Menuju konten utama

Akui Defisit APBN Ditambal Utang, JK: Yang Penting Dapat Dibayar

Wapres JK menyatakan pemerintah sampai sekarang memang memerlukan utang untuk menambal defisit APBN. Hal itu, kata JK, bukan persoalan sebab pemerintah selalu membayarnya tepat waktu. 

Akui Defisit APBN Ditambal Utang, JK: Yang Penting Dapat Dibayar
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) sebelum memimpin rapat terbatas tentang pengembangan Batam di Jakarta, Rabu (12/12/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) mengakui pemerintah selama ini memang berupaya menutup defisit APBN dengan utang dari negara lain atau lembaga internasional. Menurut dia, kondisi seperti ini sudah terjadi sejak masa pemerintahan sebelum era kepemimpinan Joko Widodo dan dirinya.

"Defisit itu selalu ada, defisit-defisit itu selalu ditalangi dengan utang. Tapi bukan jumlahnya yang penting, yang penting ialah dapat dibayar atau tidak,” kata JK kepada wartawan di Kantor Wapres, Jakarta pada Selasa (29/1/2019) seperti dilansir Antara.

“Dan pengalaman kita sejak pemerintahan Pak Harto, Ibu Mega, Pak Gus Dur, itu semua bisa dibayar utang-utang yang ada itu," JK menambahkan.

JK juga mengklaim besaran utang pemerintah saat ini bukan persoalan. Sebab, kata dia, pemerintah tetap bisa membayar cicilan utang secara tepat waktu.

"Oh iya [tidak perlu khawatir]. Buktinya kan tidak ada utang kita yang jatuh tempo yang tidak kita bayar. Bahwa kemudian kita pinjam lagi, itu cara pengelolaan keuangan," kata JK.

Dia pun mengilustrasikan, banyak perusahaan tetap memerlukan utang meski kondisi moneter sedang normal. Hal ini karena utang itu dibutuhkan untuk peningkatan nilai investasi.

"Sebagian besar untuk investasi, itu minta pinjaman dari bank. Tapi yang paling penting, bisa dibayar tidak ini? [Pemerintah Indonesia] Bisa bayar [utang], dari pajak, pajak kan naik terus," ujar JK.

Oleh karena itu, JK berpendapat utang merupakan hal yang wajar bagi negara berkembang seperti Indonesia yang memerlukan percepatan pembangunan.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, rasio utang pemerintah hingga akhir Desember 2018 sudah mencapai 29,98 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau setara Rp4.418,3 triliun.

Realisasi utang senilai Rp4.418,3 triliun tersebut berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) Rp3.612,69 triliun dan pinjaman Rp805,62 triliun.

Catatan utang pemerintah ini menjadi sorotan dari Capres Nomor Urut 02 Prabowo Subianto. Bahkan, dia sempat menuding Menteri Keuangan di era pemerintahan Jokowi-JK, merupakan pemimpin sebuah lembaga pencetak utang bagi Indonesia. Prabowo menilai kebijakan pemerintah saat ini terlalu longgar dalam utang sehingga membebani kas negara.

Baca juga artikel terkait UTANG PEMERINTAH

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH