tirto.id - Koalisi Serius Revisi Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik meluncurkan kajian mengenai ITE. Mereka merekomendasikan ada beberapa kebijakan atau pasal dalam UU ITE yang harus direvisi.
Pertama, adanya pasal karet atau pasal dengan definisi bias. Kedua, problematika pemidanaan seperti kategori penghinaan atau pencemaran nama batasannya kabur.
“Yang paling penting, karena ada korbannya,” kata Campaign Manager Amnesty International Indonesia Nurina Savitri, dalam peluncuran daring, Kamis (29/4/2021).
Alasan koalisi menyeriusi revisi antara lain pada 2016-2020, ada banyak kasus muncul karena penerapan UU ITE serampangan.
Rinciannya pemakaian Pasal 27 ayat (3) berimbas pada 286 kasus; Pasal 27 ayat (1) ada 238 kasus; Pasal 28 ayat (2) tercatat 217 kasus; 21 kasus dipersangkakan Pasal 29; dan 1 kasus dijerat dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 29.
Selanjutnya, pada periode tahun 2021, ada 15 perkara dan 18 korban yang dijerat karena dugaan pelanggaran hak kebebasan berekspresi menggunakan UU ITE.
Sementara, dalam kategori pasal karet yang penjerat publik periode 2016-2020, tingkat penghukuman menyentuh 744 perkara dan 676 perkara pemenjaraan.
Selanjutnya, kategori pemidanaan terhadap warganet tahun 2019 ada 24 kasus dan tahun berikutnya ada 84 perkara.
Tidak hanya itu, koalisi juga menemukan bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender secara daring justru meningkat tajam selama pandemi. Dari 2019 dengan 60 kasus, setahun setelahnya meroket menyentuh 620 kasus.
“Kami juga ingin ada keadilan, kertas kebijakan ini agar diketahui oleh banyak kalangan. Yang terpenting adalah ada perbaikan sistem hukum pidana dan siber. Kami ingin keadilan melalui revisi UU ITE,” jelas Nurina.
Kajian ini nantinya juga akan diserahkan kepada pemerintah pousat dan DPR RI. Harapannya bahan tersebut jadi bahan pertimbangan revisi UU ITE.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mewacanakan revisi UU ITE karena sejumlah pasal multitafsir. Kementerian Politik Hukum dan Keamanan kemudian membuat tim kajian revisi UU ITE. Saat ini kajian tim masih berproses.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali