Menuju konten utama

Usai Rekonsiliasi Jokowi-Prabowo: Buat Apa PA 212 Gelar Ijtima IV?

NU dan Muhammadiyah menilai Ijtima Ulama IV tidak perlu dilakukan. Sebab, pertemuan Jokowi-Prabowo dinilai sebagai langkah positif demi tercapainya rekonsiliasi usai pilpres.

Usai Rekonsiliasi Jokowi-Prabowo: Buat Apa PA 212 Gelar Ijtima IV?
Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) saat melakukan pertemuan di FX Senayan, Jakarta, Sabtu (13/7/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Tak semua kelompok pendukung Prabowo-Sandiaga senang dengan pertemuan yang digelar Joko Widodo dan Prabowo Subianto, pada Sabtu, 13 Juli 2019. Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) bahkan akan menggelar Ijtima Ulama IV khusus merespons pertemuan dua tokoh yang bertarung di Pilpres 2019 itu.

Juru Bicara PA 212 Novel Bamukmin mengatakan Ijtima Ulama IV yang rencana digelar pada Agustus mendatang akan membahas sikap politik usai jagoannya di Pilpres 2019 bertemu Jokowi. PA 212 bahkan mengancam akan meninggalkan ketua umum Gerindra itu bila Prabowo bersedia “dirangkul” Jokowi.

“Iya [menggelar Ijtima Ulama IV] insya Allah awal Agustus,” kata Novel saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin, 15 Juli 2019.

Novel mengatakan, pada pertemuan nanti, PA 212 akan membahas terkait rencana langkah politik ke depan bagi para ulama, aktivis, dan tokoh yang selama ini mendukung pasangan calon nomor urut 02 di Pilpres 2019. Ia pun mengatakan akan mengundang Prabowo-Sandiaga dalam acara tersebut.

Namun, niatan PA 212 menggelar Ijtima Ulama IV dikritik ormas Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Sebab, pertemuan antara Jokowi dan Prabowo dinilai sebagai langkah positif, apalagi publik sudah lama menginginkan rekonsiliasi setelah polarisasi yang terjadi saat Pilpres 2019.

Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Baidowi justru mempertanyakan urgensi digelarnya Ijtima Ulama IV. Meski tidak melarang, kata dia, NU menanyakan maksud PA 212 merencanakan itu di tengah upaya merajut kebersamaan usai pilpres.

“Saat ini umat pada umumnya sudah menginginkan rekonsiliasi, sudah menginginkan bagaimana tidak ada lagi pembelahan akibat dari pilpres. Jadi jangan kemudian ada ijtima ulama yang keempat hanya ingin memelihara keterbelahan. Jangan begitu,” kata Masduki kepada reporter Tirto, Senin (15/7/2019).

Baidowi mengingatkan, ulama merupakan tokoh terhormat. Menurut dia, ulama punya visi keislaman dan keilmuan sebagai pewaris nabi. Karena itu, kata Masduki, ulama sebaiknya tidak masuk dalam kepentingan politik praktis.

Di NU, kata Masduki, pelaksanaan ijtima dilakukan hanya untuk membahas masalah fiqih dan keagamaan, bukan politik praktis. Ia pun menyebut, NU tidak akan terlibat dalam ijtima ulama yang digagas PA 212 itu.

“Kalau misalnya ijtima ulama keempat itu memang akan mendukung terhadap penyatuan kembali masyarakat yang terbelah akibat pilpres, itu bagus. Tapi kalau hanya ingin memelihara keterbelahan itu, saya kira kontraproduktif,” kata Masduki.

Hal senada diungkapkan Ketua Majelis Hukum dan HAM Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Trisno Raharjo. Ia memandang rencana Ijtima Ulama IV tidak diperlukan bila hanya merespons pertemuan Jokowi-Prabowo.

Sebab, kata Trisno, sebuah ijtima tidak perlu bersifat responsif akibat suatu pertemuan.

“Saya berpandangan kurang baik terlalu responsif terhadap dinamika perpolitikan di tanah air, meskipun dapat dipahami bahwa ijtima ulama banyak berlatar belakang persoalan politik, ada baiknya pertemuan dilakukan untuk mengkonsolidasi umat dalam melakukan peningkatan partisipasi kebangsaan yang mendorong bangsa ini menjadi lebih baik,” kata Trisno kepada reporter Tirto.

Namun, kata Trisno, meski menyayangkan pelaksanaan Ijtima Ulama IV berkaitan dengan pertemuan Jokowi-Prabowo, tapi ia tidak mempermasalahkan. Alasannya, kata Trisno, ijtima dilakukan sebagai ekspresi pandangan PA 212.

“Harapan kami pandangan ulama perlu memperhatikan dinamika kemasyarakatan yang ada dengan baik, sehingga masyarakat umum dapat memperoleh gambaran yang baik dan sejuk terkait kehidupan politik pasca pemilu kemarin,” kata Trisno.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti memandang tidak masalah pelaksanaan Ijtima Ulama IV digelar selama sesuai aturan yang berlaku.

“Penyelenggaraan Ijtima Ulama merupakan hak warga negara. Sepanjang sesuai Undang-Undang, Ijtima Ulama tidak dapat dilarang,” kata Mu'ti.

Namun, kata Mu'ti, meski tidak mempersoalkan, tapi ia menyoroti bahwa penyelenggaraan agenda itu sangat kuat nuansa politiknya dan berpotensi memecah belah umat Islam. Apalagi, secara kelembagaan sudah ada Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai wadah berhimpun para ulama.

Karena itu, ia mengingatkan agar hasil ijtima tidak mengikat dan seharusnya umat mengikuti ormas yang kredibel.

“Dalam konteks hukum Islam, fatwa ulama tidak mengikat. Tidak ada keharusan bagi umat Islam mengikuti fatwa ulama. Umat memiliki preferensi mengikuti fatwa dari lembaga yang lebih punya kredibilitas dan otoritas seperti MUI, Muhammadiyah, NU, dan ormas Islam yang mapan,” kata Mu'ti.

Mu'ti menegaskan, tidak ada warga Muhammadiyah yang akan hadir dalam ijtima ulama yang digagas PA 212. Sebab, kata Mu'ti, warga Muhammadiyah akan mengikuti ketentuan Muhammadiyah.

“Warga Muhammadiyah seharusnya mengikuti fatwa Majelis Tarjih dan kebijakan PP Muhammadiyah,” tutur Mu'ti.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Verry Surya tidak memasalahkan pelaksanaan Ijtima Ulama IV. Menurut Verry, ijtima ulama merupakan bagian upaya masyarakat untuk berkumpul dan berserikat sesuai UUD 1945.

“Kami tentu berharap dan berdoa ijtima ulama ini yang keempat menghasilkan keputusan yang konstruktif dan bermanfaat, bermaslahat untuk umat dan masyarakat dengan turut untuk kemudian mendukung silaturahmi dua tokoh bangsa Pak Prabowo dan Pak Jokowi,” kata Verry.

Namun, bila hasil ijtima bertolak belakang dengan harapan TKN, Verry menyayangkan sikap PA 212 itu. Sebab, kata dia, TKN ingin agar seluruh rakyat bersatu kembali setelah Pilpres 2019.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz