tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen atau naik Rp225.667 sehingga UMP DKI menjadi Rp4.641.854. Anies mengaku telah melakukan pembahasan bersama semua pemangku kepentingan serta dengan semangat kehati-hatian di tengah mulai berderapnya laju roda ekonomi di wilayah Jakarta.
Anies menegaskan keputusan menaikkan UMP DKI menjunjung tinggi keadilan bagi pihak pekerja, perusahaan, dan Pemprov DKI Jakarta.
“Dengan kenaikan Rp225 ribu per bulan, maka saudara-saudara kita, para pekerja dapat menggunakannya sebagai tambahan untuk keperluan sehari-hari. Yang lebih penting adalah melalui kenaikan UMP yang layak ini, kami berharap daya beli masyarakat atau pekerja tidak turun,” kata Anies di Jakarta, Sabtu (18/12/2021).
Kebijakan tersebut disambut baik buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengapresiasi kebijakan Anies itu. Menurut Said, keputusan merevisi UMP ini adalah bentuk keberanian politik Anies.
Said yang juga Presiden Partai Buruh menuturkan, kenaikan UMP DKI sebesar 5,1% bakal menguntungkan pengusaha. Dia mengutip pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa bahwa kenaikan upah 5 persen bakal menumbuhkan daya beli masyarakat secara nasional hingga Rp180 triliun.
Jika dalam skala ibu kota, Said memprediksikan, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai puluhan triliun. “Jadi bergembiralah pengusaha” kata dia.
Pada 22 November 2021, Gubernur Anies melayangkan surat Nomor 533/-085.15 tentang Usulan Peninjauan Kembali Formula Penetapan UMP 2022 kepada Menteri Ketenagakerjaan RI. Melalui surat itu, Anies sebut kenaikan UMP 2022 di DKI yang sebelumnya hanya Rp37.749,- atau 0,85%, masih jauh dari layak dan tidak memenuhi sebagai keadilan. Alhasil, Anies menaikkan UMP 2022 sebesar 5,1%.
Sayangnya, kabar bahagia bagi para buruh itu diprotes pengusaha. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai Anies telah melanggar regulasi pengupahan terkait revisi besaran kenaikan UMP 2022 sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Hariyadi menuturkan, Anies melanggar ketentuan dalam PP Pengupahan, khususnya Pasal 26 tentang Tata Cara Perhitungan Upah Minimum; Pasal 27 mengenai UMP; serta Pasal 29 mengenai waktu penetapan upah minimum yang seharusnya untuk provinsi selambatnya pada 21 November 2021.
Selain itu, Anies juga dinilai melakukan revisi UMP secara sepihak tanpa memperhatikan pendapat dunia usaha. “Dalam hal ini Apindo DKI Jakarta telah menyatakan keberatannya tersebut karena hal tersebut apabila dilakukan akan melanggar PP 36/2021,” kata Hariyadi dalam konferensi pers daring di Jakarta, Senin (20/12/2021).
Hariyadi juga mengatakan revisi UMP DKI Jakarta yang disampaikan Anies akan menjadikan upaya untuk mengembalikan UMP sebagai jaring pengaman sosial (social safety net) menjadi sulit dilaksanakan.
Menurut dia, UMP merupakan jaring pengaman sosial yang dapat digunakan untuk menerapkan struktur skala upah. Pasalnya, upah minimum merupakan upah yang diterapkan untuk pekerja belum berpengalaman.
“Bisa dibayangkan kalau upah minimum masih gunakan konsep lalu yang upah minimum jadi upah rata-rata, maka ruang untuk memberlakukan struktur skala upah ini jadi sulit. Layer bagi pekerja di atas upah minimum jadi sangat kecil atau bahkan tidak ada. Ini jadi satu masalah juga,” kata dia.
Hariyadi menambahkan revisi UMP juga dinilai akan menimbulkan risiko yang besar bagi pencari kerja baru. Pekerja pemula akan kehilangan kesempatan karena upah minimum tinggi sehingga perusahaan tentu akan memilih pekerja berpengalaman.
“Jadi kesempatan untuk pekerja baru jadi semakin terbatas,” kata Hariyadi.
Apindo bahkan berencana akan menggugat UMP DKI 2022 sebesar 5,1% ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Hal senada diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi. Ia mengaku keberatan dan mendapatkan keluhan dari dunia usaha. Pasalnya sesuai dengan keputusan Dewan Pengupahan DKI yang terdiri dari unsur organisasi pengusaha, pemerintah, serikat buruh, dan akademisi pada November lalu telah menetapkan kenaikan UMP 2022 sebesar naik 0,85% atau Rp37.749 menjadi Rp4.453.935,536.
Keputusan itu juga berpedoman pada PP 36/2021. “Kondisi ini harus dapat dipahami oleh semua pihak,” kata Diana melalui keterangan tertulis yang dikutip Tirto, Senin (20/12/2021).
Diana menyatakan, sebagian besar pengusaha di DKI Jakarta telah menyatakan tetap akan mengikuti UMP 2022 yang telah ditetapkan oleh Dewan Pengupahan DKI Jakarta. “Bahkan ada beberapa dari mereka yang menyatakan belum dapat memikirkan strategi lain, apabila kenaikan UMP 2022 tetap dipaksakan naik sebesar 5,1%,” kata dia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI rerata inflasi di ibu kota selama Januari-November 2021 sebesar 1,08%. Adapun rerata inflasi nasional selama Januari–November 2021 sebesar 1,30%.
Sementara itu, dalam kurun waktu 6 tahun terakhir (2016 - 2021), rata-rata kenaikan UMP DKI Jakarta dengan mempertimbangkan nilai pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional adalah sebesar 8,6%.
Pemprov DKI Hormati Gugatan
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pihaknya menghormati langkah apa pun yang dilakukan oleh para pengusaha, termasuk melakukan gugatan UMP 2022 5,1% ke PTUN. Namun, ia meminta kepada pengusaha agar sebaiknya melakukan musyawarah terlebih dahulu sebelum melakukan gugatan ke PTUN.
“Jadi, mari kita musyawarahkan, diskusikan apa pun masalahnya yang ada di Jakarta ini bisa diselesaikan dengan cara bersama-sama, bersinergi, berkolaborasi,” kata Riza di Balai Kota DKI, Minggu (19/12/2021).
Politikus Partai Gerindra ini menuturkan di masa pandemi COVID-19 ini, pemerintah dan pengusaha sebaiknya membantu para buruh yang banyak terdampak.
“Jadi apa yang diputuskan oleh Pemprov DKI semata-mata untuk kepentingan semua pihak, kepentingan yang baik. Memang tidak ada keputusan yang dapat memuaskan semuanya, tapi ini keputusan yang diambil untuk kepentingan lebih banyak orang,” kata dia.
Sementara itu, Presiden KSPI Said Iqbal mengecam rencana Apindo menggugat Gubernur Anies Baswedan terkait kenaikan UMP 2022 ke PTUN. Dia menilai gugatan tersebut justru akan menimbulkan eskalasi aksi buruh.
“[Rencana gugatan] akan berpotensi menimbulkan eskalasi aksi-aksi buruh yang meluas, tidak hanya di DKI, tapi di seluruh Indonesia,” kata Said dalam konferensi pers secara daring, Senin (20/12/2021).
Respons Kemnaker soal Anies Revisi UMP DKI 2022
Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Chairul Harahap mengaku menyayangkan keputusan Gubernur Anies yang merevisi dan menaikkan UMP DKI Jakarta 2022 sebesar 5,1% menjadi Rp4.641.854.
Apalagi penetapan UMP tidak sesuai dengan regulasi yang ada, yaitu PP nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan pelaksana UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kata dia.
Chairul menegaskan, Kemnaker bersama kepala daerah mesti tunduk dan taat untuk melaksanakan UU dan aturan pelaksananya. Setiap kepala daerah menerbitkan kebijakan, mesti berpedoman pada sistem hukum dan ketatanegaraan.
Artinya, kata dia, kebijakan pengupahan juga perlu dilaksanakan sesuai regulasi yakni UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. “Pelaksanaan yang ditetapkan tidak sesuai perundang-undangan, berarti bertentangan dengan UU atau tidak sesuai dengan regulasi yang diatur,” kata Chairul kepada wartawan, Senin (20/12/2021).
Lebih lanjut, Chairul mengatakan Kemnaker belum mengetahui apakah kebijakan revisi UMP 2022 yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta akan dilakukan atau tidak. Namun, dia menyatakan Kemnaker menjunjung tinggi PP 36/2021 dalam pelaksanaan kebijakan pengupahan.
“Bagaimana berkaitan dengan kepala daerah yang tidak melaksanakan itu. Itu kan nanti diatur kembali dalam konteks UU 23/2014 tentang pemerintah daerah, bagaimana hal ini dan konsekuensinya,” kata dia.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz