Menuju konten utama

Warga Indramayu Desak Hentikan Pembangunan PLTU II

PLTU I yang telah beroperasi sejak 2015 sudah mengganggu mata pencaharian warga petani dan nelayan, serta mengganggu kesehatan warga.

Warga Indramayu Desak Hentikan Pembangunan PLTU II
(dari kanan) Manager advokasi dan kampanye WALHI Jawa Barat, Wahyudi bersama Ketua Jatayu, Rodi saat jumpa pers mengenai pembanunan PLTU di Indramayu. (tirto.id/Riyan Setiawan)

tirto.id - Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu (Jatayu) mendesak kepada pemerintahan Presiden Jokowi untuk segera menghentikan rencana proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Udara (PLTU) II Indramayu, Jawa Barat.

Hal tersebut menanggapi Pemerintah Jepang mengumumkan akan menghentikan pemberian pinjaman untuk proyek pembangunan PLTU di sejumlah negara, termasuk Indonesia, salah satunya proyek PLTU di Indramayu.

"Hentikan segera proyek pembangunan energi kotor, salah satunya rencana pembangunan PLTU II Indaramayu," kata Ketua JATAYU, Rodi di acara Kanda'an Warga Jatayu di Indramayu, Senin (15/8/2022).

Kanda’an merupakan media warga Indramayu untuk melakukan obrolan, berbagi pengalaman, serta berbagi pengetahuan satu sama lain. Hal ini merupakan praktik baik dalam memperjuangkan lingkungan serta sumber kehidupan kedepannya.

Rodi menyatakan, bahwa batal atau tidaknya pembangunan PLTU II ini bukan berada di pihak Pemerintahan Jepang, melainkan dari pihak pemerintah Indonesia.

Oleh karena itu, Jatayu akan terus menyuarakan keberatan serta menyampaikan penolakan jika pemerintah Indonesia akan membangun PLTU II di Indramayu.

Warga tidak ingin ada PLTU II di desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Indramayu. Jika PLTU II terbangun, maka ancaman terhadap kehidupan kami dan kerusakan lingkungan akan semakin tinggi.

Sebab, PLTU I yang telah beroperasi sejak 2015 sudah mengganggu mata pencaharian warga petani dan nelayan, serta mengganggu kesehatan warga, karena sering menghirup asap.

"Kami tidak bisa membayangkan jika di kampung kami ada lagi PLTU II, yang utama mata pencaharian kami akan hilang dan kondisi lingkungan akan semakin buruk," ucapnya.

Rodi menilai rencana ekspansi pembangunan PLTU di Indramayu sudah bukan lagi kebutuhan yang mendesak.

"Hal mendesak saat ini adalah menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan dan melakukan upaya mitigasi serta adaptasi terhadap perubahan iklim yang mulai terjadi di Indonesia," tegasnya.

Rencana pembangunan PLTU II 1X1000 MW berada di desa Mekarsari, Kecamatan Patrol. Skema ekspansi ini direncanakan oleh pemerintah pusat untuk mengejar kebutuhan 35.000 GW untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat Jawa hingga Bali.

Pada waktu yang sama, Manager advokasi dan kampanye WALHI Jawa Barat, Wahyudi selaku pendamping warga dari menyampaikan bahwa rencana pembangunan PLTU II ini telah berulang kali mengalami penundaan dan meleset dari target yang telah ditentukan.

"Artinya tanah, air, udara dan Yang Maha Esa tidak menghendaki rencana perluasan pembangunan energi kotor tersebut," kata Wahyudi.

Menurutnya, pembangunan PLTU dengan bahan bakar batubara ini akan mengubah bentang pesisir dan wilayah pertanian warga. Jika hal itu terjadi, dampak yang dirasakan warga tidak hanya kerusakan lingkungan di laut maupun darat, tetapi juga akan pada hilangnya mata pencaharian warga yang menjadi nelayan dan petani.

"Belum lagi pencemaran asap dari cerobong PLTU akan menimbulkan gangguan kesehatan bagi warga yang tinggal sekitar PLTU," tuturnya.

Dirinya menjelaskan, mengacu pada komitmen Jokowi di Perjanjian Paris (Paris agreement) yang betkomitmen untuk menurunkan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 25%, hal ini tidak bisa diwujudkan jika PLTU yang berbahan bakar batu bara terus dibangun.

Ancaman dari pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim akan semakin terasa, khususaya di Indonesia.

"Maka dari itu kami mendesak pemerintah segera keluarkan pernyatan resmi batalnya pembangunan PLTU II Indramayau kepada publik sehingga masyarakat mendapat kejelasan secara resmi," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PLTU INDRAMAYU 2 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri