tirto.id - 16 September 2016, 400 anggota Forum RT/RW dari Jakarta Timur dan Jakarta Pusat mendatangi Balai Kota Jakarta. Siang itu mereka menolak kepemimpinan sang petahana dan aplikasi Qlue. Ini adalah buntut dari kebijakan Ahok yang meminta RT/RW melaporkan kegiatannya minimal tiga kali sehari lewat Qlue sejak Mei 2016. Qlue adalah aplikasi lokal di bawah PT Qlue Performa Indonesia yang jadi mitra Pemprov DKI, dibuat untuk melayani curhat warga Jakarta dan menopang kinerja pemerintahan Ahok.
Mereka geram ketika mendesak Ahok agar mengevaluasi kebijakan itu justru menuding pengurus RT/RW, yang enggan memakai Qlue, terusik karena "lapak duit" mereka terbongkar. Setiap laporan pada aplikasi Qlue diberi insentif Rp10 ribu untuk RT dan Rp12.500 untuk RW. Kelak, saat pelaksana tugas gubernur Sumarsono menangani Pemprov Jakarta—selagi Ahok-Djarot bertarung dalam Pilkada—kebijakan itu dihapus pada Januari 2017.
“Sikap arogansi itulah yang membuat kami membangun komunitas Forum RT/RW,” kata Lukmanul Hakim, penggagas Forum RT/RW se-DKI Jakarta via telepon kepada reporter Tirto, beberapa waktu lalu.
Mantan Sekjen Forum RT/RW ini mengklaim semula Forum enggan berpihak kepada salah satu kandidat gubernur DKI Jakarta. Tetapi sentimen terhadap Ahok tetap dan terus diawetkan saat sang petahana berkata "berhenti saja jadi ketua RT" bila menolak kebijakannya.
Kisruh dan polemik antara Ahok dan Forum RT/RW sepanjang Mei hingga Oktober 2016 membuat lawan politik sang petahana memanfaatkan momentum tersebut. Lawan-lawan politik Ahok, yang akan bertarung dalam Pilkada Jakarta 2017, merangkul RT/RW yang aspirasinya diabaikan itu. Forum RT/RW mendukung pasangan calon gubernur asalkan "bukan Ahok."
Konsolidasi Politik Forum RT/RW dalam Pilkada Jakarta
Dua hari setelah demo di Balai Kota, Forum RT/RW membuat rapat besar bertajuk "Memilih Pemimpin Santun dan Pro Rakyat." Dalam rapat ini mereka sepakat menolak kepemimpinan Ahok. Acara ini dihadiri politikus Amien Rais dalam kapasitas sebagai ketua dewan pembina Partai Amanat Nasional (PAN), Yusril Ihza Mahendra sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang, serta Aliansi Masyarakat Jakarta Utara dan Front Pembela Islam.
Amien, yang mengenakan baju koko putih, berdiri dan berseru di depan ratusan orang untuk "tidak memilih" calon gubernur yang merujuk Basuki Tjahaja Purnama.
"Maka sangat berbahaya kalau kita sampai digubernuri oleh orang yang modelnya benci orang kecil, sombongnya menyundul langit, dan merasa benar sendiri," demikian propaganda Amien Rais.
Konsolidasi politik ini berlanjut dalam agenda pertemuan antara Anies Baswedan dan Forum RT/RW. Hakim berkata, pertemuan ini digelar di rumah Boy Sadikin, putra Ali Sadikin, di Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, pada 30 September 2016. Forum membicarakan sembilan aspirasi politik kepada pasangan calon Anies-Sandiaga Uno. Salah satunya mengenai "penataan dan penguatan" kelembagaan RT/RW. Namun, Hakim membantah poin itu adalah kontrak politik.
"Bukan kontrak politik, hanya aspirasi dan masukan kepada Pak Anies," ujar Hakim. Begitu pula terhadap pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni.
Kemesraan politis antara Forum RT/RW berlanjut usai kemenangan Anies-Sandiaga. Anies memakai koko putih menghadiri milad pertama sekaligus pelantikan pengurus baru Forum RT/RW DKI Jakarta periode 2017-2022 di Sunlake Hotel, Sunter, Jakarta Utara, pada 17 Juni 2017. Anies juga menghadiri undangan Forum RT/RW wilayah Jakarta Utara.
Relasi politik antara kandidat gubernur dan para ketua RT/RW dalam Pilkada Jakarta bukanlah hal baru, meski pemilihan gubernur 2017 di Jakarta paling terpolarisasi dalam sentimen agama. Gubernur Sutiyoso, misalnya, merangkul RT/RW untuk mengamankan periode kedua pada Pilkada Jakrta 2002.
Kemenangan Bang Yos diganjar lewat alokasi dana operasional RT/RW sebesar Rp150 ribu per bulan—diduga bermotif politis sebagai pemenuhan janji kampanye. Dalam satu kesempatan Anies Baswedan berjanji akan menaikkan uang operasional RT/RW sebesar Rp2 juta untuk RT dan Rp2,5 juta untuk RW.
Dampak Saat dan Setelah Pilkada
Meski sinyalemen Forum RT/RW semakin politis dalam panggung Pilkada Jakarta, Ahok terus saja melaju dengan gagasan pemakaian aplikasi Qlue. Ahok bahkan sesumbar kepada wartawan "bahwa saya tidak memanfaatkan RT/RW untuk menjadi gubernur. Kamu lihat pilkada langsung di seluruh Indonesia. Pernah enggak perangkat pemerintah menentang kepala daerahnya? Enggak ada." Situasinya pun diperdalam dengan propaganda dan sentimen agama.
Buntutnya, dalam lawatan kampanye putaran pertama dan kedua, Ahok dan Djarot Saiful Hidayat ditolak di beberapa wilayah. Misalnya saat kampanye di Rawa Belong, Ahok ditolak oleh sekelompok orang yang mengklaim warga daerah tersebut. Ia juga ditolak di Cilincing dan di Pasar Minggu. Djarot juga sempat diusir warga yang hadir dalam peringatan meninggal Soeharto di Taman Mini Indonesia Indah serta ditolak secara halus di Kelurahan Jati Padang.
Endang Kosasih, Ketua RT 07/RW 05 Kelurahan Jati Padang, mengklaim bahwa banyak pengurus RT/RW yang bikin blok saat Pilkada dan menunjukkan ketidaksukaan ketika ada agenda kampanye Djarot di wilayahnya.
"Djarot datang ke wilayah RW 05, cuma saya yang nemuin. Satu dari 12 RT yang ada, cuma saya saja yang bertemu. Yang lain enggak ada karena sudah berat kepada calon sebelah," kata Kosasih.
Hal serupa diungkapkan Nurdayat, Ketua RT 001/RW 007 Kelurahan Sukabumi Utara. Di wilayah dengan basis PPP, Gerindra dan PKS itu, Nurdayat berkata "masih banyak RT/RW" yang menjadi anggota parpol dan mendukung Anies-Sandiaga saat Pilkada lalu. "Bahkan mereka merangkap dari kepala RT/RW, tim sukses dan Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara untuk mendukung jagoannya," ujarnya.
Ketika Anies-Sandiaga diumumkan sebagai pemenang, pasangan ini harus memenuhi janjinya terhadap Forum RT/RW. Salah satu poinnya menaikkan honor kader juru pemantau jentik demam berdarah, Posyandu, dan PKK. "Totalnya ada 12 poin dan semuanya sudah diakomodasi oleh Pak Anies," kata Lukmanul Hakim, penggagas Forum RT/RW.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam