Menuju konten utama
Aksi 11 Februari

Unjuk Kekuatan Ormas Islam di Hari Terakhir Kampanye Pilgub

Sejumlah pemuka organisasi Islam, di bawah Forum Umat Islam, merencanakan demonstrasi di hari terakhir kampanye Pilgub Jakarta. Meski tersirat, mereka mengusung seruan memilih pemimpin muslim.

Unjuk Kekuatan Ormas Islam di Hari Terakhir Kampanye Pilgub
Puluhan ribu massa dari Front Pembela Islam dan sejumlah massa dari berbagai ormas lain menggelar aksi menolak Ahok di ruas jalan sekitar Balai Kota Jakarta, Jum'at, (14/10). TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Novel Chaidir Hasan Bamukmin, Sekjen Dewan Pimpinan Daerah Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta, menolak bicara mengenai persiapan aksi 11 Februari atau Aksi 112. Pernyataannya Senin lalu (6/2) saat bertemu dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Mar'uf Amin, di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, menuai masalah. Novel ditegur untuk tidak lagi memberikan pernyataan kepada media.

Saat ditanya siapa yang menegur? Novel bilang, “Nanti tahu sendiri lah.” Sebab ia tak ingin asal omong karena “pernyataannya mewakili Front Pembela Islam kepada media.”

“Saya tidak mau berkomentar, lebih baik tanya Kiai Khaththath (Sekjen Forum Umat Islam), nanti saya kena salah lagi,” katanya kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Kamis lalu (8/2). Senin lalu Novel berkata jika massa yang hadir dalam Aksi 112 diperkirakan tak sebanyak Aksi 212. Untuk diketahui, taksiran massa pada aksi 2 Desember itu—rentetan dari dua aksi sebelumnya—antara 500 ribu hingga 1 juta orang.

“Aksi besok di bawah FUI, bisa tanya kepada beliau. Saya takut salah,” ujarnya, merujuk Muhamamad Al Khaththath, aktivis Islam sejak 1980-an yang bergiat dalam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan mendirikan Forum Umat Islam (FUI) pada 2005.

Di Markas Front Pembela Islam di Petamburan, Tanah Abang, rencana Aksi 112 tidak terlihat seperti gambaran dua pawai damai umat Islam terakhir yang dinamakan “Aksi Bela Islam” tersebut. Di aksi pengujung tahun 2016 itu massa dari pelbagai daerah, tak cuma dari Jakarta, berdatangan ke Petamburan. Selama dua hari terakhir reporter Tirto mendatangi Petamburan untuk melihat suasana persiapan Aksi 112, tapi keadaannya biasa saja.

Ahmad Shabri Lubis, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat FPI, mengatakan bahwa FPI “tetap turun dalam Aksi 112 dan menggerakkan laskar untuk pengamanan aksi.”

“Insyaallah semua pimpinan FPI hadir,” kata Sabri.

Rencananya, pada 11, 12, dan 15 Februari, di bawah koordinasi FUI—sebuah payung sejumlah organisasi Islam—mengagendakan apa yang disebut “Aksi Bela Agama dan Negara”. Pada 11 Februari, rencananya mereka menggelar “Jalan Kaki Sehat Al Maidah 51” dari Masjid Istiqlal menuju Monumen Nasional, lantas ke Bundaran Hotel Indonesia, dan kembali ke Monas.

Pada 12 Februari, mereka memakai Masjid Istiqlal untuk konsentrasi massa untuk apa yang disebut “khataman Alquran.” Selanjutnya, pada 15 Februari, di hari pemilihan gubernur Jakarta, mereka akan salat subuh di Istiqlal, lalu menuju ke tempat pemungutan suara untuk mencoblos dan mengawasi TPS.

Mengusung propaganda “Pegang Teguh Fatwa MUI 2009: Wajib Pilih Pemimpin Muslim,” Aksi 112 ini menjadi sorotan kepolisian lantaran dilakukan pada akhir masa kampanye Pilgub DKI Jakarta. Kepolisian Daerah Metro Jaya melarang rencana aksi karena “kegiatan penyampaian pendapat itu mengganggu kenyamanan dan ketertiban menjelang masa tenang.” Sesuai peraturan Komisi Pemilihan Umum, masa tenang kampanye berlangsung selama tiga hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara

Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Besar Polri, mengatakan izin aksi itu sudah diterima kepolisian.

“Kalau masalah ibadah, kita tidak melarang. Tapi kalau sifatnya ada agenda politik mohon mengindahkan peraturan yang dikeluarkan KPU berkaitan dengan Pilkada,” kata Boy di Mabes Polri Selasa lalu (7/2).

Namun, di hari yang sama, Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, berkata melarang Aksi 112 karena melanggar aturan perundang-undangan. Jika tetap berlangsung, kepolisian bakal mengambil langkah hukum.

“Hari itu kampanye terakhir, kalau mau salat saja, silakan di (masjid) Istiqlal,” katanya dikutip dari Antara.

Di hari Aksi 112, dua kandidat gubernur dan wakil gubernur Jakarta akan menggelar kampanye akbar terakhir. Pasangan Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat menggelar “pesta rakyat' di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Sementara rivalnya, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni bikin acara di Lapangan Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta Selatan.

Bagi Al Khaththath, Sekjen FUI, aksi tetap dilangsungkan. “Jika ada pelarangan, itu menyalahi perundang-undangan,” katanya dalam jumpa pers di gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Kamis (9/2).

INFOGRAFIK HL REVISI

Beda 'Aksi 112' dengan 'Aksi Bela Islam'

Masalahnya, sedikit ada euforia dari rombongan orang, yang terpanggil atau digerakkan sebagai “umat Islam”, yang berangkat ke Jakarta untuk Aksi 112. Ia lebih terbatas pada undangan aksi yang beredar melalui pesan WhatsApp, yang tetap menyerukan titik massa untuk pawai di kawasan Monas dan Masjid Istiqlal.

Ini berbeda dari Aksi 212. Massa Islam, beberapa hari sebelum aksi awal Desember 2016 itu, menaiki bus, kereta, dan bahkan pesawat, untuk sama-sama ke Jakarta dan menginap di sejumlah lokasi, termasuk di Masjid Istiqlal.

Yang terlihat justru pergerakan personel kepolisian dari sejumlah daerah di Jawa untuk membantu pengamanan Pilkada Jakarta. Setidaknya dua kompi Brimob dari Polda Yogyakarta, atau sekitar 200 personel, datang ke Jakarta pada Kamis pekan ini dengan naik kereta Gajahwong. Polda Metro Jaya sendiri mengerahkan 16 ribu personel, termasuk dari pelbagai Polda, untuk tugas pengamanan di 23 ribu TPS, meliputi wilayah Jakarta dan Banten.

Perbedaan lain adalah inisiator aksi. Bila Aksi 212 di bawah koordinasi apa yang disebut “Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI”, Aksi 112 dimotori oleh Forum Umat Islam. Dalam gelaran jumpa pers di gedung DDII bahkan tak terlihat pentolan Gerakan Fatwa MUI. Hanya ada empat orang yang mewakili organisasi Islam dalam konferensi pers tersebut. Mereka adalah Al Khaththath, Ahmad Shabri Lubis, dan Zaenal Abidin dari Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam.

Pada hari yang sama, dua jam setelah Forum Umat Islam menggelar jumpa pers, orang-orang dari Gerakan Fatwa MUI juga memberi keterangan kepada media di rumah dinas Menteri Politik Hukum dan Keamanan Wiranto di Jalan Denpasar, Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka yang hadir antara lain Rizieq Shihab, Bachtiar Nasir, Munarman, dan Zaitun Rasmin.

Pada pukul lima sore, mereka keluar bersama untuk menyampaikan kepada wartawan. Wiranto mengatakan bahwa Aksi 112 “sama sekali tak menyalahi perundang-undangan.”

“Tadi sudah diperbincangkan, bahwa aktivitas yang akan dilakukan betul-betul tidak melanggar hukum yang sudah kita tentukan terkait masalah-masalah unjuk rasa dan menyangkut masalah Pilkada ini,” ujarnya.

Pertemuan dengan pentolan aksi massa Islam untuk menggoyang Ahok sejak ia terseret kasus “penodaan agama”, yang sekaligus sempat menyatukan pelbagai spektrum massa dan gerakan Islam di Indonesia, bukan kali pertama ini.

Pada 1 Februari, Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan, Pangdam Jaya Mayor Jenderal TNI Teddy Lhaksmana, dan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyambangi rumah Ketua MUI Ma’ruf Amin. Kunjungan itu sehari setelah Ma'ruf menjadi saksi ahli di persidangan kasus Ahok, yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.

Dalam persidangan, Ahok menyatakan akan memproses Ma’ruf secara hukum terkait dengan kesaksiannya di pengadilan. Belakangan, Ahok menyampaikan maaf kepada Ma'ruf atas ucapannya tersebut.

Bachtiar Nasir, di depan wartawan usai bertemu dengan Wiranto, membantah ada kesepakatan soal Aksi 112 termasuk pula sejumlah langkah pemidanaan terhadap para pemimpin “Aksi Bela Islam.

“Tidak ada tekanan, kami sangat bahagia sekali,” kata Nasir seraya buru-buru menaiki mobil Pajero Hitam benomor polisi B 1319 SJR.

Baca juga artikel terkait AKSI 112 atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Politik
Reporter: Arbi Sumandoyo & Reja Hidayat
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam