tirto.id - Transparency International Indonesia (TII) menilai penanganan pandemi COVID-19 oleh pemerintah Indonesia menomorduakan sisi keselamatan dan kesehatan masyarakat. Peneliti TII Amanda Tan menyebut pemerintah mengedepankan pendekatan ekonomi dalam penanganan pandemi COVID-19.
“Kebijakan yang berfokus pada kepentingan ekonomi memperlambat proses pemulihan kesehatan di era pandemi COVID-19,” kata Amanda Tan pada peluncuran Kajian Pembelajaran Pandemi Covid-19 di Jakarta Selatan, Senin (27/3/2023).
Amanda menyatakan pendekatan ekonomi tampak jelas ketika Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) merupakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan wakilnya adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut Amanda, hal itu menunjukkan penanganan pandemi lebih berfokus pada pendekatan pemulihan ekonomi nasional.
“Anggaran PEN untuk perekonomian seperti kluster sektoral dan pemda/program prioritas, insentif usaha, UMKM, dan pembiayaan korporasi adalah anggaran terbesar," ujarnya.
Amanda menilai hal ini justru memperlambat proses pemulihan di sisi kesehatan masyarakat dan memicu lonjakan kasus COVID-19 varian Delta pada 2021. Salah satunya keputusan pemerintah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketimbang karantina wilayah.
“PSBB ini kemudian memberikan ruang yang banyak kepada pemerintah untuk menghidupkan sektor ekonomi dan bisnis untuk terus beroperasi selama COVID-19,” kata dia.
Menurut Amanda, pendekatan ini malah membuat sejumlah masalah di sektor penanganan kesehatan masyarakat. TII menemukan adanya pemborosan alat kesehatan di Indonesia karena pengadaan ruang isolasi, alat material kesehatan, hingga obat di Dinas Kesehatan tingkat kabupaten/kota dan provinsi yang terlalu berlimpah. Hal tersebut akibat lemahnya manajemen data real time pada ketersediaan dan kebutuhan obat.
TII juga menemukan adanya laporan praktik jual beli vaksin dan privatisasi dalam kegiatan tes PCR yang membuat masyarakat dirugikan.
“Dominisasi privatisasi besar, hanya berujung pada profiteering yang besar oleh pihak swasta,” ujar Amanda.
Selain itu, TII juga menemukan ketidaksesuaian data yang terjadi saat vaksinasi COVID-19. Banyak warga yang mengeluhkan data penerima vaksinasi berbeda dengan data di lapangan.
“Ketika menginput data dan juga datang ke sentra vaksinasi terdekat, harus melakukan penginputan data kembali," kata Amanda.
TII menekankan agar kebijakan darurat yang diambil pemerintah menerapkan partisipasi masyarakat sipil. Termasuk transparansi dalam kebijakan, pengadaan dan anggaran dalam penanganan pandemi.
“Berapa anggaran yang disisihkan untuk masa darurat dan apa saja rinciannya agar tidak terjadi pemborosan,” kata Amanda.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan