Menuju konten utama

Warga Bukti Duri Menang Class Action Penggusuran di Ciliwung

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengabulkan class action warga tergusur normalisasi Kali Ciliwung Bukit Duri.

Warga Bukti Duri Menang Class Action Penggusuran di Ciliwung
Petugas dengan alat berat mengeruk endapan lumpur di sungai Ciliwung di kawasan Banjir Kanal Barat (BKB), Jakarta, Senin (4/9/2017). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengabulkan class action atau gugatan warga kena gusur program normalisasi Kali Ciliwung Bukit Duri, Rabu (25/10/2017). Gugatan kelompok ini ditujukan kepada beberapa pihak yang terkait normalisasi Sungai Ciliwung.

Ada 11 pihak tergugat antara lain Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), Kepala Dinas Bina Marga Jakarta, Gubernur DKI Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Wali Kota Jakarta Selatan, Kepala Dinas Tata Ruang Jakarta, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Jakarta, Kepala Dinas Tata Air Jakarta, Kepala Dinas Perumahan Jakarta, Camat Tebet, dan Lurah Bukit Duri.

Majelis Hakim yang dipimpin oleh Mas’ud, SH. MH mengatakan bahwa tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Ini adalah kemenangan kedua setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan warga Bukit Duri yang menyimpulkan bahwa penggusuran yang dilakukan pada 28 September 2016 ilegal.

Hakim memutuskan bahwa tergugat diwajibkan membayar kerugian materiil terhadap warga yang mencakup 89 anggota keluarga yang memiliki bidang tanah serta empat perwakilan kelompok dari RW 10, 11, dan 12, Kecamatan Tebet, Bukit Duri, Jakarta Selatan. Jumlah kerugian materiil yang ditetapkan sebesar Rp200 juta per penggugat. Jumlah ini berbeda jauh dengan permohonan warga yang meminta ganti sebesar Rp1,07 triliun.

Dalam keterangan resmi yang diterima Tirto dari Kuasa Hukum Warga Bukit Duri, disebutkan bahwa Putusan hakim telah memenuhi prinsip keadilan serta sudah sesuai dengan hukum perdata, hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dan hukum Hak Asasi Manusia (HAM).

Baca juga: Warga Bukit Duri Menang Gugatan, Penggusuran Ilegal

Ada lima kesimpulan utama yang muncul selama proses pemeriksaan di pengadilan, yang membuat gugatan kelompok warga di Bukit Duri dikabulkan. Pertama, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan perbuatan melawan hukum selama pelaksanaan proyek normalisasi Kali Ciliwung. Peraturan Pembentukan Program Normalisasi yang menjadi dasar penggusuran telah habis masa berlakunya ketika warga digusur. Aturan yang jadi dasar normalisasi tidak lagi berlaku per 5 Oktober 2015.

Pihak penggugat menegaskan pembuktian bahwa proyek normalisasi Kali Ciliwung yang telah kedaluwarsa tidak terbantahkan lagi. Sehingga tindakan ilegal yang berlawanan dengan kewajiban hukum Pemprov DKI Jakarta terbukti dengan sempurna dan tidak terbantahkan.

Kedua, program normalisasi Kali Ciliwung merupakan program pembangunan untuk kepentingan umum, sehingga pelaksanaan pembebasan lahannya harus berdasarkan pada Undang-undang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.

Baca juga: Kepasrahan Warga Bukit Duri Jelang Penggusuran

Ketiga, ditemukan fakta bahwa telah terjadi penggusuran paksa yang melawan hukum. Sementara seharusnya, pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk melindungi dan menjamin hidup warga negaranya.

Keempat, tanah di wilayah Bukit Duri adalah tanah milik warga yang didapat secara turun-temurun. Kelima, penggusuran paksa itu telah menyebabkan kerugian, baik materiil dan imateriil. Kerugian materiil di antaranya adalah kehilangan pekerjaan, tanah, rumah dan harta benda lain, serta entitas kampung. Para tergugat juga diketahui tidak melakukan musyawarah terlebih dulu sebelum melakukan eksekusi.

Penggagas Komunitas Ciliwung Merdeka sekaligus pendamping warga tergusur Ignatius Sandyawan Sumardi mengatakan bahwa meski telah secara sah dan meyakinkan bahwa penggusuran itu ilegal, tapi warga tidak bisa lagi kembali menempati tempat tinggal semula. Sebab proyek telah berjalan sedemikian rupa sehingga kawasan mereka tidak mungkin lagi ditinggali. Dengan kata lain, meski telah menang, masih ada sejumlah persoalan yang harus diselesaikan.

Baca juga: Jakarta Unfair, Mengenang Bukit Duri di Atas Puing-puing

Putusan hukum ini memang bagian persoalan saat Jakarta masih dipegang oleh Ahok. Namun, suka tidak suka persoalan ini menjadi tanggung jawab pemimpin baru DKI Jakarta di bawah Anies Baswedan-Sandiaga Uno, termasuk Pemprov DKI Jakarta harus membayar uang ganti. Menurut Sandyawan, kemungkinan terburuknya adalah Pemprov melakukan banding terhadap putusan hakim. Namun, Sandyawan berpikir kelompok warga Bukit Duri tentu tidak mengharapkan demikian.

"Bukan kemudian mencari celah lewat diskresi yang sebetulnya juga melawan hukum," kata Sandyawan kepada Tirto.

Jika Pemprov DKI mengajukan banding, maka dipastikan kehidupan warga tergusur semakin sulit. Pasca diusir paksa dari tempat tinggalnya, warga hidup dalam ketidakpastian. "Maka kalau diperpanjang lagi proses hukumnya akan berat sekali bagi warga. Setengah mati mereka untuk selamat," tambahnya.

Baca juga artikel terkait PENGGUSURAN BUKIT DURI atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Hukum
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Rio Apinino
Editor: Suhendra