Menuju konten utama

Akui Terlibat Korupsi, Tonny Budiono Sedih Tak Bisa Jadi Panutan

Saat menyampaikan pleidoi, Tonny sempat bersedih karena merasa tidak mampu menjadi panutan keluarga karena terjerat korupsi.

Akui Terlibat Korupsi, Tonny Budiono Sedih Tak Bisa Jadi Panutan
Terdakwa kasus suap perizinan dan proyek-proyek di Direktorat Perhubungan Laut Kemenhub Antonius Tonny Budiono menjalani sidang yang beragenda pembacaan tuntutan JPU di Pengadilan Tipikor, Kamis (19/4/2018). ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

tirto.id - Mantan Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tony Budiono merasa bersalah karena menerima uang korupsi. Ia pun menilai keputusan jaksa sudah sesuai ketentuan hukum. Namun, Tonny sempat bersedih karena merasa tidak mampu menjadi panutan keluarga karena terjerat korupsi.

"Saya sebagai orang tua, [diam dan menangis] benar-benar berharap untuk menjadi pelayanan panutan untuk anak-anak saya. Tapi saya seperti ini," ujar Tonny dalam persidangan di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (3/5/2018).

Tonny menyebut, dirinya sudah mendapat pemberhentian sementara dari Kementerian Perhubungan. Meskipun duduk di kursi pesakitan, Tonny tetap memberikan pesan kepada para rekannya yang hadir dalam persidangan untuk tidak menjadi sepertinya.

"Minta pengampunan intinya?" tanya Zuhri.

"Siap, Yang Mulia," kata Tonny.

Para hakim pun sempat melakukan pembicaraan setelah mendengar permohonan Tonny. Hakim Zuhri menyebut para majelis hakim akan bermusyawarah setelah jaksa tetap pada sikap tuntutan. Setelah itu, hakim Zuhri menyatakan majelis hakim akan membacakan putusan perkara Tonny pada dua pekan lagi, yakni 17 Mei 2018.

"Jadi kami tetapkan untuk menjatuhkan putusan terhadap vonis terdakwa kita tunda perkara ini hari Kamis tanggal 17 Mei," kata Hakim Zuhri.

Mantan Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono dituntut hukuman tujuh tahun penjara dan denda 300 miliar. Antony dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berkaitan perizinan di lingkungan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.

Antony dinilai terbukti menerima uang secara bertahap dengan jumlah uang mencapai Rp2,3 miliar yang ditempatkan pada Tabungan Mandiri 12100 KCP Pekalongan Alun-Alun 13907 nomor rekening 1390017128988 berikut PIN dan kartu ATM Mandiri Visa Platinum Debit Nomor Kartu 4617005128520620 dari Adiputra Kurniawan selaku Komisaris PT Adiguna Keruktama.

Selain itu, Antony juga terbukti telah melakukan serangkaian perbuatan yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu menerima gratifikasi berupa uang tunai sejumlah Rp5.815.579.000, USD479.700, EUR 4.200, GBP15.540, SGD700.249, RM11.212.

Ia pun dinilai menerima sejumlah uang yang berada di rekening Bank Bukopin KCP Ruko Billymoon Jakarta Timur nomor : 4715000903 An. Oscar Budiono Bsc. sejumlah Rp1.066.096.437, uang di rekening Bank Bukopin KCP Ruko Billymoon Jakarta Timur nomor: 4715200050 An. Oscar Budiono Bsc. sejumlah Rp1.067.944.536.

Antony pun dinilai menerima berbagai macam barang yang memiliki nilai ekonomis yang seluruhnya setelah ditaksir/nilai oleh PT Pegadaian dengan total sejumlah Rp243.413.300. Selain itu, Antony juga dinilai mendapat Penerimaan lain berupa uang di dalam rekening Bank BRI nomor 0424-01-000484-56-3 atas nama WASITO, Kartu ATM Bank BRI Mastercard No. Kartu 5326595002352354 dan uang di dalam rekening Bank BCA, Kartu Paspor Bank BCA nomor 6019001658868983 dengan total sejumlah Rp300 juta yang telah habis dipergunakan oleh Antony.

Antony telah melanggar sesuai dakwaan pertama primer pasal 12 b UU 31 tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 KUHP dan dakwaan kedua melanggar pasal 12 b UU 31 tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 65 KUHP.

Baca juga artikel terkait SUAP DIRJEN HUBLA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri