tirto.id - Teori belajar adalah salah satu aspek penting dalam pengembangan metode pembelajaran. Ibarat membangun rumah, teori belajar berperan sebagai pondasi yang mendasari proses pembelajaran.
Oleh karena itu, sebelum melakukan praktik pengembangan pembelajaran, guru perlu memahami terlebih dahulu teori-teori belajar yang dirumuskan oleh sejumlah ahli pendidikan.
Setidaknya ada lima teori belajar menurut para ahli, yakni Teori Belajar Behavioristik, Teori Belajar Konstruktivisme, Teori Belajar Humanistik, Teori Belajar Kognitif, dan Teori Belajar Sibernetik.
Masing-masing dari 5 teori belajar itu memiliki kelebihan dan kekurangan. Contoh implementasi 5 teori belajar itu selama ini bisa ditemukan dalam sejumlah praktik pembelajaran oleh para guru.
Berikut penjelasan singkat tentang lima teori belajar menurut sejumlah ahli beserta dengan contoh implementasinya.
1. Teori Belajar Behavioristik dan Contoh Implementasinya
Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menitikberatkan pada perubahan tingkah laku dari peserta didik yang terjadi akibat dari interaksi antara dorongan dan respons.
Teori belajar behavioristik menganggap tingkah laku manusia berhubungan erat dengan rangkaian stimulus-respons atau interaksi antara dorongan dan respons.
Teori belajar behavioristik dipelopori oleh John B. Watson (1878-1958) yang menganggap bahwa fokus utama studi psikologi ialah perilaku. Aliran behavioristik percaya bahwa perilaku adalah hal yang sepatutnya dipelajari, karena dapat dikaji secara langsung.
Inilah yang kemudian menginisiasi perkembangan aliran behavioristik menjadi teori belajar yang menganalisis proses belajar berdasarkan pada perubahan tingkah laku peserta didik.
Edaward Lee Thorndike (1874-1949) juga termasuk salah satu tokoh penting yang turut berjasa mengembangkan teori belajar behavioristik. Setelah melakukan penelitian, ia pun menyimpulkan bahwa terdapat tiga hukum (prinsip) dalam proses belajar.
Pertama, law of readiness. Prinsip ini menganggap bahwa kegiatan pembelajaran akan berhasil jika peserta didik siap untuk melakukan dan merespons proses belajar.
Kedua, law of exercise. Prinsip ini mengutamakan latihan berulang sebagai kunci dari keberhasilan belajar.
Ketiga, law of effect. Prinsip ini menganggap bahwa peserta didik akan lebih bersemangat dalam proses belajar jika mengetahui bahwa ia akan mendapatkan hasil yang baik.
Selain yang dicetuskan Thorndike, terdapat tiga prinsip atau hukum lain dalam teori behavioristik, yakni: (1) Obyek psikologi merupakan tingkah laku; (2) Semua bentuk dari behavior atau tingkah laku dikembalikan pada refleks; (3) Pembentukan kebiasaan harus diutamakan.
Adapun contoh implementasi dari teori behavioristik berdasarkan penjelasan di atas antara lain :
- Pembelajaran secara objektif, karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan bersifat pasti, tetap, dan tidak berubah.
- Guru memberitahukan hasil belajar, mengoreksi kesalahan yang dilakukan oleh siswa. dan lantas memberikan motivasi.
- Siswa berlaku sebagai objek pasif yang memerlukan penjelasan, motivasi, dan juga materi yang diberikan oleh guru.
- Bahan ajar telah disusun secara hierarki dari yang kompleks ke sederhana.
- Mengoptimalkan pelatihan berulang untuk memaksimalkan bakat siswa dan membentuk kebiasaan.
- Meminimalisir adanya hukuman dalam proses belajar-mengajar, dan memberikan imbalan untuk menghindari respons peserta didik yang tidak diinginkan.
2. Teori Belajar Konstruktivisme dan Contoh Implementasi
Teori belajar konstruktivisme menekankan pada proses pembelajaran yang berpusat kepada siswa, atau student centered learning. Teori ini mendukung proses pembelajaran mandiri.
Berbeda dengan paham behavioristik yang menempatkan pelajar sebagai obyek pasif, teori belajar konstruktivisme justru menganggap peserta didik sebagai subjek utama dalam proses belajar.
Teori Konstruktivisme memungkinkan peserta didik bisa bebas mencari ilmu pengetahuan di bawah bimbingan dari guru. Teori ini juga mengutamakan proses membangun pengetahuan baru secara berkesinambungan.
Dapat disimpulkan, teori belajar konstruktivis berpijak pada prinsip mengonstruksi, yakni memiliki tujuan membangun pengetahuan.
Setidaknya ada 5 asumsi dasar teori belajar konstruktivisme, yakni:
- Pengetahuan dibangun lewat pengalaman
- Belajar adalah proses interpretasi individual mengenai kehidupan nyata
- Belajar merupakan proses aktif yang pemaknaannya dapat ditelaah melalui pengalaman
- Pertumbuhan konseptual tercipta lewat negosiasi makna dalam pembelajaran kolaboratif
- Belajar dapat berlangsung dalam kondisi nyata ketika ujian disatukan dengan tugas.
Selain itu, ada 4 prinsip pembelajaran berdasarkan teori konstruktivisme:
- Learning is a process of interaction between what is known and what is to be learnt (pembelajaran adalah proses interaksi antara yang diketahui dan yang akan dipelajari)
- Learning is a social process (pembelajaran adalah proses sosial)
- Learning is a situated process (pembelajaran adalah proses yang telah dikondisikan)
- Learning is metacognitive process (pembelajaran adalah proses metakognitif).
Contoh implementasi teori belajar konstruktivisme berdasarkan prinsip di atas sebagai berikut:
- Pelajar didorong menjadi subjek yang aktif mengelola informasi yang diperoleh.
- Proses belajar berlangsung berkelanjutan dan terus membangun ilmu dari pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
- Pelajar didorong melakukan elaborasi, yakni tindak lanjut dari perpaduan pengetahuan yang sudah ia terima sebelumnya. Misalnya, melaporkan hasil pembelajaran, atau membahasanya dalam diskusi bareng teman.
- Pelajar melakukan refleksi dari berbagai pengetahuan yang telah ia dapatkan.
- Bersama guru, pelajar ikut berpartisipasi mengembangkan proses pembelajaran untuk mencapai level tertentu.
3. Teori Belajar Humanistik dan Contoh Implementasi
Teori belajar humanistik berakar dari perspektif psikologi yang memandang setiap manusia sebagai individu secara utuh. Maka itu, teori ini tidak memandang manusia hanya dari yang terlihat jelas oleh mata, tetapi juga perilaku, perasaan, dan citra dirinya.
Teori belajar humanistik menekankan pandangan bahwa "memanusiakan manusia" adalah tujuan utama dari proses pendidikan atau pembelajaran.
Berdasarkan teori humanistik, ukuran keberhasilan belajar adalah saat peserta didik bisa mengenal diri dan lingkungannya secara baik. Teori ini menganjurkan agar peserta didik didorong mencapai aktualisasi diri secara bertahap. Teori humanistik juga lebih mengutamakan sudut pandang pelajar daripada pendidik.
Konsep aktualisasi diri dirumuskan oleh Abraham Maslow untuk menggambarkan level tingkatan kebutuhan yang memotivasi manusia untuk mengaktualisasikan dirinya.
Tujuan pendidikan humanistik ialah mendorong siswa menjadi pribadi yang independen, mandiri, percaya diri, realistis, kreatif dan fleksibel.
Berikut sejumlah contoh implementasi teori belajar humanistik:
- Guru menghargai pendapat dan perasaan peserta didik sehingga tumbuh penerimaan dan saling percaya antara pendidik dengan murid.
- Guru mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif melalui kontrak belajar yang sifatnya jujur, jelas dan juga positif.
- Guru harus bersikap lebih sensitif dan peka terhadap respons yang diberikan oleh pelajar.
- Materi pendidikan dilihat dari sudut pandang pelajar bukan guru.
- Guru berperan sebagai fasilitator, yang aktif merespons sikap dan ide pelajar, berdiskusi dengan mereka, menghargai anak didiknya, serta menyesuaikan diri dengan cara berpikir murid.
4. Teori Belajar Kognitif dan Contoh Implementasinya
Teori belajar kognitif menekankan pada proses belajar ketimbang hasil dari pengajaran itu sendiri. Teori ini membantah teori behavioristik yang melihat proses belajar sekadar stimulus dan respons.
Kognisi adalah kemampuan manusia secara mental (psikis) untuk mengamati, menilai, menyangka hingga menilai sesuatu.
Maka itu, perspektif kognitivisme menganggap proses belajar tidak sesederhana yang digambarkan dalam teori behavioristik. Sebab, proses belajar melibatkan mekanisme berpikir yang kompleks.
Jean Piaget ialah tokoh utama pendukung teori kognitivisme. Teorinya disebut sebagai ‘Cognitive Developmental’ atau perkembangan kognitif. Piaget memandang bahwa proses telaah atau berpikir seorang manusia bersifat gradual atau bertahap.
Piaget menganggap, intelektualitas manusia berkembang seiring perkembangan usia. Ia membagi perkembangan kognitif anak menjadi empat, yakni tahap sensory-motor (0-2 tahun), tahap pre-operational (2-7 tahun),tahap concrete-operational (7-11 tahun), dan tahap formal-operational (11-15 tahun).
Selain Piaget, teori belajar kognitivisme juga dikembangkan oleh Jerome Bruner. Menurut Bruner, untuk mengajarkan sesuatu pada anak tak perlu menunggu sampai tahap perkembangan tertentu. Selama bahan ajar tertata dengan baik, pembelajaran dapat diberikan.
Bruner menganggap cara belajar terbaik ialah dengan konsep discovery learning, yakni memahami konsep melalui proses intuitif yang bermuara pada kesimpulan.
Contoh implementasi teori belajar kognitivisme adalah sebagai berikut :
- Guru menempatkan diri untuk mengajar sesuai dengan cara berpikir anak-anak. Mendorong pelajar untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
- Guru memberikan peluang yang sama untuk pelajar saling berdiskusi dengan sesamanya.
- Guru mendorong siswa untuk mencari jalan keluar dari studi kasus, menyusun kata demi kata berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya.
- Guru mampu memahami cara belajar siswa dengan baik, agar masing-masing siswa dapat mencerna dan menangkap materi yang diterima.
5. Teori Belajar Sibernetik dan Contoh Implementasi
Teori belajar Sibernetik kemunculannya terbilang lebih baru jika dibandingkan dengan teori belajar lainnya. Teori ini tercetus seiring berkembangnya teknologi informasi.
Teori sibernetik memandang proses belajar sebagai pengolahan informasi, sejalan dengan prinsip teori belajar kognitivisme yang mengutamakan proses ketimbang hasil belajar.
Meski proses belajar penting, sistem informasi di mata teori ini tidak kalah penting. Sebab, sistem informasi yang memengaruhi keberlangsungan proses belajar.
Teori belajar sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu pun proses belajar yang ideal untuk dapat dipukul rata kepada semua siswa di segala situasi. Hal ini karena cara belajar sangat dipengaruhi oleh sistem informasi.
Informasi bisa jadi diperoleh masing-masing peserta didik dari proses belajar yang berbeda-beda. Pengolahan informasi sendiri sangat erat berkaitan dengan fungsi memori.
Teori sibernetik memandang ingatan manusia seperti komputer. Ingatan manusia terjadi melalui proses memperoleh, mengelola, mengubah, menyimpan hingga menampilkan kembali informasi jika diperlukan.
Menurut Berlner dan Gage, ada 3 komponen dalam teori sibernetik atau teori model pemrosesan informasi, yaitu:
a. Sensory Receptor (SR), yakni tempat awal informasi ditangkap oleh individu. Dalam konteks ini, informasi masih diartikan dalam bentuk aslinya dan hanya bertahan dalam waktu singkat karena mudah terganggu atau berganti.
b. Working Memory (WM), yakni menangkap informasi ‘unik’ yang mendapatkan perhatian lebih dari individu. Perhatian yang diberikan sangat dipengaruhi oleh persepsi.
c. Long Term Memory (LTM), yakni ingatan jangka panjang yang diasumsikan berisi seluruh pengetahuan seseorang, dengan kapasitas tak terbatas dan tidak akan pernah hilang ataupun terhapus. Sekalipun seseorang mengalami ‘lupa,’ hal itu lebih disebabkan karena ingatan gagal dimunculkan kembali atau retrieval failure.
Contoh implementasi teori belajar sibernetik sebagai berikut:
- Guru memberitahukan tujuan pembelajaran dari materi bahan ajar kepada murid.
- Guru memantik ingatan anak didik sebelum memulai pelajaran, mengingat kembali materi-materi yang telah disampaikan.
- Guru memberikan bimbingan belajar untuk anak didik.
- Guru aktif memberikan umpan balik pada hasil belajar siswa, memberikan informasi tentang kegagalan, keberhasilan hingga tingkat kompetensi peserta didik.
Penulis: Aisyah Yuri Oktavania
Editor: Addi M Idhom