tirto.id - Pemerintah Amerika Serikat disebutkan bakal mengalami krisis keuangan dan diprediksi bisa kehabisan uang dalam beberapa pekan lagi. Apa dampaknya bagi Indonesia?
BBC melaporkan, Presiden AS, Joe Biden berencana melanjutkan negosiasi utang negara dengan Ketua DPR, Kevin McCarthy dan pemimpin Kongres lainnya pada Selasa, 16 Mei 2023.
AS bisa gagal membayar utang jika kesepakatan dengan Kongres tidak bisa dicapai. Bahkan, sejumlah prediksi menyebutkan ada potensi kekacauan keuangan secara global, apabila pihak Kongres AS tidak menyepakati untuk menaikkan pagu utang.
Ada Apa dengan Keuangan AS Saat Ini?
Pada pekan lalu, Joe Biden mengungkapkan bahwa proses negosiasi terkait pagu utang antara pihak Gedung Putih dan Ketua DPR, Kevin McCarthy bakal terus dilanjutkan.
Menurutnya, belum ada rencana lain untuk menghindari gagal bayar oleh pemerintah AS. Selama tidak ada campur tangan Kongres untuk menaikkan atau menangguhkan batas pinjaman, Negeri Paman Sam disebut tidak akan bisa membayar tagihan-tagihannya.
Dean Zerbe, direktur pelaksana Alliantgroup sekaligus eks penasihat pajak senior di Komite Keuangan Senat AS, mengatakan kepadaCNN,"Ini (jika gagal bayar AS) adalah pukulan ganda."
"Kita sudah melihat kredit macet untuk usaha kecil dan menengah, semakin sulit bagi mereka untuk mendapatkan pinjaman. Suasananya sudah sangat buruk."
"Cara lain bagi bisnis-bisnis ini untuk mendapatkan akses dana adalah melalui skema pengembalian pajak atau kredit retensi karyawan. Jika Anda tidak mendapatkan pengembalian pajak dan Anda tidak dapat pergi ke bank, akan ada sedikit pukulan ganda," lanjut Dean Zerbe.
Pagu utang atau batas utang adalah aturan yang membatasi jumlah total uang yang dapat dipinjam oleh pemerintah untuk membayar tagihan-tagihannya. Seperti membayar pegawai federal, militer, jaminan sosial dan kesehatan, serta bunga utang nasional dan pengembalian pajak.
Kongres AS kerap menaikkan atau menangguhkan pagu utang agar dapat meminjam lebih banyak. Batasan saat ini yakni sekitar $31,4 triliun atau £25,2 triliun. Batas tersebut pernah dilanggar pada bulan Januari, namun Departemen Keuangan memakai langkah-langkah taktis untuk menyediakan lebih banyak uang tunai bagi pemerintah.
Menteri Keuangan AS, Janet Yellen sempat memperingatkan tanpa lebih banyak pinjaman, AS tidak akan memiliki cukup uang untuk memenuhi semua kewajiban finansialnya per tanggal 1 Juni 2023 mendatang.
Jika batasan itu tidak dinaikkan, pemerintah AS dilaporkan tidak akan mampu lagi membayar gaji pegawai federal, militer, dan jaminan sosial. Perusahaan dan badan amal yang mengandalkan dana pemerintah juga terkena dampaknya.
Ancaman lain ialah negara akan mengalami gagal bayar jika tidak mampu melakukan pembayaran bunga atas utangnya, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1979 silam.
Apa Dampak Krisis Amerika Serikat Terhadap Indonesia?
Sementara itu, pengamat ekonomi dari UGM, Eddy Junarsin mengatakan, kondisi perbankan AS menjadi peringatan serius bagi Indonesia.
Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank mengalami kebangkrutan karena terlalu dominan dalam memberikan dana pinjaman ke perusahaan startup.
"Nampaknya bank yang bangkrut ini ingin mendapatkan return besar sehingga berani meminjamkan dana ke startup dalam jumlah besar. Karenanya bank harus berhati-hati, risiko kredit bisa terjadi di mana pun, baik perusahaan startup hingga perusahaan besar," ujar Eddy Junarsin.
Meski demikian, menurut Eddy Junarsin, krisis yang terjadi di AS tidak berdampak secara langsung terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
"Dampak langsung tidak ada, tapi kita harus hati hati. Saya melihat belum ada dampak ke bank yang ada di Asia dan Indonesia tapi kita harus belajar dari peristiwa ini," terangnya.
Menurut Eddy, Bank Indonesia (BI), OJK, Kementerian Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan yang masuk dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), harus mampu menjaga stabilitas keuangan dan perekonomian nasional dengan baik agar tidak terjadi krisis perbankan di Indonesia.
Penulis: Beni Jo
Editor: Alexander Haryanto