Menuju konten utama
Aksi 11 Februari

Aksi 112: Polisi Melarang, Wiranto Membolehkan

Dihantam jerat pidana, para pentolan “Aksi Bela Islam” yang menyokong aksi 11 Februari mendekati Menteri Polhukam Wiranto.

Aksi 112: Polisi Melarang, Wiranto Membolehkan
Menko Polhukam Wiranto (tengah) berdiskusi dengan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian (kanan) serta Seskab Pramono Anung (kiri) saat memaparkan kepada wartawan terkait evaluasi dan fokus reformasi bidang hukum, Jakarta, Selasa (17/1). ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/foc/17.

tirto.id - Menjelang Aksi 11 Februari, Ketua Gerakan Fatwa MUI Bachtiar Nasir dijerat permasalahan hukum. Statusnya kini masih sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang. Pihak kepolisian menduga ada pelimpahan kekayaan rekening yang selama ini dipakai untuk demo Gerakan Fatwa MUI atas nama Yayasan Keadilan untuk Semua.

Dasar hukumnya, undang-undang tentang yayasan tahun 2004 yang mengatur peruntukan pemakaian dana dari pihak-pihak umum untuk kegiatan tertentu. Bachtiar dipanggil guna dimintai keterangan di Mabes Polri tetapi ia mangkir.

Sebelum Bactiar, satu-persatu pentolan Gerakan Fatwa MUI digiring menjadi tersangka. Ini menggembosi kekuatan seruan untuk aksi-aksi mereka selanjutnya.

Hantaman awal merujuk pada “kelompok pendompleng”—istilah yang dipakai Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada 27 November lalu. Ada sepuluh orang yang ikut bersikap dalam 'Aksi Bela Islam', yang diorganisir oleh Gerakan Fatwa MUI, yang dijemput paksa oleh kepolisian.

Sebulan kemudian, pada 2 Desember, sepuluh orang itu dinaikkan sebagai tersangka. Mereka dituduh melakukan “makar” dan pasal pidana dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Mereka adalah musisi Ahmad Dhani, putri Sukarno Rachmawati, purnawirawan Kivlan Zein, aktivis politik Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, Eko Suryo Santjojo, Adityawarman Thaha, Firza Husein, Jamran, dan Rizal Kobar.

Kasus ini bukan hanya membuat sibuk para tersangka. Beberapa pentolan Gerakan Fatwa MUI, dari Rizieq Shihab, Munarman, hingga Bachtiar Nasir, harus bolak-balik ke Polda Metro Jaya untuk menjadi saksi.

Tak lama setelah itu, Rizieq didera rentetan kasus pidana. Ada beragam laporan yang masuk melalui Polda Metro Jaya dan Mabes Polri. Setidaknya aduan terangkum dalam tiga kasus berbeda. Jenis kasusnya dari dugaan penghinaan Pancasila, penistaan agama, hingga menebarkan ujaran kebencian.

Akhirnya Rizieq ditetapkan sebagai tersangka pada 30 Januari 2017 lewat kasus dugaan penghinaan terhadap dasar negara Pancasila dan pencemaran nama baik Presiden RI Pertama, Sukarno. Kasus ini dilaporkan Diah Mutiara Sukmawati Sukarnoputri, putri Sukarno, ke Mabes Polri pada 27 Oktober 2016. Namun, yang memproses kasus ini ialah Polda Jawa Barat. Setelah mangkir dari panggilan awal, Rizieq dilaporkan akan diperiksa pada hari ini, 10 Februari.

Selain itu, Rizieq menghadapi kasus konten pornografi melalui aplikasi WhatsApp yang melibatkan tersangka makar Firza Husein. Pada 1 Februari, Firza dijemput dan ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Secara beriringan, pihak kepolisian juga menyita bantal, alas tidur, dan televisi di kediamannya. Barang-barang itu dianggap memiliki kesesuaian dengan konten pornografi yang tersebar.

Sejauh ini pihak kepolisian telah memanggil tujuh orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Di antaranya, yang disebut Firza, seseorang bernama “Kak Emma”. Selain itu Mabes Polri memanggil saksi ahli di bidang antropometri. Fungsinya menganalisis dimensi tubuh Firza, apakah memiliki kesesuaian dengan konten pornografi yang beredar di media sosial.

INFOGRAFIK HL jelang aksi 211

Giliran Munarman turut ditetapkan tersangka oleh Polda Bali. Ini terkait ucapannya dalam video yang diunggah di YouTube berdurasi 1:24:19 pada 16 Juni 2016. Video itu berjudul “Heboh FPI Sidak Kompas.” Dalam bukti rekaman tersebut, Munarman menuduh tanpa bukti bahwa pecalang (petugas keamanan adat di Bali) melempari rumah penduduk dan melarang umat Islam salat Jumat.

Ucapan itu memancing reaksi I Gusti Agung Ngurah Harta, pendiri dan pembina Yayasan Sandi Murti, yang mengadukannya ke Polda Bali pada 16 Januari lalu. Penetapan Munarman sebagai tersangka dikuatkan hasil pemeriksaan 26 saksi. Rencananya ia dipanggil hari ini, 10 Februari, oleh Polda Bali.

Zaitun Rasmin, wakil ketua Gerakan Fatwa MUI, menegaskan pelbagai kasus yang mendera rekannya selayaknya harus diproses sesuai mekanisme hukum. Ia berharap tak ada unsur rekayasa.

“Apapun itu secara umum, mau kasus penista umum, mau kasus yang dituduhkan ke GNPF, harus murni hukum. Benar-benar transparan dan dilaksanakan dengan hukum berkeadilan,” kata Zaitun di rumah Dinas Menkopolhukam Wiranto, 9 Februari.

Meski menghadapi sejumlah kasus pemidanaan, para pentolan “Aksi Bela Islam” masih terus mengusung kampanye yang menuntut agar Gubenur Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama segera ditangkap, yang saat ini menjalani sidang dugaan “penodaan agama”.

“Insyaallah, 11 Februari ada jalan sehat. Boleh, kan, ulama ikut jalan sehat? Kita jalan sehat dari Monas ke HI. Ingat jalan sehat 212 tanggal 11 Februari,” kata Rizieq sebulan lalu.

Aksi itu membawa propaganda “Pegang Teguh Fatwa MUI 2009: Wajib Pilih Pemimpin Muslim” yang dikoordinasi oleh Forum Umat Islam, sebuah organisasi Islam militan yang dibentuk pada 2005 mengusung anti-pluralisme dan anti-Ahmadiyah. Otoritas negara—termasuk dari Polda Metro Jaya, Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, Badan Pengawas Pemilu DKI, TNI, dan pemerintah Provinsi DKI Jakarta—melarang Aksi 112.

Larangan itu masih secara eksplisit diutarakan oleh kepolisian sampai Kamis kemarin, 9 Februari. Kapolda Metro Jawa Mochamad Iriawan mengatakan Aksi 112 boleh berlangsung asal tidak ada muatan politik dan dikonsentrasikan di Masjid Istiqlal. Aksi ini berbarengan dengan hari terakhir kampanye dan menjelang masa tenang sebelum pencoblosan Pilgub Jakarta pada 15 Februari, pekan depan.

Wiranto sendiri, sejawat lama Rizieq Shihab dan punya kedekatan politik dengan FPI sejak organisasi ini dibentuk pada 1998, sesudah bertemu dengan pentolan Gerakan Fatwa MUI mengatakan di depan wartawan bahwa “aksi boleh berlanjut asal tak melancarkan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.”

“Tadi sudah diperbincangkan bahwa aktivitas yang akan dilakukan betul-betul tidak melanggar hukum yang sudah kita tentukan terkait masalah-masalah unjuk rasa dan menyangkut masalah Pilkada ini,” katanya.

Baca juga artikel terkait AKSI 112 atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Politik
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana, Arbi Sumandoyo & Reja Hidayat
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam