Menuju konten utama

Tokoh Asing di Tubuh Danantara Harus Profesional & Akuntabel

Pelibatan tokoh asing di Danantara sebenarnya bukan hal baru dalam pengelolaan SWF di banyak negara, termasuk Singapura.

Tokoh Asing di Tubuh Danantara Harus Profesional & Akuntabel
CEO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) Rosan Perkasa Roeslani beserta jajaran Danantara di di Gedung Graha Cimb Niaga, Jakarta, Senin (24/3/2025). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.

tirto.id - Direktur Utama atau Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara), Rosan P. Roeslani, telah mengumumkan jajaran pengurus Danantara pada Senin (24/3/2025) di Graha CIMB Niaga, Jakarta.

Setidaknya, ada 42 nama yang masuk dalam jajaran pengurus Danantara. Di antaranya ada nama-nama besar, seperti Menteri BUMN, Erick Thohir, yang mengisi struktur Dewan Pengawas Danantara. Lalu, ada mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo yang mengisi struktur Dewan Pengarah Danantara.

Kemudian, ada pula Komite Pengawas Danantara yang terdiri dari Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana; Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto; Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Isma Yatun; Kapolri, Listyo Sigit, dan Jaksa Agung, ST. Burhanuddin.

Jika dilihat lebih dalam, selain nama-nama besar dari Indonesia sendiri, setidaknya ada enam nama tokoh global yang turut mengisi struktur kepengurusan Danantara. Di antaranya adalah Ray Dalio, pendiri hedge fund terbesar di dunia dengan aset kelolaan mencapai 124 miliar dolar Amerika Serikat (AS).

Lalu, ada Jeffrey Sachs, ekonom dan akademisi terkemuka dalam bidang pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan; Chapman Taylor, Equity Portfolio Manager di Capital Group; dan Thaksin Shinawatra, mantan Perdana Menteri Thailand.

Mereka berempat duduk di kursi Dewan Penasihat Danantara. Kemudian, masih ada Lieng-Seng Wee, pakar manajemen risiko sekaligus pendiri dan CEO Dragonfly (perusahaan ventura yang berbasis di New York). Di Danantara, Wee menjabat sebagai Managing Director Risk and Sustainability.

Juga tak ketinggalan Yup Kim yang mengisi struktur Komite Investasi dan Portofolio Danantara. Dia adalah CIO Texas Municipal Retirement System (TMRS) yang berfokus pada pengelolaan dana pensiun publik.

“Untuk mendapatkan orang-orang yang baik, orang-orang yang terpilih, orang-orang yang sesuai dengan kompetensinya, dan mempunyai track record yang jelas, yang bersih, itu ternyata harus kami akui, tidak mudah,” ujar Rosan soal pemilihan nama-nama pengisi struktur Danantara dalam acara Meet The Team Danantara, Senin (24/3/2025).

Rosan menyebut bahwa para tokoh yang mengisi struktur Danantara dipilih dengan bantuan perusahaan perekrutan profesional dari dalam maupun luar negeri. Nama-nama yang terpilih pun disebutnya telah melalui proses seleksi dan wawancara.

Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa para pengurus yang terpilih sudah sehati dengan para petinggi Danantara, yaitu Rosan selaku CEO, Pandu Sjahrir selaku CIO, dan Donny Oskaria selaku COO.

“Kami harus memastikan [tim] ini bisa berjalan dengan baik, bahwa ini bisa berjalan dengan harapan dari Bapak Presiden dan seluruh masyarakat Indonesia. Karena Danantara ini adalah investasi negara yang sangat-sangat besar. Sehingga, diperlukan orang-orang yang tidak hanya mempunyai kapabilitas, tapi juga integritas,” jelas Rosan yang juga menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Tokoh Global di Danantara

Deretan tokoh-tokoh asing dalam pengurusan Danantara, khususnya yang berada di Dewan Penasihat, dipilih untuk memitigasi risiko ketidakpastian ekonomi global dan geopolitik.

Pandu Sjahrir berharap kehadiran Dalio, Sachs, Taylor, dan Shinawatra dapat membantu Danantara memilih investasi yang lebih aman dari risiko. Mereka dipilih lantaran pengalamannya yang panjang dalam pengelolaan investasi dan mitigasi kondisi makro ekonomi dunia.

“Mungkin ada concern lain adalah nanti tentunya hal-hal yang menyangkut makro. Dan kami sangat aware, makanya tadi ada Dewan Pengawas seperti Ray, Pak Helman, Jeffrey Sachs. Itu karena kami tahu bahwa macro risk semakin besar, geopolitical risk semakin besar,” kata Pandu dalam konferensi pers di Gedung Graha Cimb Niaga, Jakarta, Senin (24/3/2025).

Keponakan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, itu memastikan bahwa tokoh-tokoh asing yang duduk di struktur Danantara murni dipilih karena keahlian mereka, bukan karena titipan dari pihak-pihak tertentu.

“Semoga dengan hari ini [jajaran pengurus Danantara diumumkan] bisa dijawab tadi seperti kata Pak Rosan bahwa all professional, tidak ada titipan-titipan. Semua adalah yang terbaik di bidangnya, and global, ini juga penting,” tegas Pandu.

Di satu sisi, menurut peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, kehadiran nama-nama beken—seperti Jeffrey Sachs hingga Ray Dalio—memang diperlukan. Kredensial mereka bisa jadi akan lebih memudahkan Danantara menggaet investasi asing.

“Saya melihat ada tujuan untuk meningkatkan sinyal positif dari adanya Danantara kepada calon investor dari luar negeri dengan menempatkan orang yang ahli dalam ekonomi dan keuangan di posisi strategis Danantara. Karena pada dasarnya, Danantara ini juga butuh investor asing untuk bisa chip in di project-project yang akan dikerjakan Danantara kelak,” ujar Nailul kepada Tirto, Selasa (25/3/2025).

Namun, di sisi lain, beberapa nama itu juga punya riwayat skandal atau jejak kontroversial. Jeffrey Sachs, misalnya, pernah melontarkan pernyataan kontroversial bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir adalah satu-satunya solusi krisis iklim.

Nailul khawatir tendensi Sachs terhadap tenaga nuklir bisa menggiring Danantara ke arah pengembangan pembangkit tenaga nuklir, alih-alih energi yang lebih ramah lingkungan.

Kemudian, ada nama Thaksin Shinawatra yang pernah jadi terduga pelaku tindak pidana korupsi di Thailand. Selain itu, Thaksin juga mempunyai rekam jejak politik dinasti di Thailand. Riwayat skandal itu diperkirakan dapat menimbulkan kesan negatif terhadap Danantara.

“Selain itu, saya rasa nama-nama yang ada banyak berasal dari profesional. Saya banyak berharap dapat menjadi sentimen positif terhadap kinerja ekonomi dan pasar keuangan nasional. Danantara tanpa ada kepentingan politik bisa menjadi salah satu pemain SWF (Sovereign Wealth Fund) terbesar,” tutur Nailul.

Namun, lebih penting dari kontroversi yang menjerat Sachs dan Shinawatra, Nailul menegaskan bahwa CEO dan CIO Danantara, Rosan Roeslani dan Dony Oskaria, dapat mundur dari jabatannya saat ini sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi serta Wakil Menteri BUMN.

“Karena, mereka bisa melanggar UU tentang Kementerian Negara,” ucap dia.

Bangun Kepercayaan

Menurut ekonom dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, peluncuran Danantara sebagai lembaga pengelola investasi harusnya dapat menjadi titik balik dalam membangun kepercayaan pasar dan memperkuat fondasi fiskal negara dalam jangka panjang.

Namun, perhatian publik justru tersedot pada satu aspek sensitif: penunjukan sejumlah tokoh asing sebagai pengurus Danantara. Syafruddin menjelaskan bahwa pelibatan tokoh-tokoh asing seperti itu sebenarnya bukan hal baru dalam pengelolaan SWF di banyak negara, termasuk di Singapura dan Norwegia.

Seperti dijelaskan Nailul sebelumnya, kehadiran mereka dinilai dapat mempermudah masuknya investasi asing ke SWF Indonesia.

“Namun, keberhasilan model seperti itu tidak hanya bergantung pada reputasi personal, melainkan pada kemampuan institusi tersebut menjelaskan mandatnya secara transparan dan meyakinkan,” ujar Syafruddin kepada Tirto, Selasa (25/3/2025).

Karenanya, meski Sachs maupun Shinawatra pernah punya kontroversi, Syafruddin yakin penunjukan keduanya telah melalui banyak pertimbangam, termasuk rekam jejak profesional, pengalaman internasional, hingga kontribusi yang bisa diberikan bagi pengembangan investasi nasional.

“Mengenai latar belakang individu tertentu, termasuk Thaksin Shinawatra, kami percaya bahwa semua proses seleksi telah mempertimbangkan aspek hukum, etika, dan reputasi secara menyeluruh,” imbuh dia.

Menurut Syafruddin, yang dikhawatirkan masyarakat dari Danantara saat ini adalah jika lembaga tersebut hanya dikelola oleh segelintir orang dengan orientasi global tanpa sensitivitas terhadap konteks lokal.

Jika benar demikian, Danantara berisiko kehilangan legitimasi. Masyarakat pun bisa melihat Danantara sebagai lembaga yang “jauh dari rakyat”.

Padahal, dana yang dikelolanya bersumber dari aset negara, yaitu dividen perusahaan-perusahaan BUMN yang juga milik publik. Bahkan, aset yang dikelola Danantara diperkirakan dapat mencapai Rp10.000 triliun.

“Keterlibatan asing bukanlah masalah jika dijalankan dengan transparansi dan keseimbangan. Tapi, jika pengurus asing lebih menonjol dari substansi kebijakan, maka publik punya alasan untuk khawatir,” ucapnya.

Dalam ekonomi global yang makin dinamis, Indonesia perlu memastikan setiap kebijakan, termasuk terkait pengelolaan Danantra, dilakukan dengan baik. Itu semua untuk mendapat kepercayaan penuh dari rakyat.

Menurut Syafruddin, legitimasi ekonomi tidak hanya dibangun oleh modal dan manajemen, tetapi juga oleh rasa memiliki dari masyarakat yang menjadi bagian dari tujuan pembangunan nasional itu sendiri.

Karenanya, Syafruddin menyarankan agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah perbaikan narasi. Dalam hal ini, pemerintah atau Rosan dapat membuka ruang diskusi publik tentang siapa saja pengurus Danantara dan apa saja kompetensi para pengurusnya.

Pemerintah harus bisa menjelaskan secara gamblang bagaimana Danantra akan bekerja, termasuk terkait skema pengawasan yang akan dilakukan oleh lembaga pengawas hingga apa saja target jangka pendek maupun menengah yang ingin dicapai.

Selanjutnya, pemerintah maupun Rosan juga harus memastikan agar keterlibatan pengurus asing tetap berada dalam koridor nasionalisme ekonomi, bukan menjadi simbol dominasi eksternal.

“Yang paling penting sekarang adalah memastikan bahwa lembaga ini dikelola secara transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan nasional. Kredibilitas Danantra tidak hanya terletak pada siapa yang duduk di dalamnya, tetapi juga pada bagaimana lembaga ini bekerja secara kolektif untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi jangka panjang Indonesia," tukas Syafruddin.

Baca juga artikel terkait INVESTASI atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi