tirto.id - TikTok Indonesia menolak rencana pemerintah yang melarang pihaknya menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia. Head of Communications TikTok Indonesia Anggini Setiawan menilai, larangan tersebut akan menghambat inovasi dan berpotensi merugikan banyak pihak.
"Hampir 2 juta bisnis lokal di Indonesia menggunakan TikTok untuk tumbuh dan berkembang dengan social commerce. Memisahkan media sosial dan e-commerce ke dalam platform yang berbeda bukan hanya akan menghambat inovasi, namun juga akan merugikan pedagang dan konsumen di Indonesia," kata Anggini Setiawan saat dihubungi Tirto, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Anggini berharap pemerintah mampu memberikan kesempatan yang sama bagi TikTok, agar social commerce di platform TikTok tetap terus berjalan. Sebab, dia mengklaim komunikasi pihaknya dengan Kementerian Perdagangan tetap berjalan.
Sementara itu, pemerintah secara tegas ingin memisahkan e-commerce dan media sosial di platform TikTok. Sebab, dengan berjalannya social commerce di TikTok dinilai merugikan pasar UMKM lokal. Terkait hal tersebut, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menuturkan, apabila memiliki media sosial dan e-commerce maka perlu didaftarkan dalam dua Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang berbeda dan mematuhi aturan yang berlaku.
Hal itu sebagaimana disampaikan dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) adalah Pelaku Usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi Perdagangan, dengan Model bisnis PPMSE dalam negeri dan PPMSE luar negeri dapat berupa, Retail Online, Lokapasar (Marketplace), Iklan Baris Online, Pelantar (Platform) Pembanding Harga, Daily Deals, dan Social-Commerce.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Intan Umbari Prihatin