tirto.id - Buruh di Banten berdemonstrasi menuntut kenaikan upah minimum provinsi, lantas mereka menerobos masuk ke ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim, Rabu (22/12/2021). Akibat kejadian itu, Pemprov Banten mengadukan kejadian itu kepada polisi.
Kini, penyidik Polda Banten telah menetapkan 6 buruh sebagai tersangka.
“Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten segera bertindak dengan mengidentifikasi pelaku berdasarkan dokumentasi yang disampaikan pelapor,” ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan, di Mabes Polri, Senin (27/12/2021).
Keenam buruh yang ditetapkan sebagai tersangka berinisial AP (46), SH (33), SR (22), SWP (20), OS (28), dan MHF (25). Mereka ditangkap pada 25 dan 26 Desember 2021.
“Empat tersangka dikenakan Pasal 207 KUHP, atas nama AP, SH, SR, dan SWP. Kemudian dua tersangka (lainnya) dikenakan Pasal 170 KUHP, atas nama OS dan MH,” kata Ramadhan.
Pasal 207 KUHP berkaitan dengan kesengajaan di muka umum, dengan lisan atau tulisan menghina sesuatu kekuasaan yang ada di Indonesia atau sesuatu majelis umum. Sementara pasal 170 KUHP terkait melakukan kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum bersama-sama.
Sementara, Gubernur Banten Wahidin Halim berujar aksi tersebut bisa menjadi preseden buruk ketika gubernur, bupati, dan wali kota dalam mengambil keputusan.
"Saya pribadi tidak merasa tersinggung. Seharusnya negara memberikan rasa aman. Karena apa yang saya lakukan sesuai dengan peraturan," kata dia di kediamannya, Kamis 23 Desember 2021 pekan lalu dilansir dari Antara.
"Saya serahkan kepada pihak yang berwenang.” Wahidin melanjutkan, gubernur, bupati dan wali kota merupakan pejabat negara yang harus terlindungi dari perbuatan anarkis. Demonstrasi ada aturannya dan disampaikan dengan cara-cara yang baik serta beretika.
Ia bukan takut pada sanksi administratif, namun bagaimana kegiatan ekonomi bisa berjalan dan pengangguran tertanggulangi. UMP dan UMK diputuskan melalui musyawarah. Melalui proses dewan pengupahan dengan indikator dan variabel yang jelas termasuk melibatkan BPS yang mengukur pertumbuhan ekonomi, inflasi, kelayakan hidup dan lain-lain, dilanjutkan kesepakatan Dewan Pengupahan, lantas direkomendasikan kepada Gubernur.
"Penetapan UMP dan UMK itu untuk kepentingan yang lebih luas, tidak hanya untuk buruh-buruh yang di pabrik. Tapi juga untuk yang di perhotelan, pariwisata dan sebagainya yang kalau sekarang karena terdampak pandemi COVID-19 belum pulih," kata Wahidin. Di Indonesia konflik perburuhan terjadi setiap tahun, imbuh dia, Buruh minta naik upah tapi pengusaha enggan menurutinya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto