tirto.id - Rumah Lembang di Menteng, Jakarta Pusat, posko relawan Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, setiap hari, sepanjang masa kampanye, selalu diramaikan para simpatian dan kader partai pengusung pasangan nomor dua itu. Ia juga dipakai sebagai tempat nonton bareng debat kandidat, disertai acara bincang-bincang, musik, dan komedian tunggal.
Rumah yang disewa selama setahun itu juga jadi tempat rutin warga DKI Jakarta bertemu dengan Ahok-Djarot. Warga yang datang biasanya melemparkan keluh-kesah soal pelbagai persoalan Jakarta.
Bambang Waluyo Wahab, wakil ketua pemenangan Basuki-Djarot, mengatakan Rumah Lembang juga dipakai buat merespons beragam persoalan yang dihadapi Ahok-Djarot, termasuk persidangan yang dijalani Ahok atas dugaan penodaan agama sejak Desember tahun lalu dengan saran-saran dari para pengacaranya.
“Rumah ini juga tempat berkumpul komunitas relawan, menukar informasi antar-komunitas relawan dan kegiatan relawan,” ujar Bambang, Jumat (10/2). Di antara komunitas itu DKI Satu vote Jakarta, Komunitas Kita Ahok, Komunitas Jakarta Kerja, Komunitas Teman Ahok Hong Kong, Komunitas Muda Mudi Berkarya, Forum Jakarta Ahok-Djarot, Aksi Badja, Ahok by Heart, dan sebagainya.
Selain Rumah Lembang, Ahok-Djarot memiliki dua markas di Jalan Borobudur No. 18 dan Jalan Proklamasi—keduanya di Jakarta Pusat. Rumah Borobudur berfungsi untuk kegiatan rapat internal para petinggi parpol pengusung Ahok-Djarot.
Menurut Bambang, sejak sebulan lalu, tim pemenangan mulai meningkatkan frekuensi blusukan. Dari dua lokasi menjadi tiga lokasi, dilakukan setiap partai pengusung, dana rapat rutin saban hari. Selain PDI Perjuangan sebagai partai utama, partai lain yang mengusung Ahok-Djarot ialah Partai Golkar, Nasdem, dan Hanura.
Posko di Proklamasi, berdekatan dengan kantor Majelis Ulama Indonesia, dipakai untuk serangkaian rapat yang melibatkan Ahok-Djarot.
“Posko ini sama-sama besar dan penting. Kita bekerja sesuai dengan fungsi masing-masing. Saling terkait dan melengkapi,” ujar Bambang. Posko tim sukses itu belum termasuk posko relawan seperti Teman Ahok di Pejaten, Jakarta Selatan.
Selama ini Teman Ahok, sebelum kandidatnya diusung oleh partai, dikenal dengan kegiatan menghimpun KTP Jakarta saat masih bersemangat memakai jalur independen. Sesudahnya, selama beberapa bulan, mereka melakukan penggalangan dana termasuk lewat acara makan malam bersama Ahok, selain membuat kampanye.
Peran utama lain relawan ini mendatangi warga dari pintu ke pintu untuk survei sekaligus mendata masyarakat menengah ke bawah yang menggunakan Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS).
“Relawan yang digerakkan untuk pendataan itu mencapai 13 ribu orang,” kata Amalia Ayuningtiyas, pendiri sekaligus juru bicara Teman Ahok. Targetnya, seorang relawan bisa mendata minimal 40 rumah selama masa kampanye, dari 26 Oktober 2016 – 11 Februari 2017.
“Banyak juga tanggapan baik dari masyarakat terhadap kegiatan Ahok, ada yang simpatik tapi ada juga yang menolak,” kata Amalia, menambahkan bahwa debat calon gubernur dan wakil gubernur juga ikut membantu kerja relawan di lapangan.
Sejak kegiatan itu digelar, Teman Ahok telah menjaring sekitar 350 ribu rumah, klaim Amalia.
Menerjunkan 13 ribu saksi utama di TPS
Dua hari menjelang pencoblosan, partai pengusung Ahok-Djarot bikin persiapan menjaga kotak suara di tempat pemungutan suara (TPS), dengan menerjunkan 13.023 saksi—jumlah TPS di seluruh Jakarta.
Menurut Ace Hasan Syadzily, sekretaris tim pemenangan Ahok-Djarot, para saksi ini diberi pembekalan menjelang hari pencoblosan, 15 Februari mendatang. Misalnya, mengenalkan bagaimana menjaga surat suara di TPS serta mendokumentasikan potensi kecurangan dan perhitungan suara hingga ke tingkat provinsi.
Karena ada 13 ribu lebih TPS, partai pengusung juga menyiapkan sekitar 5 saksi relawan yang mendampingi saksi utama. Tugasnya, mengawasi proses pemungutan suara agar tidak ada intimidasi dan tidak ada upaya pembelokan suara. Mereka juga bertugas sebagai satgas yang mengawasi politik uang di hari pencoblosan.
Hasan yakin bahwa Ahok-Djarot bisa meraih suara tertinggi. Hitungan-hitungan dari hasil pemilu legislatif 2014, katanya, memperkuat keyakinannya: ada 52 kursi parlemen DKI Jakarta dari partai pengusung. Masing-masing, 28 kursi PDI-P, 10 kursi dari Hanura, 9 kursi dari Golkar, dan 5 kursi dari Nasdem. Sementara Partai Persatuan Pembangunan (10 kursi), yang semula mendukung Agus-Sylvi, pecah kongsi. Kubu Djan Faridz menyatakan dukungan resmi kepada Ahok-Djarot pada akhir November 2016.
“Kalau target kita mau menetapkan setinggi-tingginya, dong. Kita ingin menang dalam satu putaran,” kata Hasan via telepon, Minggu (12/2).
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam