untuk menunda penegakan hukum, termasuk mencabut izin lahan konsensi bermasalah.
Di saat yang sama, Wahyu juga mendesak agar pemerintah mematuhi putusan Mahkamah Agung terkait karhutla. Ia mengatakan jangan sampai hal ini menjadi momok bagi pemerintah sendiri karena mangkir dari tanggung jawab terhadap karhutla.
“Penegakan hukum harus terus didorong dalam konteks Karhutla. Jangan eksekusi dan implementasnya terkesan hanya setengah hati. Ini butuh political will pemerintah,” ujar Wahyu saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (15/8/2019).
Menanggapi rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan, Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jati Wicaksono enggan bicara banyak mengenai antisipasi kebakaran hutan di sana.
Jati berdalih titik pasti ibu kota baru belum diketahui menjadi salah satu kendalanya. Antisipasi itu juga harus menunggu kajian dan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang akan dikerjakan oleh Bappenas.
“Pertama KLHK belum tahu ibu kotanya di mana, kajian rencana lokasi itu paling penting buat KLHK. Nanti tergantung kajian dan usulan dari kementerian terkait kalau di sini [titiknya] kami harus gimana,” kata Jati saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (15/8/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan