tirto.id - “Buat apa mengolok-olok orang. Kalau bapak, ibu mengolok-olok orang berarti bapak dan ibu mengajarkan generasi muda gampang nge-bully? Nanti akhirnya anak-anak kita bisanya hanya nge-bully saja, nge-bully dan nge-bully."
Begitu pernyataan Susi Ferawati, ibu korban dugaan persekusi saat acara Car Free Day di depan Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Minggu 29 April 2018, saat ditanya harapan usai melapor ke Polda Metro Jaya, Senin (30/4/2018).
Susi masih tampak kesal dengan insiden persekusi yang menimpa dirinya dan anaknya. Di benak Susi, kejadian itu tak pernah terbesit sedikit pun.
Ia bercerita, awalnya dia dan anaknya ikut jalan santai dari kawasan Monas menuju Bundara Hotel Indonesia yang diinisiasi kelompok yang menamakan diri #DiaSibukKerja. Susi mengklaim, dirinya tak tahu jika pada hari yang sama ada kelompok massa berbaju #2019GantiPresiden yang juga menggelar acara di arena Car Free Day.
Saat melintas di dekat bundaran HI, ia dan anaknya mulai diadang dan diolok-olok massa yang mengenakan kaos #2019GantiPresiden.
“Diolok-olok cebong lah, nasi bungkus lah, dasar enggak punya duit lah.”
“Karena kami pakai kaos tagline dia sibuk kerja, kami dikatain dasar lu kerja mulu lu kayak babu," lanjut Susi.
Saat olokan itu meluncur, Susi masih tenang. Ia bahkan mengajak anaknya terus berjalan. Kegeramannya muncul saat sekonyong-konyong teriakan keras dari seorang lelaki berdenging di samping kupingnya.
“Begok lu,” kata Susi mengulang umpatan lelaki tersebut.
Selepas umpatan keluar, anaknya ditarik seseorang yang dia tak ketahui siapa. “Saya hanya bisa kekuatan untuk memberanikan diri demi anak saya yang sudah hampir terlepas dari pegangan saya… Dia [anak Susi] cerita takut mama dipukul,” kata Susi.
Saat anaknya menangis, Susi mencoba menguat diri. Ia mengaku, perisakan yang dialaminya tak berhenti meski sang anak sudah menangis. “Saya kayak diarak begitu. Anak saya nangis di pelukan saya. Saya tetap [bertahan] walau tetap disawer uang ke muka saya,” kata Susi.
Insiden tak mengenakan itu membuat Susi akhirnya melaporkan intimidasi yang dialaminya kepada polisi. Laporan yang dibuat Susi tertuang dalam Laporan Kepolisian bernomor LP/2374/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimum terkait perlindungan anak dan perbuatan tidak menyenangkan disertai ancaman kekerasan dan keroyokan.
Dalam laporan tersebut, objek terlapor masih diselidiki, namun terlapor terancam melanggar Pasal 77 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 335 KUHP dan pasal 170 KUHP.
Anak Susi Masih Trauma
Kejadian yang menimpa Susi memang sudah berlalu, tapi bekas intimidasi itu masih dirasakan anaknya. Susi tak mau merinci bagaimana kondisi anaknya saat ini, yang ia ceritakan anaknya sangat ketakutan seusai intimidasi itu.
“Anak saya itu nangis kejer banget,” kata Susi.
Dalam video berdurasi 2 menit 26 detik yang diambil JakartaNicus dan diunggah di Youtube, Susi tampak dikerumuni sejumlah orang berbaju #2019GantiPresiden. Pada menit 1:35 hingga menit 1:50, teriakan massa #2019GantiPresiden menyasar kepada Susi yang mengenakan baju #DiaSibukKerja dan anaknya.
Dalam video tersebut tidak terlihat ada perlawanan. Akan tetapi, sang anak kecil terlihat sempat cekcok dengan orang dewasa dalam video tersebut. Orang dewasa itu pun terlihat mengumpat dengan mengarah langsung kepada sang anak. Sang anak pun sempat menangis. Susi pun menasihati sang anak bahwa mereka tidak takut.
Susi menyayangkan sikap massa yang mengenakan kaos #2019GantiPresiden. Ia berharap masyarakat bisa dewasa menyikapi perbedaan. Perbedaan bukan hal yang perlu diolok-olok tapi hal yang harus dihargai.
“Coba istri sama anak kamu dibegitukan,” ucap Susi mencoba mengajak wartawan merasakan kekesalannya.
Orangtua Punya Andil dalam Trauma Anaknya
Intimidasi yang terjadi pada Susi dan anaknya disayangkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra menyebut kegiatan politik yang mengarah kepada intimidasi terutama intimidasi kepada anak seharusnya tidak terjadi.
Jasra juga menyayangkan sikap Susi lantaran mengajak anaknya ikut dalam kegiatan politik. Pelibatan anak dan intimidasi ini, kata Jasra, akan berpengaruh terhadap psikologi dan perkembangan anak.
“Anak-anak itu wajib dilindungi dari penyalahgunaan politik,” ucap Jasra sembari merujuk pada Pasal 15 Nomor 35 tahun 2014 tentang Undang-undang Perlindungan Anak.
Komentar serupa dikatakan Komisioner KPAI lainnya, Retno Listyarti. Retno juga menyayangkan sikap Susi mengajak anaknya dalam kegiatan tersebut. Bagi Retno, intimidasi pada anak Susi tidak akan terjadi andai Susi tak mengajak anaknya.
“Kami berharap semua pihak melihat kasus ini secara proporsional. Orangtua juga enggak boleh libatkan anak baik dalam CFD bernuansa politik atau kampanye lain,” tutur Retno.
Di luar masalah yang Susi dan anaknya hadapi, Retno dan KPAI berharap semua pihak untuk mengembalikan fungsi CFD terbebas dari kegiatan politik sesuai dengan Perda DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2016 tentang Hari Bebas Kendaraan Bermotor. "KPAI meminta semua pihak mengembalikan fungsi CFD sebagaimana yang tercantum dalam peraturan tersebut," ucap Retno.
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih