tirto.id - Setujukah para "pecandu gim" masuk golongan pengidap gangguan mental?
Jawabannya, tentu saja tak semua akan sepakat atau bahkan menolak. Namun, International Classification of Deseases (ICD) edisi ke-11, suatu pedoman tentang penyakit yang dipublikasikan World Health Organization (WHO) akan memasukkan kecanduan gim sebagai bagian dari gangguan mental atau gaming disorder.
Edisi ke-11 ICD akan segera disahkan pada 2018. Dalam draf ICD edisi ke-11 yang dipublikasikan, WHO menyatakan bahwa gaming disorder merupakan “pola perilaku bermain gim (gim digital atau video gim) yang terus-menerus atau berulang, (baik secara) online maupun offline.” Perilaku ini terutama mengakibatkan gangguan fungsi pribadi, keluarga, maupun sosial."
WHO kemudian menyatakan bahwa gaming disorder memiliki tiga ciri. Pertama, yakni terjadinya gangguan kontrol atas bermain gim. Ini dicontohkan melalui intensitas maupun durasi yang dihabiskan pemain untuk bermain gim.
Kedua, adanya perubahan prioritas. Maksudnya, bermain gim telah mengusik aktivitas kehidupan lain dan menempatkan bermain gim sebagai prioritas utama. Ketiga, adanya rasa mengabaikan dari para pemain gim meskipun ia tahu ada konsekuensi negatif yang ditimbulkan.
WHO menyatakan bahwa gaming disorder biasanya akan terlihat dalam kurun waktu 12 bulan. Namun, jika terlihat gejala-gejala yang lebih parah, waktu tersebut bisa lebih cepat.
Mengutip BBC, bakal masuknya kecanduan gim menjadi bagian dari gangguan mental merupakan kenaikan status tersebut dari yang sebelumnya ditulis “kondisi yang masih dalam tahap penelitian” dalam pedoman bertajuk Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-5 yang terbit pada 2013 lalu.
Psikolog A. Kasandra Putranto mengamini dimasukkannya kecanduan gim sebagai gangguan mental. Namun, ia menekankan bahwa kecanduan gim bisa dimasukkan ke dalam kategori gangguan mental jika ciri-ciri gangguan tersebut terpenuhi.
“Sesuai istilah yang digunakan, namanya kecanduan, artinya tentu tidak bisa mengendalikan dorongan, penggunaan yang berlebihan, mengabaikan aturan yang ada, mengorbankan biaya dan kepentingan lain bahkan keluarga dan teman. Kecanduan gim seperti ini jelas tidak sama dengan prestasi atau kompetisi atau hiburan,” kata Kasandra kepada Tirto.
Kasandra mengatakan bahwa kecanduan gim selama ini dimasukkan ke dalam kelompok gangguan kendali impuls oleh kalangan psikologi. Gangguan kendali impuls atau impulse control disorder merupakan kelainan psikiatris yang ditandai dengan kegagalan individu menahan godaan, dorongan, atau hasrat. Umumnya, gangguan kendali impuls akan menyebabkan penderitanya mengalami kerusakan fungsi sosial, termasuk terbengkalainya pekerjaan.
Kimberly Young dalam jurnal berjudul “Cyber-Disorder: The Mental helat Concern for the New Millennium" menegaskan bahwa kecanduan bermain gim memang merupakan perilaku yang tercipta atas kacaunya pengendalian impuls. Young mengatakan bahwa kecanduan bermain gim merupakan bagian dari kecanduan internet.
Dalam jurnalnya itu, ada 5 bagian dari kecanduan internet selain kecanduan bermain gim. Ia adalah kecanduan cybersexual, kecanduan cyber-relation, net compulsion (judi online), serta information overload.
Kecanduan gim, merujuk penuturan Young, umumnya terjadi pada individu yang mengalami masalah emosional. Kecanduan gim bisa terjadi pada individu yang merasa bahwa dirinya tak berarti.
Sementara itu, Young dalam jurnal lainnya berjudul “Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for Adolescents” menyatakan bahwa kecanduan bermain gim, terutama gim online, merupakan masalah serius yang menimpa cukup banyak masyarakat di suatu negara. Negara-negara itu antara lain Cina, Korea Selatan, dan Taiwan.
Di Cina, merujuk penuturan Young di jurnalnya tersebut, 10 persen dari 30 juta pemain gim internet di sana dikatakan kecanduan. Sementara itu, di Amerika Serikat disebutkan bahwa 90 persen pemuda negeri Paman Sam merupakan pemain gim, dan 15 persen dari angka tersebut merupakan pecandu gim.
Entertainment Software Association (ESA), asosiasi yang menaungi para penerbit gim, tak setuju dengan anggapan kecanduan gim sebagai gangguan mental. Mengutip Arc Technica, mereka menyatakan bahwa bermain gim tak ubahnya seperti seorang penggemar olahraga atau konsumen setiap jenis hiburan lain.
"Organisasi Kesehatan Dunia tahu bahwa akal sehat dan penelitian yang obyektif membuktikan permainan video tidak menimbulkan kecanduan. Dan, dengan memberikan label resmi pada mereka (pecandu gim) dengan ceroboh telah meremehkan masalah kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan sosial (daripada menempelkan label gangguan mental pada pemain gim), yang pantas mendapat perawatan dan perhatian penuh dari medis," kata ESA dalam dalam pernyataan mereka.
Bermain gim berubah menjadi candu tak terjadi dalam satu malam. Di dekade 1980-an, gim masih sebatas permainan “koordinasi mata dan tangan.” Gim hanya sebatas permainan satu arah. Di masa ini, Pac Man merupakan gim yang mendominasi.
Kemudian, pada permulaan dekade 1990-an gim berubah menjadi permainan yang mengutamakan pengalaman. Ini terutama banyak gim yang dirilis memungkinkan pemainnya untuk ikut mengembangkan dunia virtual dalam gim. Beberapa contoh gim yang sukses di masa kini antara lain Doom dan Quake.
Pada akhir dekade 1990-an, gim berubah menjadi jauh lebih interaktif. Selain itu, semakin beragamnya perangkat yang bisa digunakan dalam gim. Ini menjadikan gim mudah dimainkan di manapun dan di waktu kapanpun.
Baca juga:Video Gim, Stres, dan Kemampuan Seks
Perkembangan gim didukung terutama oleh potensinya secara komersial. Di 2018, segmen gim online diprediksi akan menghasilkan pendapatan bagi para penerbit gim sebesar $13,5 miliar. Jumlah ini tentu sangat besar, dan langkah WHO tentu akan menjadi catatan bagi pelaku bisnis gim dunia. Bagi penggunanya, gim memang punya sisi positif dan negatif, tapi menjadi masalah dan diwaspadai bila sudah menjadi kecanduan.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra