Menuju konten utama
Aksi 11 Februari

Aksi 112: Semula Pawai, Berubah Jadi Istigasah

Aksi 11 Februari akhirnya memutuskan untuk menggelar istigasah di Masjid Istiqlal. Para pendukung aksi bertemu dengan Wiranto, jenderal yang jadi sahabat lama mereka.

Aksi 112: Semula Pawai, Berubah Jadi Istigasah
Rizieq Shihab dari FPI bicara di depan wartawan usai diperiksa empat jam di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (23/1). Rizieq dipanggil sebagai saksi atas dugaan kasus penghinaan rectoverso di lembaran uang baru Bank Indonesia. ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc/17.

tirto.id - Sejumlah organisasi Islam bakal menggelar apa yang disebut "Aksi Bela Agama dan Negara" pada 11 Februari. Mereka terdiri Front Pembela Islam, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Gerakan Nasional Komando Kawal Al Maidah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, dengan motor penggeraknya Forum Umat Islam.

Al Khaththath, Sekjen FUI, menyatakan pada jumpa pers, Kamis (9/2), bahwa aksi tetap dilangsungkan meski ada larangan dari kepolisian. Ia menyerukan agar peserta Aksi 2 Desember tahun lalu ikut turun dalam aksi kali ini. Meski begitu, agaknya jumlah massa takkan sebesar Aksi 212 tersebut.

Mengapa para pentolan aksi tetap ngotot? Apa yang sama dan berbeda dari aksi kali ini?

Polri Melarang Aksi Pawai Menjelang Masa Tenang

Kamis, 7 Februari, Kapolda Metro Jaya Irjen M. Iriawan menyatakan bahwa selama aksi untuk kegiatan ibadah, bertempat di Masjid Istiqlal, pihaknya tidak akan melarang. Tetapi bila mengadakan pawai di sekitar Monas, polisi akan bertindak tegas.

Kepolisian beralasan, aksi dengan pengumpulan massa di jalan raya, di hari terakhir kampanye Pilgub Jakarta dan menjelang tiga hari masa tenang, bisa mengganggu konsentrasi pengamanan proses Pilkada yang dijaga sekitar 16 ribu personel. Meski kebebasan menyatakan pendapat di muka umum dijamin konstitusi, Polri lebih mengedepankan logika ketertiban umum, dengan dikuatkan oleh aturan Komisi Pemilihan Umum.

Rencana aksi berjalan pada 11, 13, dan 15 Februari, dengan konsentrasi massa dilokalisir di Masjid Istiqlal. Awalnya, massa akan bergerak dari Masjid Istiqlal menuju Monas lalu ke Bundaran Hotel Indonesia, dan kembali lagi ke Monas untuk membubarkan diri. Tetapi, perkembangan terbaru, aksi ini hanya akan berupa istigasah, alias berdoa bersama—sebuah tren aksi politik di Indonesia—di Istiqlal.

Gejala perubahan dan konsep aksi sudah muncul sesudah pertemuan antara para pentolan Gerakan Fatwa MUI dengan Menkopolhukam Wiranto di rumah dinasnya, Kamis (9/2). Para pentolan yang bertemu Wiranto adalah Rizieq Shihab, Bachtiar Nasir, M. Zaitun Rasmin, dan Munarman.

Rizieq mengatakan aksi tetap digelar, tetapi hanya akan "berupa zikir dan tausiah" di Masjid Istiqlal. Keputusan ini mempertimbangkan "suhu politik jelang Pilkada DKI Jakarta semakin memanas serta kekahawatiran adanya gerakan provokasi yang tidak sehat dan menimbulkan kaos."

"Sekali lagi Aksi 11 Februari tetap kami lanjutkan mengikuti koridor perundang-undangan yang ada. Dan kami berkomitmen untuk tidak melanggar undang-undang manapun, kami gelar di Istiqlal," kata Rizieq.

Apa yang disebut Rizieq sebagai "kami" berbeda dari langkah FUI, yang dua jam sebelumnya menggelar jumpa pers di Gedung Dewan Dakwa Islamiyah Indonesia. Sekjen FUI Al Khaththath masih ngotot bahwa aksi akan berjalan sesuai rencana. Jumpa pers itu sendiri tidak dihadiri oleh para pentolan Gerakan Fatwa MUI, yang lebih memilih bertamu ke Wiranto.

Ketua MUI Ma'ruf Amin, yang berseteru dengan Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama di ruang persidangan Ahok untuk kasus dugaan penodaan agama, bahkan menyerukan agar "warga Nahdlatul Ulama tidak turun Aksi 112". Isu perseteruan-dan-minta-maaf antara Ma'ruf dan Ahok menjadi salah satu sentimen yang diangkat untuk aksi ini, yang sempat ramai di media sosial dua pekan lalu dengan kata kunci "penghina ulama."

INFOGRAFIK HL jelang aksi 211

Hubungan Wiranto dengan FPI & FUI

Menteri Politik Hukum dan Keamanan Wiranto bukan orang baru dalam lingkaran Front Pembela Islam dan Forum Umat Islam. Sebagaimana politikus lain dalam pertarungan politik di Indonesia pasca-Orde Baru, Wiranto melihat bahwa memelihara hubungan dengan organisasi Islam yang memiliki kemampuan menggalang massa di jalan-jalan, menjadi investasi politik yang berguna.

Pada saat Wiranto hendak diperiksa oleh Komnas HAM pada 2000 dalam kasus Pelanggaran kejahatan kemanusiaan di Timor-Timur, massa FPI menggeruduk kantor Komnas HAM dan meminta Komnas dibubarkan. Ketika ia mencalonkan diri sebagai kandidat presiden pada putaran pertama Pilpres 2004, FPI secara terang-terangan mendukungnya.

Pemilu 2009, berpasangan dengan Jusuf Kalla, kini wakil presiden, FPI kembali menyokongnya. FPI mengeluarkan maklumat dukungan dengan menitipkan amanat yang berbau piagam Jakarta dan anti-Ahmadiyah: “Jaminan kebebasan menjalankan ibadah dan syariat bagi tiap agama sesuai dengan ajaran masing-masing dan pelarangan segala bentuk penistaan dan penodaan terhadap agama apapun."

Tak hanya FPI, FUI juga mendukungnya, sampai-sampai beriklan di Harian Republika. Iklan bertajuk "Piagam Umat Islam" dan ditandatangani oleh Muhammad Al Khaththath ini memuat dukungan untuk “menitipkan amanat umat Islam kepada Capres H.M Jusuf Kalla dan Cawapres H. Wiranto.”

Sore hari kemarin, setelah pertemuan dengan para pentolan Gerakan Fatwa MUI itu, Wiranto melayani para wartawan selama 15 menit. Ia mengatakan Aksi 112 "tetap bisa kita jalani dengan aman dan tertib," sembari menambahkan, pemerintah mempersilakan sejawat lamanya itu untuk "melakukan aksi di Jakarta asal tidak melanggar hukum."

Wiranto juga berbicara tentang "membangun kembali komunikasi" antara dirinya dan petinggi Gerakan Fatwa MUI. Gaya bicaranya semakin keras terlebih saat menyinggung aksi dengan seruan massa besar menjelang hari pemilihan kepala daerah DKI Jakarta.

Ia mengatakan "sudah ada komitmen bersama" antara dirinya dan para pentolan itu dan ia bilang "perlu ada komunikasi lanjutan."

Sejak menjabat Menkopolhukam pada 27 Juli 2016, ini kali pertama Wiranto secara terbuka, di depan wartawan, terlihat lagi bersama Rizieq Shihab, orang yang dikenalnya sejak FPI didirikan pada Agustus 1998.

Baca juga artikel terkait AKSI 112 atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher & Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam