tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memiliki pandangan yang sama dengan jaksa KPK, terkait putusan banding yang memperberat hukuman bagi eks menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Sebelumnya Edhy divonis 5 tahun, lalu menjadi 9 tahun berkenaan perkara penerimaan suap terkait ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.
"Majelis hakim punya keyakinan dan pandangan yang sama dengan tim jaksa KPK bahwa terdakwa secara meyakinkan terbukti bersalah menerima suap dalam pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benur," ujar Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Jumat (12/11/2021).
Edhy Prabowo juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.457.219 dan 77 ribu dolar AS dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan dan bila tidak dibayar harta bendanya akan disita dan dilelang, dan bila harta benda tidak cukup, maka harus dipidana selama 3 tahun penjara.
KPK mengapresiasinya. “Hal tersebut penting sebagai bagian dari aset recovery yang menyokong penerimaan negara melalui upaya pemberantasan korupsi," ujarnya.
Putusan di tingkat banding itu dijatuhkan pada 21 Oktober 2021 oleh Haryono selaku hakim ketua majelis dan Mohammad Lutfi, Singgih Budi Prakoso, Reny Halida Ilham Malik serta Anton Saragih masing-masing sebagai hakim anggota.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim di tingkat banding menyatakan memori banding yang diajukan penasihat hukum Edhy tidak ditemukan hal-hal baru yang dapat melemahkan atau membatalkan putusan pengadilan Tipikor dan hanya pengulangan dari apa yang disampaikan sebelumnya.
Namun terkait dengan lamanya pidana penjara yang dijatuhkan majelis hakim tingkat pertama, menurut majelis hakim tingkat banding belum memenuhi rasa keadilan masyarakat sehingga harus diubah.
“Bahwa penjatuhan pidana pokok kepada terdakwa tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat yang seharusnya ditangani secara ekstra dan luar biasa terlebih lagi terdakwa adalah seorang menteri yang membawahi Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, telah dengan mudahnya memerintahkan anak buahnya berbuat hal yang menyimpang dan tidak jujur," demikian termuat dalam putusan Edhy Prabowo di laman Mahkamah Agung.
Edhy juga dinilai telah merusak tatanan kerja yang selama ini ada, berlaku, dan terpelihara dengan baik.
"Terdakwa telah menabrak aturan atau tatanan prosedur yang ada di Kementeriannya sendiri," kata hakim menegaskan.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz