tirto.id - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta supaya penyelenggara Pemilu 2024 bisa menghitung kembali anggaran Pemilu dengan efektif dan lebih efisien.
Arti efektif di sini menurutnya adalah anggaran itu tepat digunakan untuk setiap tahapan pemilu. Lalu efisien artinya dengan sumber daya anggaran seminimal mungkin, bisa mencapai target yaitu pemilu yang lancar dan aman.
“Nah ini, jadi tolong dihitung betul. Agar dikalkulasi betul anggarannya. Karena kan kita liat terjadi lompatan yang cukup tinggi dari 2014, 2019 ke 2024. Ini berbeda, jomplang dengan 2014 [dan] 2019,” tutur Tito pada rapat kerja Komisi II DPR dengan Mendagri dan penyelenggara Pemilu di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (13/4/2022).
Tito mengatakan sekarang situasi negara, pemerintah, dan rakyat sedang membutuhkan biaya. Selain itu pandemi Covid-19 juga belum ada yang bisa menjamin apakah sudah selesai pada 2024. Kemudian, Indonesia masih dalam tahap pemulihan ekonomi.
“Banyak juga yang terdampak, sekira yang menganggur dan lain-lain. Juga banyak program-program strategis nasional dan juga program di daerah yang belum terselesaikan, ini juga membutuhkan biaya,” kata Tito.
Lebih lanjut dia, belum lagi mungkin ada pemekaran di Papua misalnya. Ini butuh biaya. “Oleh karena itu, mohon dengan segala hormat dikalkulasi betul anggarannya agar bisa seminimal mungkin tapi tetep bisa mencapai target pemilu,” ujar Tito.
Menanggapi Tito, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari menyebut bahwa masih sangat mungkin efisiensi anggaran dilakukan.
“Tentu saja efisiensi ini masih sangat mungkin kemudian kita peroleh dengan beberapa catatan,” ucap Hasyim.
Sebelumnya KPU telah mengajukan rencana anggaran sebesar Rp76,6 triliun atau naik tiga kali lipat dibandingkan dana Pemilu 2019. Sedangkan Bawaslu mengajukan rencana anggaran sebesar Rp33,8 triliun, kedua anggaran itu untuk Pemilu 2024 dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 yang totalnya mencapai Rp110,4 triliun.
Hasyim mengatakan anggaran yang mereka ajukan besar, lantaran kebutuhan yang diperlukan terkait pemilu bukan sekedar aspek elektoral. Tetapi juga ada aspek-aspek dukungan infrastruktur seperti kantor dan gudang.
“Itu biasanya dapat respon positif anggaran tuh kalo musim pemilu. Kalau tidak musim pemilu, diajukan juga agak kerepotan,” ujar Hasyim.
Oleh karena itu, lanjut Hasyim, bila anggarannya dinilai tinggi atau besar, maka dapat diefisiensi dengan beberapa cara. Misalnya pemerintah pusat yang memiliki infrastruktur di daerah, kantor-kantornya bisa dihibahkan untuk KPU.
Hasyim menambahkan, sehingga dengan begitu, kantor KPU yang masih sewa atau kondisinya kurang layak atau kurang memadai, tidak menjadi prioritas dukungan infrastruktur mereka.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Bayu Septianto