Menuju konten utama

Zakir Naik, Kaum Sofis di Era Media Sosial

Menilai popularitas Zakir Naik dan mengapa ia dinilai berlebihan.

Zakir Naik, Kaum Sofis di Era Media Sosial
Zakir Naik. Foto/EPS

tirto.id - Dr. Zakir Abdul Karim Naik banyak memukau para pendengar. Tutur katanya tegas, kalimat-kalimatnya tersusun rapi, cepat merespons lawan bicara maupun dalam mencari simpulan-simpulan rumit, apalagi kemampuannya menguasai banyak bahasa memungkinkannya memahami alur berpikir banyak orang dari berbagai latar budaya. Artinya ia bisa dengan mudah memahami konteks-konteks persoalan yang dihadapi.

Ini belum memasukkan latar belakang lulusan dari Kishinchand Chellaram College yang punya segudang latar belakang mentereng. Mendapat gelar Bachelor of Medicine and Surgery (MBBS) di University of Mumbai sekaligus pendiri dan presiden Islamic Research Foundation (IRF). Tidak mengherankan jika The Indian Express pada 22 Februari 2009 mendapuknya sebagai “100 Orang India Terkuat 2009” dan berada di peringkat ketiga sebagai “10 Guru Spiritual Terbaik India” di bawah Baba Ramdev dan Sri Sri Ravi Shankar.

Kehadiran Dr. Zakir Naik ke Indonesia pada awal Maret 2017 memang sempat menyulut kontroversi. Kehadirannya benar-benar luput karena bersamaan dengan kedatangan Raja Salman dari Arab Saudi. Baru ketika pemberitaan soal Raja Salman mereda, informasi kehadiran Zakir Naik segera mengemuka.

Dijadwalkan akan melakukan “Safari Dakwah” ke beberapa tempat, seperti Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY) dan Universitas Darussalam Gontor di Ponorogo. Dr. Zakir Naik dikenal karena perdebatan yang sering dilakukannya dalam dialog publik. Salah satunya yang paling dikenal adalah pada 1 April 2000, di Chicago, Illinois, Amerika Serikat. Dr. Zakir Naik berdebat dengan William Campbell, seorang misionaris Kristen dengan tema “The Quran and The Bible in the Light of Science”.

Sejak saat itu, klaim menang debat sering bermunculan dalam beberapa judul video yang merekam aktivitas pidato Dr. Zakir Naik.

“Zakir Naik telah membuat dirinya menjadi merek. Dia seperti paket. Gambarannya adalah seorang pria berpendidikan Barat, dengan latar medis, mengenakan jas dan dasi. Dia juga menggabungkan citranya sebagai orang Islam (dengan orang Barat),” ujar Amir Rizvi, desainer India yang mengikuti perkembangan Dr. Zakir Naik.

Kontroversi Zakir Naik

Sekalipun begitu, seperti yang dilaporkan wartawan BBC, Zubair Ahmed, Dr. Zakir Naik lekat dengan kontroversi karena menolak mengecam pemimpin Al-Qaeda Osama Bin Laden. Ia juga dikenal karena percaya dengan penuh bahwa serangan 9 September 2001 dilakukan oleh Amerika Serikat sendiri.

Dr. Zakir Naik juga masyhur ketika bicara kepada The Indian Express bahwa ia menolak menyebut ISIS (Islam State Irak-Suriah) sebagai “Islam State” atau “Negara Islam” karena, baginya, “Saya menyebutnya Islam anti-Negara Irak dan Suriah,” terang Dr. Zakir Naik. Ia menganggap bahwa nama “Negara Islam” digunakan oleh musuh-musuh Islam untuk menyebut gerakan ini sebuah gerakan politik.

The Indian Express bahkan menyusun beberapa daftar aksi terorisme yang terinspirasi dari pidato-pidato Dr. Zakir Naik. Seperti aksi teror di di Stasiun Kereta Bawah Tanah New York pada 2009 oleh Najibulla Zazi, teror di Glasgow 2007 oleh Dr. Kafeel Ahmed, dan Rahil Sheikh, bom kereta Mumbai 2006. Dan terakhir teror di Dhaka, pada 1 Juli 2016 lalu.

Pada 2010, Inggris dan Kanada menyatakan menolak Dr. Zakir Naik masuk ke negaranya. “Banyak masukan mengenai Dr. Naik adalah bukti kepada saya bahwa ada perilaku yang tidak bisa diterima,” jelas Menteri Dalam Negeri Inggris, Theresa May. Di Kanada, Dr. Zakir Naik juga dilarang setelah Tarek Fatah, Pendiri Kongres Muslim Kanada, memperingatkan anggota parlemen akan berbahayanya perspektif Islam dalam kajian Dr. Zakir Naik.

Yang paling dekat tentu saja kunjungannya ke Malaysia pada 2012 yang diadakan di Johor, Universiti Teknologi MARA Shah Alam, Penang. Sekalipun sempat disambut demonstrasi, acara tetap berjalan, bahkan mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, juga menghadirinya.

Pada akhirnya informasi mengenai Dr. Zakir Naik bisa berbeda-beda bentuknya karena pemahaman latar penonton videonya punya motif yang berbeda juga ketika melihatnya. Menanggapi banyak informasi mengenai dirinya yang tidak tepat Dr. Zakir Naik hanya membalas, “Alquran mengatakan penting untuk melakukan crosscheck untuk semua informasi.”

Dr. Zakir Naik sudah sering mengalami kecaman dan larangan akan kunjungannya ke beberapa negara karena dianggap “berbahaya”. Bahkan di negaranya sendiri, pada 2009 Dr. Zakir Naik pernah dilarang ceramahnya di kota Allahabad, Kanpur, dan Lucknow.

Penolakan yang diterima oleh Dr. Zakir Naik sebenarnya lebih dekat dengan motif politik daripada perkara ajaran. “Kampanye melawan Dr. Naik dimotivasi urusan politik,” kata Maulana Khalid Rashid Firangi Mahli, Imam dari Lucknow kepada Hindustan Times.

“Saya tidak tahu kenapa hanya saya,” kata Dr. Zakir Naik, “ratusan ulama di seluruh dunia mengatakan hal yang sama dengan yang saya sampaikan.”

Popularitas Potongan Ceramah Zakir Naik

Kepopuleran Dr. Zakir Naik tidak terlepas dari rekaman videonya di Youtube. Tercatat hampir 1 juta (tepatnya 914.000 video) dengan sebagian besar sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa—terutama bahasa Indonesia. Meskipun sering berbicara di acara yang dihadiri oleh ribuan jamaah, rekaman video inilah yang kemudian membuat namanya dikenal luas secara global.

Salah satu yang mencolok dari video-video Zakir Naik adalah banyak sekali potongan-potongan ceramahnya yang digunakan untuk tujuan yang berbeda. Diberi judul dengan konteks yang berbeda dari aslinya lalu disebar.

Beberapa video memang dipotong, disebar, diberi konteks baru yang berbeda dengan aslinya. Potongan-potongan video inilah yang membuat popularitas Zakir Naik menjadi kian massif. Ia menjadi tampak selalu kontekstual dalam isu apa pun, dalam kondisi apa pun. Dan potongan yang dimunculkan tentu dipilih secara selektif sehingga selalu tampak dalam performa yang sempurna.

Seperti video tentang Islam Nusantara oleh Dr. Zakir Naik. Tidak pernah sekali pun Dr. Zakir Naik mengomentari Islam Nusantara, namun Anda akan bisa menemukan video dengan judul “Pesan Dr Zakir Naik Tentang Islam Nusantara”. Di sana ada ceramah yang dibuat seolah-olah Dr. Zakir Naik melarang atau mengeluarkan fatwa bahwa keberadaan gerakan “Islam Nusantara” bukan termasuk dari Islam. Atau video dengan judul “Dr Zakir Naik tentang Ahok” yang seolah-olah membela sosok Ahok.

Problem lain adalah ketidaksetaraan posisi antara Zakir Naik dengan para penanya. Cukup banyak video Zakir Naik dengan judul bombastis, misalnya "Dosen Hindu Kalah Berdebat Sengit dengan Zakir Naik" atau “High Crhistian College Dissapointed After Challenge Dr. Zakir Naik”, mengesankan bahwa Zakir Naik selalu menang dalam setiap perdebatan dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersulit pun.

Dalam banyak video, para penanya tidak punya banyak kesempatan untuk membantah atau menanggapi. Para penanya atau penanggap mendapat kesempatan berbicara lagi ketika ditanya oleh Zakir. Situasi yang tidak setara inilah yang memungkinkan para pembicara, tak hanya Zakir, punya banyak kesempatan untuk berbicara, menerangkan sebanyak-banyaknya. Para penanya atau penanggap, karena tidak mendapat kesempatan banyak menguji perkataan Zakir, kemudian dikesankan setuju atau tidak sanggup membantah.

Dalam video "Kenapa Poligami Dibolehkan Dalam Islam? Dr. Zakir Naik”, misalnya, ia menyinggung tentang hanya Quran yang menyebut keutamaan menikahi satu perempuan alias monogami, sedangkan kitab suci lain tidak.

Ini tentu saja membutuhkan ilmu tafsir kitab suci yang tidak mudah. Diskusi dan polemik tafsir dalam semua kitab suci tidak sesederhana ucapan dalam semenit dua menit. Tetapi cukuplah dikatakan keberadaan ayat-ayat yang menganjurkan monogami dalam Bibel maupun dalam Perjanjian Lama, seperti ditunjukan dalam sebuah artikel yang dirilis oleh Biblical Foundation, juga sebenarnya eksis dan ada dalam beberapa keterangan yang tersurat maupun tersirat.

Pada video yang sama, Zakir juga menyebut jumlah perempuan lebih banyak daripada pria. Dengan bahasa yang sugestif, ia menyebut berbagai malapetaka yang dihadapi umat manusia, dari peperangan sampai merokok, membuat lebih banyak pria yang mati ketimbang perempuan. Sugesti itulah yang membuat kesan akurasi argumentasi Zakir tentang rasio laki-laki dan perempuan.

Studi dan data PBB pada 2015 memperlihatkan bahwa jumlah laki-laki lebih banyak daripada perempuan. PBB memperkirakan terdapat 101,8 pria untuk setiap 100 perempuan, dengan jumlah laki-laki naik secara bertahap setiap tahun sejak 1960. Rinciannya: 50,4 persen laki-laki dan 49,6% adalah perempuan. Selisihnya mencapai 70,3 juta antara jumlah laki-laki dan perempuan. Jumlah yang sedikit jika dibandingkan total populasi, namun sangat banyak jika dibandingkan dengan banyak negara, misalnya, Malaysia yang populasinya hanya sekitar 30an juta, dan masih lebih banyak dibandingkan populasi Inggris, Spanyol atau bahkan Inggris.

Mendukung atau menolak poligami atau monogami hanya karena perbandingan kasar jumlah laki-laki dan perempuan macam itu tidaklah memadai. Data itu pun harus dirincikan berdasarkan banyak kategori: berdasarkan negara, usia, agama hingga orientasi seksual. Banyak variabel yang perlu dipertimbangkan jika hendak menggunakan data populasi untuk membenarkan atau menolak poligami atau monogami.

Dengan setumpuk data yang dijejerkan dalam tempo singkat, penyimak yang awam dalam topik yang diketengahkan sulit untuk memberikan tanggapan kritis pada ucapan-ucapan Zakir Naik.

Inilah problem dalam tuturan lisan. Siapa pun, tidak hanya Zakir Naik, berkesempatan menyugesti para pendengar jika diberikan kesempatan berbicara lama, terus menerus. Seorang pembicara yang mahir bisa dengan mudah menyugesti para pendengar, bahkan walau pun hanya bermain retorika belaka. Dan itulah kiranya yang memungkinkan para motivator punya tempat yang mahal dalam neraca keuangan setiap perusahaan yang tertarik menyugesti para karyawannya.

Hal lain yang memungkinkan Zakir Naik bisa tampil meyakinkan adalah watak tuturan lisan yang tidak gampang diuji, apalagi jika sudah menyinggung hal-hal rinci, detail dan angka-angka. Para penanya, penanggap atau pendengar tidak bisa berhenti dan fokus pada satu hal yang dirasa keliru, namun terkondisi untuk terus menyimak. Lain dengan bahasa tulisan yang lebih memungkinkan untuk diuji, diverifikasi bahkan difalsifikasi.

Tidak berarti yang dikatakan Zakir serba keliru, namun sudah pasti juga bahwa tak semuanya benar. Simaklah video berjudul Naik - 25 Mistakes in 5 Min. Video itu menunjukkan beberapa kesalahan Zakir Naik dalam hal mendasar: salah data. Ia salah menyebut Galilelo dihukum mati, salah menyebut periode Zaman Es, hingga menyebut homo sapiens punah pada 500 ribu tahun silam.

Tidak perlu membenci habis-habisan, karena banyak demagog yang jauh lebih berbahaya. Juga tidak perlu memuja gila-gilaan, karena banyak cendekiawan muslim yang sebenarnya jauh lebih brilian.

Kaum Sofis di Zaman Media Sosial

Popularitas video-video Zakir Naik ini mesti dibaca sebagai kecenderungan yang jamak terjadi di zaman meruyaknya pengaruh media sosial. Potongan-potongan video Zakir Naik yang disebar dengan diberi judul yang jauh dari konteks ceramahnya ini mirip dengan meruyaknya meme-meme yang dengan enaknya memotong, memangkas, atau meng-crop pernyataan yang lengkap atau teks yang utuh dan lalu diberi judul-judul atau dilengkapi caption tertentu.

Dalam khasanah kebudayaan klasik Yunani, Zakir Naik ini lebih mirip kaum sofis. Ada beberapa kesamaan antara Zakir Naik dan kaum sofis dalam sejarah Yunani klasik.

Seperti halnya Zakir Naik, kaum sofis ini umumnya tidak memperkenalkan atau membangun "mazhab" filsafat tertentu. Mereka cenderung menjadi komentator berbagai isu-isu publik. Apa pun yang sedang ramai diperbincangkan, kaum sofis akan muncul menawarkan penjelasan dan argumentasi.

Kunci kehebatan mereka adalah kemampuan berbicara yang lihai dan licin. Keterampilan retorika yang mumpuni membuat mereka sanggup mempengaruhi para pendengar, membuat audiens terpukau. Pidato dianggap hanya sekadar seni mengolah bentuk tuturan dan bukan pada substansi. Pidato kemudian menjadi seni berbahasa yang didesain untuk mempengaruhi penyimak dengan menekankan kemahiran berkata-kata.

Infografik Zakir Naik

Seperti juga Zakir Naik yang kerap berkeliling ke berbagai tempat, para sofis ini tidak menetap di satu tempat. Kendati paling banyak berkhidmat di Athena, karena pada masanya kota itu memang pusat pertumbuhan seni, sastra dan filsafat, namun mereka berasal dari banyak tempat dan terbiasa mendatangi polis-polis lain. Di mana mereka dibutuhkan, di sanalah mereka akan datang.

Problemnya adalah kaum sofis ini kemudian mengganggu tradisi berpikir mendalam dalam filsafat. Metode filsafat Socrates yang mengajak berdialog, artinya bukan monolog, dan terus menguji lawan bicara dengan pertanyaan-pertanyaan, dianggap kaum sofis merusak pikiran anak-anak muda di Athena karena mengajarkan kebebasan berpikir yang membahayakan sistem kepercayaan lama. Socrates didakwa karena itu dan kemudian dihukum mati dengan meminum racun.

Inilah mengapa kaum sofis kerap dianggap anti-ilmu pengetahuan. Persis di sinilah problem popularitas Zakir Naik. Terlalu polemis menyebutnya anti-ilmu pengetahuan, namun kemajuan dunia Barat dalam perlombaan penemuan sains, teknologi dan ilmu pengetahuan lainnya hanya mungkin diimbangi dengan sikap terbuka, kemauan bersikap dan berpikir kritis, dengan memberikan porsi yang tepat kepada pentingnya mengembangkan tradisi berpikir dan penalaran ilmiah.

Label "menang debat" dalam video-video apa pun sesungguhnya tidak menyumbangkan apa pun dalam khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi, juga dalam pengembangan peradaban Islam, selain untuk menyenang-nyenangkan diri sendiri. Ada banyak pemikir, peneliti, dan penemu beragama Islam yang sudah meraih penghargaan Nobel atau terlibat dalam pengembangan teknologi-teknologi yang hebat dan penting bagi kemanusiaan.

Ada nama seperti Mostafa A. El-Sayed, Farouk El-Baz, Abdul Qadeer Khan, Atta-Ur-Rahman, Ahmed Zewail, Azis Sancar, hingga Mohammad Abdussalam. Dalam hening yang jauh dari popularitas, mereka sesungguhnya juga layak mendapatkan aplause.

Baca juga artikel terkait ZAKIR NAIK atau tulisan lainnya dari Zen RS

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Ahmad Khadafi
Penulis: Zen RS
Editor: Zen RS