Menuju konten utama

YLBHI Minta Presiden Tarik Draf dan Tak Lanjut Bahas RUU KUHAP

Isnur menilai tidak ada alasan RUU KUHAP harus segera disahkan dalam waktu dekat sehingga tidak perlu ada narasi menyesatkan untuk mengesahkan RUU KUHAP.

YLBHI Minta Presiden Tarik Draf dan Tak Lanjut Bahas RUU KUHAP
Ketua umum YLBHI Muhamad Isnur, S.H.I., M.H. youtube/YLBI

tirto.id - Ketua Umum YLBHI, M. Isnur, meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan dan menarik draf pembahasan RUU KUHAP yang kini telah disahkan Komisi III DPR RI dan pemerintah, Kamis (14/11/2025). Isnur berharap pemerintah bersama DPR kembali mengubah substansi draf RUU KUHAP demi memenuhi judicial scrutiny dan mekanisme check and balances sebagaimana yang diusulkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil.

"⁠Presiden menarik draf RUU KUHAP per 13 November 2025 untuk tidak dilanjutkan dalam pembahasan Tingkat II sidang paripurna," kata Isnur dalam keterangan pers, Jumat (14/11/2025).

Isnur meminta pemerintah dan DPR tidak menyesatkan publik terkait narasi pengesahan RUU KUHAP yang baru. Menurutnya, tidak ada alasan RUU KUHAP harus segera disahkan dalam waktu dekat.

"Pemerintah dan DPR tidak menggunakan alasan yang menyesatkan publik terkait pemberlakuan KUHP Baru semata-mata untuk memburu-buru pengesahan RUU KUHAP yang masih sangat bermasalah," ujarnya.

Dalam argumennya, Isnur menyatakan RUU KUHAP harus ditarik karena beranggapan semua orang bisa menjadi korban dan semua direkayasa menjadi tersangka dengan produk hukum terbaru itu. Dugaan itu muncul karena RUU KUHAP langsung berlaku tanpa melalui masa transisi dan mengikat seluruh masyarakat Indonesia.

"Artinya, potensi kekacauan praktik KUHAP Baru yang diterapkan tanpa adanya peraturan pelaksana akan sangat nyata terjadi setidaknya selama setahun ke depan," jelasnya.

Isnur pun menilai, restorative justice atau keadilan restorasi akan menjadi komoditas hukum yang berpotensi diperjualbelikan oleh aparat. Ia beralasan, Pasal 74a RUU KUHAP menjelaskan bahwa kesepakatan damai antara pelaku dan korban dapat dilaksanakan pada tahapan belum terdapat tindak pidana (penyelidikan).

"Hal ini sangat dipertanyakan, bagaimana mungkin belum ada tindak pidana namun sudah ada subjek pelaku dan korban? Selain itu hasil kesepakatan damai yang ditetapkan oleh pengadilan hanya surat penghentian penyidikan," terangnya.

Selain itu, Isnur mengaku ada berbagai masalah lain terkait draf RUU KUHAP terbaru, namun dia mengungkapkan satu masalah penting yaitu kewenangan aparat penegak hukum dalam menangkap, menyita, menyadap dan menahan tanpa adanya izin dari pengadilan. Isnur berpendapat, hal itu membahayakan demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia karena masyarakat bisa diberlakukan secara sewenang-wenang saat proses penyidikan.

"KUHAP juga memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan penyadapan tanpa izin hakim dengan dilandaskan pada undang-undang yang bahkan belum terbentuk (Pasal 124)," tegasnya.

Baca juga artikel terkait RUU KUHAP atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Flash News
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher