Menuju konten utama

Kepasrahan Warga Bukit Duri Jelang Penggusuran

Warga yang akan digusur besok tidak termasuk dalam lingkup penggugat Pemprov DKI Jakarta yang dimenangkan PTUN.

Kepasrahan Warga Bukit Duri Jelang Penggusuran
Warga membongkar rumahnya sendiri sebelum ditertibkan di kawasan Bukit Duri, Jakarta, Rabu (5/7). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Ratusan rumah di lingkungan RW 12 Kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan tak lagi seperti dulu. Sebagian besar bangunannya nyaris rata bersama tanah dengan hanya menyisakan dinding di beberapa bagian. Pintu dan kusen jendela yang hilang menjadi simbol kepasrahan warga menghadapi kenyataan.

Minggu Juli 2017 Tirto menengok situasi terakhir kawasan Bukit Duri sebelum penggusuran pada 11 Juli besok. Penggusuran yang akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (pemprov) DKI Jakarta menyasar kawasan di RT 1, RT 2, RT 3, dan RT 4 di lingkungan RW 12. Kawasan tersebut berdekatan dengan bantaran Sungai Ciliwung dan Depo KRL Bukit Duri.

Hariono, warga di RT 1 RW 12 mengatakan warga sudah menerima surat peringatan ketiga (SP3) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Surat itu diterima warga pada 5 Juli 2017 lalu langsung dari Lurah Bukit Duri Mardi Yonce. “Betul, Mas, kami sudah terima SP3 Rabu kemarin dari Pak Lurah,” kata Hariono, kepada Tirto (9/7).

Sehari-hari Hariono mencari nafkah dari berjualan mie ayam ini kawasan Bukit Duri. Sebagai warga pendatang Hariono hanya bisa pasrah dengan penggusuran yang akan dilakukan pada Selasa (10/7). Dia mengaku telah membereskan sendiri barang-barang di rumahnya.

"Ini lagi beberes. Habis ini saya balik. Mau nyopot-nyopotin jendela sama ngemasin barang-barang. Saya juga nanti Selasa sudah disuruh Pak Lurah untuk berjualan di sini. Bakal dibuat apel petugas gabungan katanya," kata Hariono.

Menurut Hariono sebagian besar yang akan digusur memang hanya bisa pasrah. Sebab kebanyakan mereka memang perantau yang coba mengadu nasib di ibukota. “Kebanyakan di sini perantau, jadi ya terima-terima saja,” ujarnya.

Hariono mengatakan, dalam penggusuran sebelumnya hanya warga RT 7 yang melawan. Meski pasrah, Hariono tetap sedih akan kehilangan rumah yang telah ditinggalinya selama 30 tahun. Pria asal Jawa Tengah ini mengaku rumah yang ia tinggali merupakan pemberian seorang dokter yang pernah menjadi majikannya. “Lihat saja rumah saya yang di pojok itu, gede banget kan? Sedih rumah segede itu mau digusur, tapi ya bagaimana lagi,” katanya.

Berbeda dengan Hariono, Babeh warga RT 1 mengaku tak terima dengan penggusuran yang akan dilakukan oleh pemprov. Ia khawatir di tempat baru akan sulit beradaptasi, khususnya mendapat pekerjaan. Tapi Babeh cuma bisa pasrah. Ia sadar tak mungkin melawan sendirian. “Tapi warga lain pada nerima aja. Gue enggak bisa lah ngelawan sendirian,” kata Babeh pada Tirto.

Babeh juga kesal dengan tidak adanya ganti rugi dari pihak pemprov. Menurutnya, meskipun warga dijanjikan relokasi ke rumah susun, tetapi tidak sepadan dengan rumahnya yang sekarang. “Lah kita susah payah buat beli ini rumah. Sekarang dia main gusur aja enggak pakai bayar. Pindahan kan butuh sewa mobil,” kata Babeh.

Secara terbuka, Babeh yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek pangkalan ini mengaku sebagai pendukung Anies-Sandiaga. Dirinya pun berharap pasangan gubernur baru tersebut dapat memperhatikan nasib mereka. “Kalau bisa si Pak Anies itu ngomong lah ke Pak Djarot. Supaya jangan digusur kita,” katanya.

Dari hasil data KPU DKI Jakarta, dalam dua putaran Pilkada DKI Jakarta 2017 Februari dan April lalu, pasangan Anies-Sandiaga menang telak di Kelurahan Bukit Duri dengan angka lebih dari 60 persen suara, terutama di TPS 53 yang melingkupi perumahan warga korban penggusuran.

Warga lainnya, bernama Marni, mengaku kecewa dengan penggusuran yang dilakukan oleh pemprov. Tapi, ia mengaku pasrah saja dan menerima penggusuran tersebut. “Gimana lagi, pemerintah yang minta. Udah enggak bisa lagi ditolak. Pasrah saja saya," kata Marni pada Tirto di sekitar rumahnya yang berada di bantaran kali Ciliwung, Minggu (9/7).

Rumah milik Marni sudah dibongkar sejak dirinya mendapat SP3 dari lurah Bukit Duri. Saat Tirto menyambangi rumah Marni yang tampak hanya tinggal tembok tanpa kusen-kusen pintu dan jendela. “Saya bakal pindah ke Cakung. Sudah terima Rusun,” katanya.

Menurut Marni, sebagian besar warga setempat memang memilih direlokasi di Cakung dari pada di Marunda, dan pemerintah kata dia telah menyetujuinya. Selain itu, Marni menyatakan penerimaannya atas penggusuran adalah karena sudah sering terkena dampak banjir kali Ciliwung. “Kalau kebanjiran sudah puas. Makanya, kata Pak Ahok kan ini biar tidak banjir, ya kami terima saja," kata dia.

Januari 2017 Pengadilan Tata Usaha Negara memenangkan gugatan yang diajukan sebagian warga Bukit Duri atas penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta pada September 2016. Mereka yang dimenangkan adalah warga RW 12 di RT 06, RT 07, RT, 08 dan warga RW 11 di RT 03.

Koordinator Sanggar Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi, yang juga menjadi salah satu penggugat mengatakan kepada Tirto warga yang akan digusur besok tidak masuk dalam lingkup penggugat yang dimenangkan PTUN. “Dulu sempat diajak, tapi nampaknya mereka sudah ada pendampingnya,” ujar Sandywan saat dihubungi Tirto.

PTUN memerintahkan pemprov mengganti rugi rumah warga yang telah digusur. Namun Sandywan mengatakan warga yang menang gugatan tidak mengincar ganti rugi berupa uang. Mereka hanya menuntut agar pemprov merevitalisasi pemukiman warga menjadi kampung susun yang manusiawi. “Mereka tidak menuntut ganti uang, tapi menuntut pembangunan Kampung Susun Manusiawi Bukit Duri dan koperasi,” kata Sandywan.

Baca juga artikel terkait PENGGUSURAN atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Jay Akbar