tirto.id - Sehari sebelum masa kampanye calon Gubernur DKI Jakarta berakhir, posko tim pemenangan Agus Harimurti Yudyono dan Sylviana Murni di Wisma Proklamasi ramai didatangi simpatisan dan kader partai. Layar besar dibentangkan untuk nonton bareng debat terakhir. Biduan dangdut menyemarakkan suasana sore sebelum debat.
“Tolong para pendukung Agus-Sylvi untuk berkumpul di tenda. Mohon kumpul supaya saat disyuting televisi kelihatan ramai,” kata pemandu acara begitu lagu selesai.
“Lampu taman dimatikan, biar semua merapat ke panggung. Pak Dadang, dimatikan saja lampunya. Jangan ada yang di taman,” katanya lagi.
Pada peringatan ketiga barulah lampu taman mati dan para pendukung Agus-Sylvi merapat ke panggung. Kursi-kursi langsung penuh. Sepanjang debat, penonton bertepuk tangan untuk Agus, bersorak “Hu...” untuk Ahok, dan tepuk tangan malu-malu untuk Anies.
Suasana lebih meriah lagi sehari setelah debat. Ribuan pendukung Agus-Sylvi berkumpul di Gedung Olahraga Soemantri, Kuningan, Jakarta Selatan, untuk mengikuti kampanye akbar bertajuk “Satukan Jakarta”. Di atas panggung Agus berorasi dan meyakinkan massa untuk memilihnya.
Agus berteriak, “Coblos nomor?” Penonton segera menjawab tak kalah kencang: “Satu!” Itu terus diulang-ulang.
Sejumlah artis ibukota meramaikan kampanye itu. Ada penyanyi dangdut Cita Citata, grup musik Wali, Maliq & D'Essentials, dan Tipe X, serta penyayi pop Virza. Susilo Bambang Yudhoyono, pendiri Partai Demokrat, presiden ke-6 sekaligus ayah Agus, turut menyanyi dengan lagu gubahannya, “Tuhan, Kirimkanlah aku Gubernur yang Baik Hati.”
“Itu kegiatan terakhir Agus. Sebelumnya itu debat. Sebelum debat hanya acara internal,” kata Imelda Sari, juru bicara Partai Demokrat, partai utama pengusung Agus-Sylvi, kepada reporter Tirto. “Kalau sekarang umroh,” tambahnya.
Agus juga, pada hari terakhir kampanye, mendatangi Aksi 112 di Masjid Istiqlal, ikut salat subuh. Selain hadir pula Hatta Rajasa, besan Yudhoyono, dan mantan menteri pendidikan Mohammad Nuh—keduanya dari Partai Amanat Nasional, partai pendukung Agus-Sylvi.
Kunjungan mereka ke Aksi 112 berusaha dijernihkan oleh Rachland Nashidik, juru bicara Agus-Sylvi. Ini lantaran muatan aksi itu yang mengusung semangat anti-Ahok. Rachland berkata kehadiran Agus-Sylvi di sana sebagai “komitmen [mereka] untuk mencintai kebhinekaan tanpa memusuhi Islam.” Selain PAN, partai bernuansa Islam yang mendukung Agus-Sylvi adalah Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan.
Usai kegiatan di hari terakhir, 11 Februari, rumah pemenangan Agus-Sylvi tampak lengang. Hanya ada beberapa relawan dan simpatisan.
Spanduk Seruan Muslim Pilih Agus-Silvi
Di jalanan, spanduk-spanduk pasangan calon sudah dicopoti, meski tidak semua. Ada beberapa yang masih terpasang. Di antaranya pamflet-pamflet ajakan untuk memilih Agus-Sylvi. Setidaknya ada tiga pamflet yang menarik perhatian. Pamflet itu menggunakan desain serupa, hanya berbeda tulisan dan warna latar belakang.
Pada pamflet warna hitam ditulisi “Kami Muslim, Kami Agus-Sylvi”, pamflet hijau “PW NU DKI Jakarta Dukung Agus-Sylvi, Kami Keluarga NU Pilih Agus-Sylvi”, dan pamflet biru “Jaringan Santri Indonesia Dukung Agus-Sylvi, Kami Santri Pilih Agus Sylvi”.
Pamflet-pamflet ini menyebar hampir merata. Reporter Tirto setidaknya mendapatinya di kawasan Kemang, Pejompongan, Cipulir, Cipinang, Pasar Minggu, dan Kalibata. Ia ditempel pada tiang listrik, tiang telepon, dan tembok-tembok di pinggir jalan. Ia mulai terlihat seminggu sebelum masa kampanye berakhir.
Pamflet-Pamflet itu menegaskan sasaran pendulangan suara: massa Islam. Massa yang sebenarnya juga digarap oleh pasangan nomor tiga, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Slogan yang menonjolkan politik identitas muslim dipakai oleh kedua kandidat itu untuk meraup suara. Menjelang pemungutan suara, beberapa lembaga survei yang kredibel merilis hasil polling yang menggambarkan penurunan angka elektorat bagi Agus-Sylvi.
Sehari sebelum debat terakhir, survei Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas Agus-Sylvi anjlok. Pada Desember 2016 elektabilitasnya 37,1 persen, tapi pada Februari 2017 menjadi 28,2 persen. Pesaingnya justru naik. Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat naik dari 33 persen menjadi 36,2 persen. Sementara Anies-Sandi dari 19,5 persen menjadi 28,5 persen.
Lembaga Indikator juga merilis hasil polling pada akhir pekan lalu. Dibandingkan hasil survei pada Januari lalu, dukungan pada Ahok-Djarot naik dari 38,2 persen menjadi 39,04 persen, urutan kedua Anies-Sandi dari 25,8 persen menjadi 35,36 persen, dan terakhir Agus-Sylvi dari 23,6 persen menjadi 19,45 persen.
Imelda membantah adanya penggunaan sentimen agama itu. “Itu bukan kami yang membuatnya, mungkin ada pendukung Agus yang membuatnya, kami tidak tahu,” tegasnya.
Bantahan juga datang dari Ketua PKB DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas. Menurutnya PKB tidak membuat pamflet-pamflet itu apalagi menyebarnya. Yang dilakukan PKB sebagai partai pendukung adalah mendatangi basis untuk memastikan Agus menang.
“Bukan kami, kalau tulisannya adalah NU, coba tanyakan ke NU,” kata Ilyas.
Pengurus wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta juga membantah bahwa mereka memberikan dukungan kepada Agus-Sylvi. Taufik Damas, wakil ketua Khatib Syuriah PWNU DKI Jakarta, menegaskan jika NU tidak memihak calon gubernur mana pun. Ia menuding jika pamflet itu adalah klaim sepihak yang mengatasnamakan organisasi.
“Pengurus memang pernah bertemu dengan Agus, tapi tidak ada keputusan mendukung Agus. NU bukan partai politik,” katanya saat dihubungi reporter Tirto, Minggu (12/2).
Kini masa kampanye sudah berakhir. Sisa pamflet-pamflet di tiang listrik itu menjadi seruan kepada umat muslim agar memilih Agus, sekaligus doa-doa yang dipanjatkan Agus di tanah suci Mekah. Apakah itu akan efektif mendulang perolehan suara dan berujung pada kemenangan?
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam