tirto.id - Sebanyak 5.918 orang di seluruh Indonesia ditangkap polisi saat berunjuk rasa menolak UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020). Mereka ditangkapi karena diduga "membuat kericuhan."
Dari hampir 6.000 orang yang ditangkap itu, hanya 240 yang disangkakan bersalah--dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan atau dipidana.
"153 orang masih dalam proses pemeriksaan, 87 orang sudah dilakukan penahanan," kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/10/2020).
Argo bilang mereka dihukum karena polisi berupaya menjaga wibawa negara sekaligus memelihara ketertiban. Ia mengatakan "negara tidak boleh kalah oleh premanisme dan intoleran."
Beberapa narasumber Tirto menyebut penangkapan disertai kekerasan. Nasrul Firmansyah, mahasiswa mahasiswa Universitas Pelita Bangsa (UPB), bahkan haus dioperasi setelah kepalanya terkena tembakan peluru karet dengan jarak yang sangat dekat. Nasrul terkapar di jalan. Wajahnya bersimbah darah dan mewarnai almamater kampus yang berwana biru.
Teman Nasrul, Budi Nasrullah mengatakan "saat terjadi bentrok, saya ditarik, dibawa ke kerumunan polisi, diseret, dipukuli."
Polisi bahkan menangkapi jurnalis, meski mereka jelas-jelas tidak boleh dihalang-halangi saat bekerja. Ia ditangkap dan sempat dinyatakan hilang oleh kantornya--kini sudah bebas. Ada pula jurnalis yang kepalanya dipukuli dan memori kameranya diambil paksa saat meliput pengeroyokan gerombolan polisi terhadap demonstran.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat polisi menghabiskan Rp408,8 miliar untuk pembelian lima paket pengadaan barang 'mendesak' periode September 2020. Semuanya terkait dengan antisipasi demonstrasi seperti pengadaan helm dan rompi anti peluru serta tactical mass control device.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino