Menuju konten utama

Ketika Ahok Ditolak di RW 3 Namun Diterima di RW 7

Kisah kampanye blusukan Ahok di Pondok Kopi. Ditolak di RW 03, namun disambut hangat di RW 07.

Ketika Ahok Ditolak di RW 3 Namun Diterima di RW 7
Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (tengah) menyapa warga saat melakukan "blusukan" di kawasan Bali Mester, Jatinegara, Jakarta, Selasa (15/11). Ahok tidak menghadiri gelar perkara terkait kasus dugaan penistaan agama sebagai terlapor dan ia lebih memilih melakukan "blusukan" untuk menyerap aspirasi warga. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./aww/16.

tirto.id - Kunjungan Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kampung Rawadas, Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Kamis (17/11/2016) sempat memicu suasana panas. Sejumlah warga dikabarkan menolak kehadiran pria yang akrab disapa Ahok itu.

Namun Ahok menilai publik tetap menerima kedatangannya meskipun sudah menjadi tersangka. Mantan Bupati Belitung Timur ini menegaskan tidak ada penolakan sama sekali selama blusukandi Pondok Kopi.

"Kamu lihat tadi? Semua datangin. Nggak ada penolakan. Nggak ada penolakan sama sekali. Satu rumah malah kasih saya minum lagi," tutur Ahok di RW 07, Pondok Kopi, Jakarta, Kamis (17/11/2016).

Meskipun menerima respons positif saat blusukan, ia mendapat laporan bahwa ada sekelompok warga menolak dirinya blusukan. "Saya nggak tahu. Kalau berani nyerangke sini ya kita lihat saja," tutur Ahok.

Wakil Ketua DPC PDIP Jakarta Timur Jamaludin mengamini pernyataan Ahok. Ia mengatakan ada sejumlah warga yang dikabarkan berencana menolak kampanye Ahok.

"Sudah pada kumpul," ujar Jamaludin kepada Tirto.

Jamaludin menjelaskan, massa yang berkumpul sebelum kedatangan Ahok mencapai 70 orang. Begitu kampanye dimulai, orang-orang ini diarahkan untuk tidak terlihat di depan umum. Mereka meminta bantuan pihak kepolisian untuk mengatur dan memblokade masyarakat yang menolak.

Tidak lama kemudian, tim negosiator PDIP pun menemui mereka dan berdialog. Dalam dialog tersebut, mereka bukan menolak kehadiran Ahok di RW 07, tetapi menolak sang calon gubernur nomor urut 2 berkampanye di lingkungan wilayah RW 03.

"Yang terpenting, negosiasinya Pak Ahok tidak masuk RW 03," tutur JamaLludin.

Menguak Alasan

Tirto melakukan penelusuran terkait informasi penolakan warga RW 03 Pondok Kopi kepada Ahok. Mukhsin (44) adalah salah seorang warga yang menjadi penengah saat negosiasi berlangsung antara tim sukses Ahok dan warga RW 03 di Pondok Kopi. Pria yang bekerja sebagai pemborong ini mengatakan, mereka sebenarnya tidak mau merusak kampanye Ahok di RW 07.

"Jadi begini, kita gak sempat mengganggu, sama sekali tidak sempat mengganggu Pak Ahok sama sekali. Kita hanya mencegah di kampung kita jangan sampai Pak Ahok masuk ke wilayah Rawadas," tutur Mukshin kepada Tirto.

Mukhsin membenarkan sempat ada cekcok antara warga dengan tim sukses sebelum kedatangan Ahok. Semua berawal saat warga mendapat informasi Ahok akan berkampanye di wilayah mereka pada Kamis (17/11/2016) dini hari. Petugas Bimas lingkungan bertanya kepada warga terkait kemungkinan ada penolakan dari warga.

"Bimas kasih tahu warga di sini ada yang ikut menolak Ahok nggak?'" tiru Mukhsin.

Berangkat dari informasi tersebut, Mukhsin menanyakan langsung ke Ketua RW 03. Sang Ketua RW pun membenarkan Ahok akan berkampanye di sekitar lingkungan RW 07, bukan RW 03. Mereka pun akhirnya tetap beraktivitas seperti biasa. Tidak ada rencana sama sekali untuk menghadang Ahok.

Namun, semua berubah pada Kamis siang hari. Sekelompok simpatisan PDIP, jumlahnya sekitar 100 orang, melewati kawasan RW 03. Dengan mengenakan atribut merah-merah, simpatisan ini meneriakkan yel-yel Ahok. Mendengar hal tersebut, warga khawatir Ahok akan bergerak kampanye ke kampung mereka di RW 03.

Sejumlah warga dari RT 1 sampai RT 10 yang masuk wilayah RW pun berkumpul di posko Forum Betawi Rempug (FBR). Apalagi, menurut Mukhsin, pandangan mata para simpatisan PDIP dinilai tidak simpatik kepada warga. Sekitar 200 orang warga pun merespons. Warga dan simpatisan sempat bersahut-sahutan di jalan dan sempat hampir ricuh.

Sebagai tambahan informasi, FBR adalah salah satu ormas di Jakarta yang aktif menentang Ahok. Jauh sebelum Ahok tersandung dugaan penistaan agama, FBR sudah kencang menyuarakan penolakan Jakarta. Mereka getol menuntut agar gubernur atau wakil gubernur diisi oleh warga "asli" Jakarta. Pada dua kali demonstrasi menuntut Ahok diadili dalam kasus dugaan penistaan agama, baik aksi pada 14 Oktober maupun 4 November, FBR turut bergabung.

Kebetulan saat itu Mukhsin sedang bersama Kapolsek Duren Sawit Kompol Yudho Huntoro dan Kanit Intel Polsek Duren Sawit AKP Edy Susanta dan sejumlah anggota kepolisian yang mengamankan kampanye Ahok di Pondok Kopi. Mereka langsung menenangkan warga dan menjadi mediator agar perwakilan warga dengan tim kampanye bisa berdialog mencari jalan keluar.

INFOGRAFIK TUNGGAL Pro dan Kontra Ahok

Pria yang juga aktif di majelis taklim ini menjelaskan, penolakan yang dilakukan warga terjadi karena sejumlah faktor. Pertama, pria yang karib dipanggil Peter ini mengatakan, warga menolak kehadiran Ahok di RW 03 karena Ahok tidak memegang izin kampanye di RW mereka. Mereka khawatir, Ahok akan menyalahgunakan izin dengan berjalan blusukan ke RW mereka.

Kedua, Mukhsin berpendapat Ahok sebaiknya tidak mendatangi RW 03. Ia beralasan, tidak sedikit warga Rawadas antipati akibat status tersangka yang melekat pada Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama. Menurut Mukhsin, Ahok tidak seharusnya berkampanye, tetapi dijebloskan ke penjara.

"Masa yang lain-lain ditangkap dia nggak?" tanya Mukhsin.

"Jujur aja di sini ngomongin politik tuh males. Maunya di sini mikirin bagaimana cara dapat duit," jelas Mukhsin.

"Jadi silahkan dia mau berkampanye, mau blusukan di wilayah lain nggak masalah. Kita nggak melarang karena ada di peraturan perundang-undangannya. Yang saya harapkan beliau nggak masuk Rawadas karena Rawadas nggak ada yang pro sama dia. Percuma juga dia mau di sini," tutur Mukhsin.

Tidak Sepenuhnya Menolak

Ketua RT 06 RW 07 Pondok Kopi, Jakarta Timur, Edarmawan (62), membenarkan adanya kericuhan di dekat tempat kampanye Ahok. Pria yang akrab disapa Wawan ini mengatakan, massa yang menghadang kebanyakan masih di bawah umur.

"Kebanyakan ikut demo itu pelajar," tutur Wawan kepada tirto.id di rumahnya, Pondok Kopi, Jakarta, Jumat (18/11/2016).

Wawan mengaku, penolakan tersebut memang sudah diantisipasi oleh dirinya dan petugas. Ia mengatakan, kepolisian dan Bimas sudah memperhitungkan sejak muncul rencana Ahok berkampanye di wilayahnya seusai kampanye di Ciracas beberapa waktu lalu.

Pada Rabu (16/11/2016), menjelang Magrib, Wawan mengaku dirinya dicari kepolisian. Wawan diberitahu bahwa Ahok berencana untuk blusukan di kampungnya. Ia pun langsung membantu semampunya untuk pengamanan Ahok.

Sekitar pukul 12.00 WIB sebelum Ahok blusukan, Wawan mendapat informasi ada cekcok di dekat tempat blusukan. Ia langsung memantau tempat kejadian yang berada di sebuah pos Forum Betawi Rempung (FBR) yang memang dekat dengan RW 03. Saat itu, ia mengaku sudah melihat sekitar 50 orang lebih menunggu di depan pos FBR. Ia memperkirakan cekcok warga dengan simpatisan terjadi usai Dzuhur atau sekitar pukul 12.00 WIB. Penghadangan itu pun diperkirakan bubar sekitar pukul 13.00 WIB, sesaat setelah Ahok tiba di tempat blusukan.

Sebagai tambahan informasi, FBR adalah salah satu ormas di Jakarta yang aktif menentang Ahok. Jauh sebelum Ahok tersandung dugaan penistaan agama, FBR sudah kencang menyuarakan penolakan Jakarta. Mereka getol menuntut agar gubernur atau wakil gubernur diisi oleh warga "asli" Jakarta. Pada dua kali demonstrasi menuntut Ahok diadili dalam kasus dugaan penistaan agama, baik aksi pada 14 Oktober maupun 4 November, FBR turut bergabung.

Menurut Wawan, penghadangan terjadi akibat datangnya simpatisan PDIP dari sisi berlawanan. Kebetulan, tempat blusukan Ahok dekat dengan kantor DPAC PDIP. Simpatisan pun melintas di depan posko FBR. Ia melihat masyarakat RW 03 yang sedang nongkrong menduga Ahok akan masuk ke lingkungan mereka bersama para simpatisan. Akan tetapi, ternyata hanya simpatisan yang ada dalam pawai tersebut, bukan Ahok.

"Yang dihadang bukan Ahok-nya, tapi rombongan dari PDI Perjuangan," jelas Wawan.

Wawan mengaku, masyarakat RW 07 mengapresiasi kehadiran Ahok. Ia melihat respon positif warga saat sang mantan Bupati Belitung Timur tiba di lingkungannya. Ahok sempat ditahan berkali-kali oleh warga saat blusukan. Tidak sedikit warga meminta foto sepanjang jalan selama blusukan. Ia mengaku kewalahan dalam menangani blusukan Ahok kemarin.

"Capek bener," ungkap Wawan saat menanggapi kisah blusukan Ahok di kampungnya.

Ia mengatakan, kehadiran Ahok tidak hanya menjadi magnet masyarakat umum. Kader partai non-pengusung pun ikut melihat kampanye Ahok.

"Kader PKS, kader tulen datang," tutur Wawan.

Selain kader partai kompetitor, ia melihat ulama yang ada di lingkungannya juga tidak mengganggu kampanye Ahok di RW 07. Dirinya mengapresiasi ulama yang bisa membedakan urusan politik dengan agama sehingga Ahok tetap dapat blusukan hingga selesai. Ia juga bersyukur warga menerima meskipun dirinya sempat terlambat menyampaikan kabar kedatangan Ahok kepada warganya.

"Kita nggakada koordinasi ke warga masyarakat, saat sudah banyak kepolisian baru saya bilang kepada warga kita mau kedatangan tamu. Suka ya diterima, nggak suka tutup pintu," tutur Wawan.

Baca juga artikel terkait PILGUB DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zen RS