Menuju konten utama

Pengertian Aktualisasi Diri Menurut Maslow dan Karakteristiknya

Berikut ini pengertian aktualisasi diri menurut Abraham Maslow dan sejumlah karakteristik aktualisasi diri.

Pengertian Aktualisasi Diri Menurut Maslow dan Karakteristiknya
Ilustrasi bahagia. foto/istockphoto

tirto.id - Manusia mempunyai 5 hierarki kebutuhan yang tersusun dari kebutuhan yang paling kuat sampai dengan yang paling lemah. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis, keselamatan, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri.

Konsep hierarki kebutuhan manusia tersebut adalah bagian dari teori kebutuhan yang digagas oleh Abraham Maslow, seorang tokoh psikologi humanistik.

Maslow berpendapat setiap manusia selalu mengalami tahap-tahap peningkatan kebutuhan atau pencapaian di kehidupan. Di konteks ini, kebutuhan yang lebih rendah tingkatannya harus dipenuhi terlebih dulu, sebelum kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya direalisasikan.

Ketika manusia telah mampu memenuhi 4 hierarki kebutuhan, yakni fisiologis, keselamatan, sosial, penghargaan, sampailah manusia pada tingkatan paling atas, yaitu aktualisasi diri.

Pengertian Aktualisasi Diri Menurut Abraham Maslow

Pengertian aktualisasi diri menurut Abraham Maslow adalah proses ketika seseorang menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat serta potensi psikologis yang unik dan berbeda. Aktualisasi diri juga disebut oleh Maslow sebagai puncak kedewasaan dari diri manusia.

Sesuai teori Abraham Maslow, aktualisasi diri merupakan proses saat seseorang dapat menggapai segala bentuk pencapaian sesuai kapasitas dan potensinya. Dengan kata lain, aktualisasi diri juga bisa disebut sebagai proses "menjadi versi terbaik dari diri sendiri."

Apabila manusia mampu meng-aktualisasi diri, mereka akan menjalani kehidupan yang lebih baik karena mampu memanfaatkan potensinya untuk meraih berbagai pencapaian yang diinginkan.

Sebagai contoh, seseorang yang bermimpi menjadi penyanyi, tetapi ia tidak mampu membawakan lagu dengan baik. Dengan aktualisasi diri, akhirnya ia menemukan bahwa dirinya ternyata mahir dalam bermain gitar dan mampu membuat sebuah lagu.

Dengan demikian, aktualisasi diri bisa dipahami upaya memaksimalkan potensi seseorang. Karena itu, dimensi aktualisasi diri berada di wilayah personal dan bergantung pada kesadaran individu.

Karakteristik Aktualisasi Diri

Ada banyak karakteristik yang menunjukkan bahwa seseorang telah mampu melakukan aktualisasi diri. Mengutip dari laman Healthline, sejumlah karakteristik aktualisasi diri, yang umum disepakati para ahli psikologi, adalah sebagai berikut.

1. Kemandirian (Autonomy)

Kehidupan seseorang yang mengaktualisasikan diri tidak lagi bergantung pada lingkungan sosial. Karena itu, pendapat dari orang lain tidak akan berpengaruh. Kepuasan akan apresiasi sudah bisa lahir dari dalam diri sendiri, berkat pemanfaatan potensi secara maksimal.

2. Kreatifitas (Creativity)

Kreativitas tidak hanya mengacu pada kemampuan artisktik. Beberapa orang yang bisa melakukan aktualisasi diri memiliki bakat menghadapi masalah dengan cara yang baru atau berpikir dengan sudut pandang yang berbeda dari orang lain.

Sifat-sifat yang dikaitkan dengan kreativitas pada orang yang meng-aktualisasi diri ialah fleksibel, spontanitas, berani mengambil resiko, berani mencoba segala hal, terbuka, dan rendah hati.

3. Rasa Keadilan (Sense of Justice)

Seseorang yang meng-aktualisasi diri memiliki rasa belas kasih dan kepedulian terhadap orang lain. Mereka juga mudah terdorong untuk mencegah dan menentang ketidakadilan atau perilaku tidak etis.

Sikap itu akan ditunjukkan kepada semua orang tanpa memperhatikan kelas sosial, pendidikan, golongan, agama, ras, atau warna kulit. Pelaku aktualisasi diri terbiasa menghormati dan belajar kepada siapa pun.

4. Penerimaan Diri (Self Acceptance)

Orang yang meng-aktualisasi diri cenderung akan menerima dirinya sendiri tanpa adanya keluhan dan kesusahan. Sekalipun orang yang sehat ternyata memiliki kelemahan atau cacat, mereka tidak akan malu dan merasa bersalah dengan adanya kekurangan tersebut.

Individu pengaktualisasi diri juga menerima orang lain apa adanya dan tidak memiliki kebutuhan kompulsif untuk memerintah, mengatur, atau mengubah orang lain.

Hal itu karena mereka yang telah mengaktualisasikan diri memiliki sikap pemaaf, keramahan, rasa toleransi yang tinggi, dan tidak pernah merasa terancam oleh kehadiran orang lain.

5. Spontanitas (Spontaneity)

Individu pengaktualisasi diri suka hidup lebih mengalir dan sederhana, dan tidak dengan cara yang kaku. Orang seperti itu lebih suka mengikuti alur kehidupan tanpa terikat dengan rutinitas.

Mungkin memang terasa aman dan mudah untuk tetap hidup dengan rutinitas. Akan tetapi, orang yang meng-aktualisasikan diri akan melawan keinginan itu dan mengambil kesempatan mencoba hal-hal baru.

Perilaku spotanitas itu bisa seperti mengambil rute pulang yang berbeda atau mencoba makanan yang belum pernah dirasakan, atau bahkan dipikirkan.

6. Pengalaman Puncak (The Peak Experience)

Pengalaman puncak menggambarkan momen euforia, keajaiban dan kegembiraan yang membuat pengaktualisasi diri tidak memiliki rasa takut, cemas, dan dendam. Keberhasilan mencapai level aktualisasi diri membuat seseorang penuh dengan rasa kasih sayang, reseptif, dan spontan.

Pengalaman ini bisa didapat ketika seseorang yang mengaktulisasikan diri meraih penghargaan, atau sekadar melakukan hobi yang menyenangkan seperti mendengarkan musik dan membaca buku.

7. Perasaan Sosial (Gemeinschaftsgefȕhl)

Kata “Gemeinschaftsgefȕhl” dicetuskan oleh Alfred Adler. Kata tersebut menggambarkan minat dan kepedulian sosial serta simpati terhadap kesuksesan orang lain.

Individu pengaktualisasi diri sering kali akan memberi perhatian dan dukungan kepada orang lain, sekalipun kepada orang asing yang tidak dikenalnya.

Di sisi lain, sebenarnya mereka juga bisa marah dan muak kepada orang lain. Hanya saja, mereka tetap bisa mempertahankan rasa kasih sayang terhadap sesamanya.

Baca juga artikel terkait PSIKOLOGI atau tulisan lainnya dari Syafira Aulia Arsani

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syafira Aulia Arsani
Penulis: Syafira Aulia Arsani
Editor: Addi M Idhom