tirto.id - 22 juta penduduk Indonesia belum melakukan rekam data kependudukan secara elektronik atau e-KTP.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (25/8/2016).
"Dari 256 juta penduduk masih 22 juta orang yang belum mau merekam datanya padahal KTP itu penting menyangkut banyak hal termasuk pembuatan kartu BPJS dan paspor misalnya," ujar Tjahjo
Tjahjo memerintahkan para petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten untuk menerapkan sistem "jemput bola" untuk meningkatkan akses masyarakat pada kepemilikan e-KTP di pedesaan dan daerah terpencil.
Namun, Tjahjo tidak menampik keterbatasan sumber daya manusia menjadi kendala percepatan kepemilikan e-KTP yang ditetapkan tenggat waktunya pada 30 September 2016.
Tenggat waktu tersebut, kata dia, ditetapkan untuk mendorong masyarakat agar meluangkan waktu melakukan rekam e-KTP.
Namun, mengingat begitu dinamisnya kebutuhan penduduk akan e-KTP, Tjahjo yang telah menyiapkan 4,5 juta blanko e-KTP untuk dikirim ke sejumlah daerah, menjelaskan bahwa batas waktu 30 September tidak bersifat "saklek".
"e-KTP itu berlaku seumur hidup, tetapi hampir setiap hari pelayanannya mengikuti masyarakat. Orang yang baru menikah, masuk usia dewasa, atau pindah alamat pasti mengajukan KTP. Nah tenggat waktu September itu hanya percobaan karena ini amanat undang-undang," katanya.
Pemerintah menargetkan pada 2017 seluruh penduduk Indonesia sudah memiliki e-KTP yang ditujukan salah satunya untuk penerapan pengambilan suara secara elektronik (e-voting) saat penyelenggaraan pemilihan umum.
"(e-KTP bisa digunakan) untuk kepentingan politik yaitu e-voting, kalau e-voting cukup dimasukkan KTP-nya ke alat lalu selesai," tuturnya.
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Rima Suliastini