tirto.id - Transgender di Provinsi Sindh, Pakistan diperbolehkan untuk menjadi Polisi dan melayani masyarakat di wilayah tersebut.
Melansir dari Gulftoday, kepala kepolisian Sindh mengatakan, bahwa sudah waktunya memberikan lebih banyak peluang kepada kelompok yang terdegradasi untuk masuk ke pekerjaan kasar di pemerintahan Pakistan, dan dimulai dari Provinsi Sindh.
Setelah bertahun-tahun penganiayaan brutal yang kadang-kadang terjadi, transgender di Pakistan akhirnya memperoleh pengakuan pada tahun 2019, ketika Mahkamah Agung memberikan mereka status khusus dengan hak yang setara dengan warga negara lainnya.
Sementara diskriminasi masih berlanjut, keputusan untuk mengizinkan rekrutmen polisi transgender akan menjadi langkah penting bagi seluruh masyarakat, kata para aktivis.
“Kami akan menjadikan mereka bagian dari Kepolisian Sindh,” kata Syed Kaleem Imam, Inspektur Jenderal Polisi Sindh.
“Mereka adalah orang-orang yang dikaruniai Tuhan. Warga biasa yang sama seperti kita. Kita harus berdiri di samping mereka,” kata Imam, yang sebagai perwira junior, yang menjadi sadar akan diskriminasi terhadap masyarakat kelompok transgender.
Seperti negara tetangga, India dan Bangladesh, transgender Pakistan telah mendapatkan diskriminasi yang meluas selama beberapa dekade.
Banyak yang tinggal di komunitas terpencil, mencari nafkah sebagai penari atau dipaksa pekerja seks atau bahkan menjadi pengemis.
Melansir dari Defence, menurut Sensus tahun 2017, ada 10.418 transgender di negara yang berpenduduk 207 juta jiwa tersebut. Namun kelompok hak asasi Charity Trans Action Pakistan memperkirakan ada lebih dari 500.000 jiwa.
Pada tahun 2009 lalu, Mahkamah Agung mengambil langkah besar dengan memutuskan, bahwa warga Pakistan yang transgender akan dapat kartu indentitas nasional dengan jenis kelamin “ketiga”, dan pada tahun 2017 berkembang lagi, dengan hadirnya keputusan bahwa pemerintah juga mengeluarkan paspor yang memiliki jenis kelamin transgender.
Sementara beberapa orang transgender telah mencapai sebuah ketenaran lewat selebritas, dan menjadi jangkar berita dan fesyen, dan bisa masuk ke Kepolisian akan menjadi perkembangan besar bagi kelompok masyarakat LGBT.
“Perilaku Polisi dan mekanisme pelaporan mereka tidak ramah lingkungan. Saya akan mencoba membuat pandangan orang tentang polisi jadi ramah-trans dan mendidik kolega ketika saya bergabung dengan Polisi,” kata Shahzadi Rai, seorang aktivis transgender berusia 29 tahun yang berharap untuk bisa bergabung dengan pasukan kepolisian.
“Ketika kamu pergi mengajukan laporan di kantor polisi, perilaku dan pertanyaan mereka melukai kami. Mereka tidak mengajukan pertanyaan tentang kasus yang kami hadapi, tetapi malah tentang jenis kelamin kami,” kata Rai Zehrish Khan, seorang manajer program di Gender Interactive Alliance.
Editor: Yandri Daniel Damaledo