Menuju konten utama

AJI Kecam Represivitas Polisi terhadap Massa Aksi di Semarang

Seturut data AJI Semarang, aksi represif aparat itu menyebabkan 18 orang jadi korban dan harus dilarikan ke rumah sakit.

AJI Kecam Represivitas Polisi terhadap Massa Aksi di Semarang
Personel kepolisan berupaya membubarkan mahasiswa dari berbagai universitas di Jateng bersama aliansi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Jawa Tengah Menggugat (GERAM) yang dinilai mulai ricuh saat berunjuk rasa menolak pengesahan Revisi UU Pilkada di sekitar Kompleks Gedung DPRD Jateng, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (22/8/2024). Aksi tersebut merupakan bagian dari gerakan peringatan darurat Indonesia yang viral di media sosial seusai DPR RI mengabaikan putusan MK. ANTARA FOTO/Aji Styawan/wpa.

tirto.id - Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Semarang mengecam adanya tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian kepada massa aksi di kompleks kantor DPRD Jawa Tengah di Semarang, Kamis (22/8/2024).

Seturut data yang dihimpun AJI Semarang, tindakan represif aparat itu menyebabkan 18 orang jadi korban dan harus dilarikan ke rumah sakit. Rinciannya, 15 korban dibawa ke RS Roemani, 1 di RS Pandanaran, 1 di RSUP Kariadi, dan 1 di RS Tlogorejo.

Ketua AJI Semarang, Aris Mulayawan, menyatakan prihatin atas tindakan represif aparat kepolisian tersebut. Apalagi, ada anggota AJI dan pers mahasiswa (persma) yang turut menjadi korban saat meliput unjuk rasa.

"Ada anggota kami dan persma yang menjadi korban pada saat peliputan sehingga harus dirawat ke rumah sakit," ujarnya.

Oleh karena itu, Aris mendorong agar awak media mendukung masyarakat yang melakukan aksi pengawalan demokrasi atas upaya Baleg DPR RI menganulir Putasan MK perihal aturan pilkada.

"Jurnalis harus jaga demokrasi. Demokrasi di negeri ini terancam. Berkali-kali penguasa melakukan penyimpangan kekuasaan dalam proses legislasi, terakhir berupaya menganulir putusan MK terkait Pilkada," terangnya.

Menurut Aris, media massa sebagai pilar keempat demokrasi sudah seharusnya menjaga demokrasi. Hal itu di antaranya ditunjukkan dengan pemberitaan-pemberitaan yang mendorong untuk penegakan demokrasi.

"Pers dan jurnalis tidak boleh lagi melunak pada upaya-upaya kekuasaan yang hendak melumpuhkan demokrasi. Bila Putusan MK bisa mereka anulir dalam waktu sekejap, bukan tidak mungkin undang-undang yang menjamin kebebasan pers, berpendapat dan berekspresi, pelan-pelan dilucuti dengan mudah sampai kita menuju era kegelapan," ungkapnya.

Dengan demikian, media massa harus memainkan peran sebagai kontrol dengan kritik yang tajam kepada pemerintah.

Perlu diketahui, aksi demonstrasi yang diikuti ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di kompleks DPRD Jawa Tengah di Semarang berakhir ricuh.

Awalnya, aksi berjalan kondusif di depan gedung DPRD. Kemudian, massa bergeser menuju gerbang samping utara kantor DPRD dan di sinilah mulai terjadi kericuhan.

Saling dorong antara massa aksi dan polisi tak terhindarkan. Polisi kemudian menembaki massa aksi dengan gas air mata dan mobil water cannon. Bahkan, polisi melakukan pengejaran kepada massa yang masih bertahan.

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK atau tulisan lainnya dari Baihaqi Annizar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Fadrik Aziz Firdausi