tirto.id - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan Pilkada 2020 tidak berpengaruh terhadap kenaikan kasus COVID-19. "Tidak ada kaitan sebenarnya," katanya dalam rapat pemantauan pelaksanaan pencoblosan, Rabu (9/12/2020) lalu. Namun seorang pejabat otoritas kesehatan lokal menyebut terjadi peningkatan risiko sepekan setelah pencoblosan karena "klaster pilkada."
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Banten Ati Pramudji mengatakan Kabupaten Serang pekan ini zona merah penularan. Peningkatan risiko ini menurutnya karena "dampak dari dominasi kasus positif dari klaster pilkada."
Di Serang, palagan terjadi antara Ratu Tatu Chasanah-Pandji Tirtayasa melawan Nasrul Ulum-Eki Baihaki. Ratu Tatu berlaga dengan status petahana sekaligus adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Selain di Kabupaten Serang, pemilihan juga diselenggarakan di Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Pandeglang.
Lewat keterangan tertulis, Senin (14/12/2020), Ati mengatakan 'klaster' yang dia maksud tak melulu penularan yang terjadi pada hari pencoblosan. "Pilkada, kan, ada prosesnya. Bukan hanya waktu pencoblosan saja."
Pada hari pemilihan, Satgas COVID-19 Serang mencatat ada 1.047 kasus terkonfirmasi. Angkanya bertambah 190 atau menjadi 1.237 pada Senin (14/12/2020). Seminggu sebelum pencoblosan (2/12/2020) ada 956 kasus terkonfirmasi, kemudian bertambah 91 pada hari pencoblosan. Di Tangsel, awalnya ada 3.037 kasus terkonfirmasi. Kemarin bertambah menjadi 3.248. Sementara Pandeglang pada hari pencoblosan terdapat 386 kasus kumulatif dan kemarin menjadi 492.
Di Tangsel, Ketua KPUD Bambang Dwitoro terkonfirmasi COVID-19 sehari sebelum pencoblosan dan meninggal dunia pada Sabtu (12/12/2020). Pada hari kematiannya, KPUD Tangsel menggelar tes swab massal ke seluruh pegawai. Sebelum Bambang, pada September lalu, Komisioner KPUD Tangsel lain, Achmad Mujahid Zein dan seorang stafnya juga terkonfirmasi COVID-19.
"Tangerang Selatan masih zona merah. Pandeglang dan Cilegon pun penilaian zona risiko angkanya lebih kecil dibanding minggu lalu," kata Ati. Skor yang semakin kecil menunjukkan risiko yang semakin besar.
Di Jawa Timur, terdapat empat daerah yang berubah warna risiko dari oranye menjadi merah. Tiga di antaranya adalah wilayah yang menggelar pilkada, yaitu Banyuwangi, Tuban, dan Kediri. Sementara Jember dan Kota Blitar telah menjadi zona merah sejak hari pencoblosan. Di Blitar, sepanjang 12-13 Desember, terdapat penambahan 20 kasus dan 11 di antaranya adalah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang sebelumnya reaktif tes rapid pra-pemungutan suara.
Meski demikian, Juru Bicara Satgas COVID-19 Jatim Makhyan Jibril membantah muncul klaster pilkada. Kasus dalam dua pekan terakhir paling banyak disumbang klaster keluarga, katanya, sebanyak 753 kasus, disusul klaster perusahaan 40 kasus, klaster pasar 30 kasus, dan 26 klaster rumah sakit. Total ada 964 kasus yang diidentifikasi klasterisasinya.
Di Jawa Tengah, ada 14 daerah yang berubah menjadi zona merah setelah 9 Desember dan sembilan di antaranya menggelar pilkada, yaitu Kota Surakarta, Blora, Kebumen, Kendal, Rembang, Semarang, Sragen, Wonogiri, dan Wonosobo.
Di Kalimantan Tengah, setelah Pemilihan Gubernur, muncul empat zona merah baru: Kabupaten Kapuas, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Gunung Mas, dan Kabupaten Barito Timur. Sesudah Pilkada Jambi, Kerinci dan Tebo pun menjadi zona merah. Demikian pun Kota Tarakan setelah Pemilihan Gubernur Kalimantan Utara dan Bengkulu Tengah usai Pemilihan Gubernur Bengkulu.
Selain itu, ada Kota Palu dan Kabupaten Tabanan yang berubah menjadi zona merah sepekan setelah pencoblosan.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengaku belum menerima satu pun laporan munculnya klaster yang terkait dengan Pilkada 2020. Ia meminta waktu hingga pekan depan atau dua pekan setelah pemungutan suara untuk melakukan analisis. Ia pun enggan berkomentar mengenai temuan di Banten.
"Hal ini bisa langsung ditanyakan langsung ke pihak Kadinkes Banten. Satgas melakukan analisis data nasional, kepada 309 kabupaten/kota yang melakukan pilkada serentak," kata Wiku kepada reporter Tirto, Rabu (16/12/2020).
Epidemiolog dari Universitas Muhammadiyah Hamka Mouhammad Bigwanto menilai tidak perlu menunggu dua pekan untuk bisa melakukan analisis. Berdasarkan data dan penelitian sejauh ini, gejala muncul 2-3 hari setelah terinfeksi.
"Agak berlebihan kalau dibilang enggak ada klaster pilkada sama sekali," kata Bigwanto kepada reporter Tirto, Rabu.
Bigwanto khawatir kapasitas tes Indonesia tidak akan mampu menjaring seluruh kasus setelah pilkada. Memang, sejak 7-13 Desember, jumlah orang yang dites mencapai 221.135 atau 82 persen dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Indonesia, yakni 267 ribu orang per minggu. Namun, positivity rate di sini masih menjulang sangat tinggi. Pada Rabu (16/12/2020) dari 36.592 orang yang dites, 6.725 di antaranya positif sehingga positivity rate mencapai 18,3 persen, jauh dari dari batas maksimal yang ditetapkan WHO sebesar 5 persen.
"Kemungkinan itu kasus yang di bawah permukaan lebih banyak," katanya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino