Menuju konten utama

Amnesty Minta Jokowi Bentuk TGPF Independen Kasus Novel Baswedan

Presiden Jokowi didesak untuk mengambil alih penanganan kasus Novel Baswedan dengan membentuk TGPF Independen di bawah Presiden.

Amnesty Minta Jokowi Bentuk TGPF Independen Kasus Novel Baswedan
Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan (kanan) didampingi Manager Advokasi Asia Pasifik Amnesty Internasional Fransisco Bencosme (kiri) memberikan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/4/2019). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.

tirto.id - Amnesty International Indonesia meminta Presiden Joko Widodo proaktif dan segera mengambil inisiatif membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen setelah tim pakar yang dibentuk Polri gagal mengungkap pelaku penyerangan Novel Baswedan.

“Temuan tim pakar mengecewakan. Tim sudah diberikan waktu 6 bulan mengungkap fakta dan data di balik penyerangan Novel. Alih-alih menemukan pelaku atau identitas pelaku, tim justru menyematkan tuduhan tidak etis bagi korban yang mencari keadilan seperti Novel Baswedan,” kata Manager Kampanye Amnesty International Indonesia Puri Kencana Putri melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (17/7/2019).

Menurut Puri, temuan tim gagal memberikan harapan baru bagi korban dan publik luas akan suatu terobosan baru bagi pengungkapan salah satu kejahatan yang paling disorot di Indonesia.

“Adalah tidak logis jika tim belum menemukan pelaku, tapi malah sudah mempunyai kesimpulan terkait probabilitas di balik serangan Novel yaitu adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan. Terlebih saat konferensi pers siang tadi baik perwakilan Mabes Polri maupun tim pakar tidak mampu memberikan bukti atau penjelasan lebih lanjut terkait tuduhan tersebut,” jelas Puri.

Puri menegaskan, probabilitas lain yang menjadi pertanyaan adalah keterangan tim pakar yang mengatakan bahwa serangan terhadap wajah Novel bukan dimaksudkan untuk membunuh tapi membuat korban menderita.

“Keterangan ini seolah mau mendegradasi keseriusan kasus yang dialami Novel. Semoga pemahaman tersebut salah," ucapnya.

Namun jika benar, lanjutnya, maka bisa menjadi pembenaran bagi polisi untuk tidak terlalu serius mengungkap pelaku.

"Apalagi dalang di balik penyerangan Novel,” imbuhnya.

Dia menambahkan, Kegagalan mengungkap kejahatan dan pelaku penyerangan terhadap investigator lembaga anti-korupsi negara (KPK) jelas akan memberikan efek negatif bagi agenda pemberantasan korupsi dan perlindungan para pembela HAM di Indonesia.

“Saat ini publik menanti adanya political will dari Presiden untuk menyelesaikan kasus Novel. Selama ini Presiden Jokowi selalu berdalih percayakan ke Polri. Tapi sudah 2 tahun berlalu dan juga sudah 6 bulan waktu yang dihabiskan, kita melihat mereka gagal mengungkap pelaku apalagi dalang di balik penyerangan Novel," kata dia.

"Kasus Novel tidak boleh kembali ke titik nol di mana Bareskrim sebagai tim teknis yang ditunjuk Kapolri akan memegang kendali atas kasus Novel. Presiden tidak boleh tinggal diam. Publik menunggu Presiden Jokowi untuk berani mengambil keputusan membentuk TPGF Independen di bawah Presiden,” tutup Puri.

Baca juga artikel terkait KASUS NOVEL BASWEDAN atau tulisan lainnya dari Dewi Adhitya S. Koesno

tirto.id - Hukum
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Maya Saputri