tirto.id - Pemerintah tidak main-main dalam mempromosikan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur sebagai destinasi wisata. Pada awal bulan ini, Presiden Joko Widodo menetapkan Labuan Bajo sebagai Badan Otoritas Pariwisata (BOP) melalui Peraturan Presiden nomor 32/2018. Pemerintah juga menjadikan Labuan Bajo destinasi prioritas sejak 2016 lalu.
Pemerintah menargetkan kunjungan 20 juta wisatawan ke Indonesia pada 2019. Melalui pembentukan BOP, Labuan Bajo ditargetkan mencapai 500.000 wisatawan pada 2019. Jumlah ini naik lima kali lipat dari jumlah wisatawan di Labuan Bajo tahun 2015 yakni sebesar 90.000 orang.
Pada akhir 2017, mimpi itu masih belum tercapai setengahnya. Namun, perkembangan wisatawan ke Labuan Bajo, terutama Pulau Komodo, cukup pesat. Pada Desember 2017, wisatawan yang berkunjung ke Pulau Komodo sebanyak 122 ribu orang. Pada periode Januari-April 2018 kemarin, sudah ada 45.630 orang yang berkunjung ke Pulau Komodo. Dalam total tiga bulan pertama, jumlah pengunjung tahun 2018 lebih besar daripada tahun sebelumnya.
Hal ini bertambah mudah dengan adanya pesawat langsung dari Jakarta menuju Labuan Bajo yang beroperasi mulai akhir 2017 lalu.
Promosi Labuan Bajo di luar negeri memang cukup banyak. Bahkan media terbesar Singapura Straits Times juga memberitakan tentang Labuan Bajo. Akibatnya, pada 2017, persentase pengunjung mancanegara ke Labuan Bajo jauh lebih tinggi daripada dalam negeri, yakni sebesar 65%. Padahal, tarif masuk untuk wisatawan mancanegara ke Pulau Komodo saja mencapai Rp150 ribu—3 kali lipat dari harga tiket masuk wisatawan domestik.
Namun, pariwisata Labuan Bajo tercoreng kasus pemerkosaan terhadap wisatawan Perancis berinisial MBL (22) oleh orang yang mengaku sebagai pemandu wisata. Sekretaris Dewan Pengurus Cabang Himpunan Pariwisata Indonesia (HPI) di Manggarai Barat, Antonius Ndarung, menilai kejadian itu sangat merugikan masyarakat Labuan Bajo, terutama mereka yang berprofesi sebagai pemandu wisata.
“Pemerkosaan ini mencoreng pariwisata Labuan Bajo,” kata Antonius pada Tirto, Sabtu (23/6/2018).
Antonius mengatakan dari 257.582 penduduk di Labuan Bajo, sekitar 153.000 orang sudah berprofesi tetap sebagai pemandu wisata. Dari satu rombongan wisatawan dalam sehari saja, ia bisa mengantongi Rp250 ribu hingga Rp300 ribu. Jika ada penurunan jumlah wisatawan, tentu akan berdampak pada penghasilannya.
Menurut Antonius, Andi bukanlah pemandu, atau bisa dikatakan pemandu abal-abal. Antonius menegaskan, seluruh pemandu wisata yang resmi telah masuk ke dalam keanggotaan HPI. Di HPI pemandu wisata harus memenuhi syarat dan tes.
Ada tiga tingkatan lisensi pariwisata HPI, yakni muda, madya, dan tour leader. Syarat untuk mengikuti tes lisensi pariwisata adalah berdomisili di Labuan Bajo minimal enam bulan dan harus ada surat keterangan dari RT tempat ia tinggal. “Organisasi kami, kan, terdaftar di Kemenkumham dan ini organisasi kami punya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Kami ada prosedur sebelum menjadi guide,” ujarnya.
Tes tersebut dilaksanakan dalam waktu sehari yang terdiri dari ujian tertulis, wawancara, dan praktik lapangan dalam menjelaskan objek wisata dan etika berbicara dengan turis memakai bahasa asing. Semua yang menjadi pemandu di Labuan Bajo memiliki keterampilan berbahasa Inggris. Di antaranya bahkan ada yang menguasai bahasa Jerman, Spanyol, dan Perancis.
Namun, untuk tes psikologi dan etika, Antonius mengaku tidak ada tes secara detail. Seluruhnya disatukan dengan tes tertulis dan tes praktik. Yang penting, menurut Antonius, syaratnya adalah sehat jasmani dan rohani, alias tidak terkena gangguan kejiwaan. “Tidak ada pemandu kami yang gila,” ujarnya lagi.
Perlu Ada Peraturan Daerah
Antonius mengatakan, HPI akan menggelar kerja sama dengan Polres untuk memonitor dan menertibkan pemandu wisata liar. Sebab menurutnya, hingga sekarang tidak ada peraturan daerah yang melarang atau membatasi pihak manapun menjadi pemandu wisata—meski tidak mempunyai lisensi khusus.
Pemandu wisata ilegal tersebut kerap menunggu di pelabuhan atau bandara dan menawarkan jasanya. Sasaran mereka adalah wisatawan asing dengan biaya minim, atau biasa disebut backpacker yang diiming-imingi tumpangan gratis atau ongkos yang lebih murah. “Padahal keamanannya tidak terjaga. Tapi kami enggak bisa melarang,” tambahnya.
Antonius berharap pelaku pemerkosaan ditindak tegas. Ia percaya pelaku bernama Konstantinus Andi Putra hanyalah oknum dan tidak berdampak signifikan terhadap penurunan arus wisatawan asing. “Aman. Labuan Bajo aman. Ini hanya ulah satu orang ga jelas aja ini,” katanya
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementrian Pariwisata (Kemenpar) Guntur Sakti justru tidak menganggap Perda merupakan solusi utama. Ia mengimbau wisatawan memakai jasa pemandu wisata yang sudah resmi. “Seharusnya iya [nggak boleh ada pemandu ilegal] dan otoritas itu ada di daerah melalui asosiasinya,” kata Guntur.
“Silakan dikonfirmasi ke daerah, apakah kejadian ini perlu melahirkan Perda atau ada regulasi lain yang lebih efektif.”
Guntur mengaku masyarakat tidak perlu khawatir karena kejadian pemerkosaan tersebut tidak mewakili gambaran umum masyarakat dan pariwisata Labuan Bajo. Peristiwa kriminal semacam itu, menurut Guntur, bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Ia mengingatkan wisatawan memperhatikan wisata yang aman dan nyaman bagi dirinya sendiri.
“Wisatawan harus cerdas dalam memilih pemandu wisata. Pilihlah pemandu wisata yang sudah tergabung dengan asosiasi resmi. Dengan begitu, informasi yang akan diterima wisatawan akan lebih akurat,” katanya.
Saran Guntur tentu agak sulit dipraktikkan bagi para wisatawan asing yang tidak mengenal Indonesia. Namun, Guntur tetap bersikukuh bahwa keamanan itu merupakan tanggung jawab individu. Ia justru menilai wisatawan asing seharusnya juga melakukan riset terlebih dahulu soal keamanan bepergian jauh. “Mudah, kok, kalau mau mencari tahu. Kalau ragu, mereka bisa bertanya dan mencari di mana tourist information center. Sama juga kalau kita mau ke luar negeri,” katanya.
Untuk sementara, Kemenpar menggunakan program lisensi pemandu wisata sebagai unggulan. Selama beberapa tahun, hal ini sudah dilakukan dan akan tetap dipertahankan. Ia berharap, tidak ada penurunan wisatawan asing hanya karena satu kasus pidana yang terjadi. “Ekosistem pariwisata di Labuan Bajo tetap kondusif, kok,” klaimnya. “Insyaallah Labuan Bajo tetap aman dan menarik untuk wisatawan."
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Muhammad Akbar Wijaya