Menuju konten utama

Tragedi Kanjuruhan & Urgensi Mendorong Jokowi Terbitkan Perppu

Jika Jokowi menerbitkan Perppu, maka implementasinya tidak bisa digunakan dalam kasus Kanjuruhan karena tak bisa berlaku surut.

Tragedi Kanjuruhan & Urgensi Mendorong Jokowi Terbitkan Perppu
Sejumlah warga dan suporter Arema FC (Aremania) membawa spanduk dan poster saat unjuk rasa di depan Balai Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (27/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/nym.

tirto.id - Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan, Imam Hidayat mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang membolehkan ada penyidik eksternal Polri dalam penanganan kasus Kanjuruhan. Sebab, ia menduga Polri tidak independen karena menetapkan status tersangka dengan pasal yang tidak sesuai realitas.

Hal tersebut Imam sampaikan saat dirinya bersama-sama dengan suporter klub sepak bola Arema FC (Aremania) menemui Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dan jajarannya di Jakarta, Kamis (5/1/2023).

“Coba teman-teman media bayangkan, 135 nyawa hanya didapat dengan (Pasal) 359 (KUHP) karena kealpaan menyebabkan orang mati? Makanya kami mohon kepada Pak Moeldoko, kepada Pak Presiden Jokowi tolonglah terbitkan Perppu penyidik independen di luar Polri karena Polri sudah enggak objektif, dia sudah banyak kepentingan,” kata Imam.

Mereka menilai laporan tipe A yang kini ditindaklanjuti oleh aparat dan akan masuk pengadilan, masih belum mengungkap keadilan. Pengungkapan kasus juga belum menyentuh aktor intelektual hingga eksekutor penembak gas air mata. Selain itu, para pelaku diharap bisa dijerat Pasal 340 atau 338 KUHP.

Tim advokasi akhirnya mengajukan laporan polisi tipe B, namun laporan tersebut belum kunjung diproses. Mereka justru mendengar bahwa ini akan diproses setelah penyidikan kepolisian berjalan.

Mungkinkah Jokowi Terbitkan Perppu?

Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi menyebut, meskipun secara teori, penerbitan Perppu untuk tragedi Kanjuruhan tidak dimungkinkan, namun tidak mustahil kebijakan politik mengarah ke sana.

“Kalau Perppu Undang-Undang Cipta Kerja saja mungkin, meski secara teori tak mungkin. Perppu itu soal kebijakan politik,” ucap dia kepada Tirto, Kamis, 5 Januari 2023.

Perihal Perppu Tragedi Kanjuruhan, Fachrizal menilai, pemerintah sangat mungkin menerbitkan itu, tapi yang diubah adalah KUHAP dan Undang-Undang Polri. Misalnya, mengatur pelanggaran yang dilakukan oleh aparat.

Kasus Kanjuruhan dan banyak kasus lain yang belum tegas prosedur penanganannya. “Tidak mungkin 'teman makan teman', maka bisa jadi sarana impunitas. Salah satu yang harus dilakukan (penerbitan) Perppu KUHAP atau Perppu Polri," terang Facharizal.

“Misalnya, ada pelanggaran pidana yang dilakukan oleh polisi, itu yang menangani harus lembaga ad-hoc. Belajar dari kasus [Ferdy] Sambo, ada kerja sama Komnas HAM, Kompolnas, LPSK, dan ada perhatian Kapolri,” kata dia.

AREMANIA TUNTUT PENUNTASAN TRAGEDI KANJURUHAN

Suporter Arema FC (Aremania) melakukan longmarch dan memblokir jalan saat berunjuk rasa di perempatan jalan Ciliwung, Malang, Jawa Timur, Minggu (4/12/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/aww.

Hal senada diungkap Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani. Ia menilai desakan penerbitan Perppu lebih tepat jika diarahkan untuk mengatur independensi pemeriksaan tindak pidana biasa maupun pelanggaran HAM berat.

“Perppu janganlah dipandang sebagai hanya Perppu penanganan Kanjuruhan dengan membentuk tim teknis, itu tidak tepat, tapi Perppu menyikapi independensi pemeriksaan baik itu pemeriksaan pidana biasa dan pelanggaran HAM berat yang selama ini mandul tidak dilakukan oleh Komnas HAM, itu justru lebih penting," kata Julius kepada Tirto, Jumat (6/1/2023).

Selain itu, terkait penanganan Polri yang tak objektif dalam kasus Kanjuruhan, Julius menilai, Perppu untuk mengisi kekosongan aturan KUHP dan KUHAP terkait pemeriksaan terhadap aparat yang melakukan tindak pidana.

“Kalaupun mau dibentuk Perppu, KUHP ini kemarin, kan, tidak memastikan perbuatan-perbuatan, seperti menembakkan gas air mata yang jelas dan ilegal, lalu menyalahi aturan, itu dianggap sebagai etik dan pelanggaran profesionalitas aja, padahal jumlah korbannya nyawa. Ini yang perlu juga dipertegas kalau ingin membentuk Perppu, di mana di situ nggak diatur oleh KUHP over kolonial yang dibentuk oleh Kemenkumham dan Jokowi saat ini dan KUHAP pun belum di revisi,” imbuhnya.

Perppu Tak akan Berlaku untuk Tragedi Kanjuruhan

Meski demikian, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda mengatakan, jika Jokowi menerbitkan Perppu sekalipun, maka implementasinya tidak bisa digunakan dalam kasus Kanjuruhan, melainkan kasus-kasus yang terjadi setelah terbitnya Perppu.

“Buat peristiwa kemarin, kan, berarti berlaku surut Perppu-nya. Kan, nggak bisa hukum berlaku surut,” kata Chairul kepada Tirto, Jumat, 6 Januari 2023.

Sebab, kata Chairul, hukum tak dapat berlaku surut atau diberlakukan lebih awal daripada pembentukannya.

“Dulu pernah diberlakukan hukum berlaku surut dalam UU Terorisme, tapi dibatalkan oleh MK. Jadi kalau bikin Perppu sekarang yang mengatur penyidikan begini-begitu, hanya berlaku untuk suatu tindak pidana yang terjadi di kemudian hari, bukan untuk yang sudah terjadi,” kata Chairul.

Selain itu, Chairul menilai, tak ada unsur mendesak dalam penanganan kasus Kanjuruhan yang mengharuskan terbitnya Perppu.

“Kenapa mesti harus keluar Perppu, di mana keadaan mendesak dan perlunya? Nggak ada, nggak beralasan. Ini, kan, pada persoalan sistem peradilan pidana saja. Penyidikan sudah berlangsung, berkas sudah dilimpahkan, tapi belum juga dinyatakan lengkap oleh kejaksaan,” kata dia.

SOLIDARITAS SUPORTER UNTUK TRAGEDI STADION KANJURUHAN

Sejumlah suporter klub sepak bola berkumpul saat doa bersama untuk korban tragedi Kanjuruhan di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, Selasa (4/10/2022). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/tom.

Sementara itu, Julius Ibrani menyebut, jika Perppu untuk penyelesaian kasus Kanjuruhan diterbitkan, maka kemungkinan adanya partisipasi publik juga akan minim.

“Supaya tidak mudah sekali dalam hal legislasi, genit, apa-apa Perppu, dengan risiko bahwa Perppu mesti dibentuk dalam waktu yang begitu singkat, yang artinya pengalaman dengan sejarah rezim pemerintah yang sekarang itu, waktu yang singkat berkonsekuensi pada ketiadaan partisipasi masyarakat,” kata Julius.

Untuk itu, kata Julius, daripada mendorong pembentukan Perppu, lebih baik menyoroti dan mengkritisi independensi pemeriksaan dugaan pelanggaran HAM berat.

“Nah kalau kita mau memandang kasus Kanjuruhan itu, kita mesti buat klasternya dulu. Pertama misal, apa persoalan inti dalam hal independensi objektivitas pemeriksaan dugaan pelanggaran HAM berat. Itu bermasalah sekali ketika Komnas HAM memandang bahwa tidak ada relasi dengan negara, tidak ada unsur negara dalam kasus Kanjuruhan,” katanya.

Padahal, kata Julius, berbagai macam video telah jelas menunjukkan adanya tim khusus yang sengaja menembakkan lebih dari 80 tembakan, yang artinya lebih dari ratusan proyektil ditembakkan ke Tribun Selatan padahal peristiwa terjadi di Tribun Timur. Lalu, pintu yang sengaja ditutup dan juga peristiwa di luar barakuda menabrak dan melindas suporter dan segala macamnya.

“Artinya, problemnya di sini justru bagaimana Komnas HAM ini bisa independen memeriksa dan mengenali adanya pelanggaran HAM berat gitu, nggak seperti sekarang ini apa-apa pelanggaran HAM biasa," kata Julius.

Julius mengatakan, ketika Komnas HAM sudah mampu mengatakan bahwa kasus Kanjuruhan adalah pelanggaran HAM berat, maka pemeriksaan di kepolisian itu tidak menjadi penting lagi karena pemeriksaan langsung dilakukan Kejaksaan.

“Diperiksa, siapa negara yang terlibat dan bagaimana pertanggungjawabannya? Jadi kita nggak membutuhkan Polri di situ, karena pelakunya ada Polri, tentu tidak akan objektif dan tentu ada konflik kepentingan,” kata Julius.

Baca juga artikel terkait TRAGEDI KANJURUHAN atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Abdul Aziz