Menuju konten utama

Tren #KaburAjaDulu: Refleksi Masyarakat di Tengah Tekanan Hidup

Naiknya tren #KaburAjaDulu banyak dirasakan anak muda yang mulai resah dengan rencana masa depan.

Tren #KaburAjaDulu: Refleksi Masyarakat di Tengah Tekanan Hidup
Ilustrasi tren #KaburAjaDulu. foto/istockphoto

tirto.id - Tren #KaburAjaDulu menjadi tagar yang memperoleh banyak sorotan dari publik dalam beberapa waktu belakangan. Salah satu pencipta Drone Emprit –mesin analisis media sosial–, Ismail Fahmi, memaparkan tren ini mencapai puncak viralnya, mencapai lebih dari 4 ribu mention di platform X, pada 6 Februari 2025.

“Tagar #KaburAjaDulu ini sebagai reaksi frustasi atas situasi di Indonesia yang dirasakan sebagian netizen. Mereka mencari informasi lowongan kerja, tip persiapan berangkat, resiko yang harus dipertimbangkan, dan perbandingan tinggal di Indonesia vs LN,” bunyi cuitan Ismail pada 9 Februari 2025.

Mega (31) adalah salah satu anak muda yang punya ketertarikan untuk menjadi pelaku #KaburAjaDulu. Dia mengaku belakangan juga banyak membicarakan soal tren di media sosial ini dengan rekan-rekannya di tempat kerja.

“Sudah menjadi keinginan lama dan kebetulan baru dapat kesempatannya sekarang ini. entah kenapa pas banget dengan kondisi negara sekarang ini juga kali ya,” tuturnya setelah memperoleh visa kerja sementara di salah satu negara tetangga.

Dia juga mengatakan punya visi untuk meninggalkan Indonesia dalam waktu yang lama. Beberapa penguat pertimbangannya mencakup faktor lingkungan, udara yang lebih bersih, ekonomi yang lebih stabil, serta kesejahteraan pekerja yang lebih terjamin.

“Oh, sama currency beberapa negara kan cenderung lebih besar juga ya dibanding rupiah. Jadi makin tergiur saja untuk ngerjain hal yang sama seperti di Indonesia, tapi lebih dihargai di sana, apalagi setelah di-convert ke rupiah,” tambahnya.

Dia juga mengatakan, beberapa kejadian belakangan seperti beberapa kasus PHK, semakin banyaknya orang yang menganggur, pengenaan beberapa pajak baru, serta inflasi juga mendorong keinginannya untuk berpindah warga negara.

Menurut Mega, naiknya tren #KaburAjaDulu banyak dirasakan anak muda yang mulai resah dengan rencana masa depan. “Mungkin ya untuk bisa punya overall better life quality, misalnya ingin punya tabungan tapi sekarang saja biaya hidup udah mahal,” ujarnya.

Merujuk ke analisis Drone Emprit, memang kebanyakan netizen yang mencuitkan pesan tersebut berusia antara 19-29 tahun (50,81 persen) sementara yang berusia di bawah 18 tahun mencapai 38,10 persen.

Lebih lanjut Drone Emprit juga sempat mencoba menarik mundur lagi tagar ini. Hasil penelusuran menunjukkan, penggunaan tagar tersebut pernah naik pada September 2023 tepatnya dari lingkaran anak muda yang berkutat dengan teknologi (tech bros). Penelusuran Drone Emprit juga mengelompokkan pembahasan media sosial dalam isu positif dan isu negatif.

Beberapa isu positif terkait tagar #KaburAjaDulu mencakup peluang kerja yang lebih baik di luar negeri, pengalaman hidup yang beragam, kesempatan mengembangkan keterampilan baru, dan dukungan komunitas calon imigran. Terdapat juga inisiatif untuk berbagi informasi lowongan kerja, diskusi soal peluang dan tantangan di luar negeri, dan motivasi untuk meningkatkan kualitas hidup dalam diskusi tersebut.

Sementara catatan negatif dalam kelompok pembicaraan ini mencakup ketidakpastian ekonomi di negara tujuan, biaya relokasi yang tinggi, kesulitan beradaptasi, perbedaan standar hidup di luar negeri, dan proses imigrasi yang rumit.

Dari rangkaian informasi tersebut Drone Emprit juga memformulasikan rekomendasi untuk pemerintah yakni; meningkatkan kualitas pendidikan, memberi dukungan kewirausahaan, menciptakan peluang kerja berkelanjutan, meningkatkan akses informasi dan jaringan, serta mendorong partisipasi anak muda dalam pengambilan keputusan.

Drone Emprit juga memformulasi rekomendasi bagi mereka yang ingin mengambil langkah #KaburAjaDulu. Mulai dari fokus pada pengembangan diri, menjalin relasi internasional, meriset negara tujuan, membuat rencana keuangan, serta menjaga kesehatan mental dan emosional.

“Kalau ada kesempatan #KaburAjaDulu, saya sangat merekomendasikan. Pergi jauh, cari pengalaman. Traveling ke penjuru dunia mana pun, buat studi atau kerja," ujar Fahmi, hal ini berkaca dari pengalamannya yang selama 10 tahun tinggal di Belanda sebelum memutuskan kembali ke Indonesia.

Alasan #KaburAjaDulu

Sementara itu Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, beranggapan tren #KaburAjaDulu bisa menunjukkan persepsi publik terhadap penyelenggaraan negara oleh pemerintah.

“Masyarakat yang mempunyai kualitas, berharap tidak tinggal di Indonesia terlebih dahulu. Mereka melihat masa depan yang tidak jelas jika terus tinggal di Indonesia,” ujarnya kepada Tirto, Selasa (11/2/2025).

Huda menyebut, ketidaksesuaian keinginan masyarakat terhadap tata kelola negara bisa membuat mereka berpikir untuk pindah ke negara lain untuk sementara. Masyarakat mempersepsikan kualitas tinggal di Indonesia rendah. Selain itu pendidikan anak-anak mereka, bahkan kehidupan pensiun juga jadi pertimbangan.

Dia juga sempat merujuk ke laporan Global Livability Index, yang menempatkan Jakarta di peringkat 139 dari 173 kota besar dunia.

“Artinya, Jakarta, kota yang mempunyai sistem publik paling bagus di Indonesia saja, masih dinilai lebih buruk dibandingkan kota besar lainnya dari sisi transportasi, lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Maka bagi masyarakat yang sudah jenuh dan mempunyai keinginan mendapatkan hidup lebih baik, dan bisa mencapai hal tersebut, maka mereka bisa #KaburAjaDulu,” tambah Huda.

Tren ini menurutnya berpotensi membuat Indonesia kehilangan talenta-talenta muda yang potensial atau dikenal dengan istilah brain drain.

Untuk mengatasi permasalahan ini ada dua rekomendasi yang diajukan. Pertama perbaikan tata kelola pemerintahan untuk menghasilkan livability index yang lebih baik. Sehingga kualitas hidup yang mencakup transportasi, pendidikan, kesehatan bisa mendapat perbaikan. Kedua, peningkatan pendapatan masyarakat yang sesuai dengan kemampuan tenaga kerja, dan biaya hidup yang terus meningkat.

#KaburAjaDulu Butuh Persiapan Matang

Sementara itu Founder and Managing Director PT Headhunter Indonesia, Haryo U Suryosumarto, memahami betul dengan rasa frustasi masyarakat yang kemudian dicurahkan dalam tren #KaburAjaDulu. Namun, menurut dia ada beberapa hal yang harus diingat jika ingin pergi ke luar negeri.

Dia menyebut harus ada skill yang ditingkatkan dari individu yang ingin #KaburAjaDulu. Setidaknya soal bahasa di negara tujuan. Selain itu soal skill terkait pekerjaan yang relevan juga harus dipastikan punya dan unggul.

“Di negara luar itu ekspektasi perusahaan terhadap karyawan jauh lebih tinggi dibanding di Indonesia. Biaya hidup juga lebih tinggi,” tuturnya kepada Tirto, Senin (10/2).

Lebih lanjut dia mengatakan kalau tren ini juga bisa menjadi cerminan dari kondisi profesional muda yang sebenarnya mengharapkan pemerintah melakukan perubahan. Haryo mengatakan kalau menurut pengamatannya tren yang beredar di media sosial juga beberapa tidak benar-benar terealisasi. Beberapa hanya berupaya menunjukkan kekecewaannya karena kesulitan mendapat pekerjaan dalam negeri. Oleh sebab itu menurut dia pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan para orang muda di Indonesia.

“Nah, ini yang pemerintah harus tahu gitu. Apa akar permasalahannya sehingga hashtag ini muncul. Kemudian yang kedua ya pasti penyesuaian kebijakan,” tutup Haryo.

Baca juga artikel terkait GAYA HIDUP atau tulisan lainnya dari Alfons Yoshio Hartanto

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Alfons Yoshio Hartanto
Penulis: Alfons Yoshio Hartanto
Editor: Anggun P Situmorang