Menuju konten utama

2 Warga Gugat UU Disabilitas Imbas Sulit Akses Faskes & Transum

Pemohon meminta MK menyatakan beberapa pasal dalam Undang-Undang Penyandang Disabilitas tidak punya kekuatan hukum selama dimaknai sesuai permohonan.

2 Warga Gugat UU Disabilitas Imbas Sulit Akses Faskes & Transum
Gedung MK Tampak depan Jumat 14/6/2019. tirto.id/Bayu septianto

tirto.id - Dua orang warga, Raissa Fathika serta Deanda Dewindaru, melayangkan uji konstitusionalitas UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua perempuan itu mengajukan permohonan uji materi karena kesulitan mengakses fasilitas kesehatan.

Dalam permohonan perkara nomor 130/PUU-XXIII/2025, Raissa diketahui merupakan penderita nyeri kronis thoracic outlet syndrome (TOS) sejak 2015. Penyakit itu disebut membuat Raissa merasakan gejala nyeri secara terus-menerus dengan intensitas yang bisa berfluktuasi di bagian tangan kanan, pundak, dan dada kanan bagian atas.

Oleh karena itu, Raissa mengalami keterbatasan fungsi tangan kanannya tidak bisa membawa beban berat, serta perlu menghindari aktivitas fisik yang berat. Meski demikian, Raissa tidak tercantum sebagai penyandang disabilitas. Imbasnya, Raissa kesulitan mendapatkan haknya seperti mendapatkan akomodasi yang layak, aksesibilitas, pencatatan sebagai disabilitas, bebas dari stigma, dan konsesi.

Selain itu, Raissa tidak pernah mendapatkan akses untuk konsesi selama mengakses transportasi umum dan fasilitas kesehatan tempatnya menjalani pengobatan. Fasilitas kesehatan tempatnya berobat saat ini tidak lagi bekerja sama dengan BPJS. Sementara itu, pemohon juga tidak bisa mendaftarkan diri di asuransi swasta.

Sementara itu, Deanda merupakan penderita penyakit saraf/autoimun Guillain-Barré Syndrome, autoimun Sjögren’s Disease, dan autoimun Inflammatory Bowel Disease sejak 2022.

Senada dengan Raissa, Deanda juga kesulitan mendapatkan haknya seperti mendapatkan akomodasi yang layak, aksesibilitas, pencatatan sebagai disabilitas, bebas dari stigma, dan konsesi.

Deanda juga tidak bisa mendaftarkan diri sebagai penumpang prioritas di Transjakarta karena tidak dianggap disabilitas.

Kemudian, saat melamar pekerjaan CPNS, Deanda tidak dapat mengisi formasi disabilitas dikarenakan tidak tergolong dalam kategori disabilitas sehingga pemohon II melamar dalam formasi umum Kemendiktisaintek.

Melalui permohonan mereka, berikut merupakan petitum Raissa-Deanda:

• Menyatakan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

“Penyandang disabilitas merupakan setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, sensorik, dan/atau penyakit kronis dalam jangka waktu yang lama dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.”

• Menyatakan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

Ragam Penyandang Disabilitas meliputi:

a. Penyandang Disabilitas fisik;

b. Penyandang Disabilitas intelektual;

c. Penyandang Disabilitas mental;

d. Penyandang Disabilitas sensorik dan/atau;

e. Penyandang Disabilitas penyakit kronis.

• Menyatakan penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas fisik” adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas intelektual” adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrom.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas mental” adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain:

a. psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan

kepribadian; dan

b. disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas sensorik” adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara.

Huruf e

Yang dimaksud “Penyandang Disabilitas penyakit kronis” adalah orang dengan penyakit kronis yang menyebabkan terganggunya fungsi kemampuan fisik dan lainnya (namun tidak terbatas pada) seperti kemampuan mental dalam waktu lama (baik terus-menerus maupun fluktuatif) serta mengalami hambatan atau kesulitan dalam aktivitas sehari-hari secara signifikan seperti/mencakup aktivitas merawat diri, tugas domestik, pekerjaan, mobilitas, interaksi sosial, maupun aktivitas lainnya yang menjadi keseharian utama individu.

Baca juga artikel terkait UJI MATERI MK atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Flash News
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Andrian Pratama Taher