tirto.id - Kementerian Kesehatan RI melaporkan data kasus Tuberkulosis (TBC) yang meningkat selama pandemi. Dalam data yang diterima Tirto, secara keseluruhan pada tahun 2021 kasus TBC tercatat 443.235 kasus yang meningkat menjadi 717.941 kasus di tahun 2022.
Khusus kasus TBC pada anak, peningkatan tersebut mencapai sekitar 200 persen.
“Penemuan kasus TBC anak tahun 2022 naik lebih 200 persen dari 2021 (42.187 kasus) menjadi 100.726. Ini menandakan penularan ke anak jauh lebih besar daripada kepada orang dewasa selama pandemi,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, Imran Pambudi ketika dihubungi Tirto, Senin (20/3/2023).
Menurut Imran salah satu faktor yang menyebabkan kasus TBC pada anak meningkat, disebabkan oleh banyaknya kasus TBC dewasa yang tidak terdeteksi atau tercatat.
“Karena orang yang sakit TBC dan belum ditemukan dan diobati akan menularkan ke anggota keluarga, dan yang paling rentan tertular adalah anak,” jelas Imran.
Imran menyampaikan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menilai bahwa hingga tahun 2024 kasus TBC diestimasikan akan terus meningkat. “Karena dampak menurunnya penemuan kasus selama pandemi COVID yang menyebabkan penularan yang lebih tinggi pada masa itu,” tambahnya.
Hal senada disampaikan oleh Ketua UKK Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rina Triasih.
Rina menilai kasus TBC pada anak mengalami peningkatan akibat di masa pandemi pasien TBC cenderung tidak berobat rutin dan menularkan anggota keluarga, terutama anak-anak.
“Masa pandemi banyak pasien TBC tidak berobat, jadi pasien juga tidak juga mendapatkan obat dari rumah sakit atau puskesmas. Jadi yang mau sakit tidak ke RS sehingga terdiagnosis sehingga dia menyebarkan,” kata Rina dalam media briefing IDAI yang diikuti secara daring, Senin (20/3).
Ia menilai bahwa temuan kasus TBC yang meningkat juga dimungkinkan karena pelaporan catatan yang semakin baik. “Tahun 2021 kita termasuk negara yang terperosok, karena itu semua fokus ke COVID, jadi program TB-nya darurat,” sambung Rina.
Rina menyampaikan bahwa TBC bisa dicegah dan disembuhkan jika rutin melakukan pengobatan. Salah satu pencegahan pada anak adalah dengan vaksinasi rutin BCG pada bayi 0-3 bulan.
Usaha pencegahan lainnya adalah meminum obat untuk mencegah TBC. Namun Rina menilai hal ini masih sulit untuk dilakukan di masyarakat.
“Jadi lebih banyak orang salah paham pada obat ini. Karena tidak mudah membuat anak yang sehat memakan ini, terutama anak yang sehat perlu minum ini selama 3 bulan,” terang Rina.
Ia juga berpesan agar orang tua segera melakukan pemeriksaaan ke fasilitas kesehatan jika anak mengalami gejala TBC.
“Gejala yang sering, batuk lama, demam lama atau masalah berat badan turun. Sifat gejala itu persistensi, jadi dia menetap. Jadi batuk lebih dari dua minggu, bisa jadi dia asma, bisa jadi dia bronkitis dan bisa jadi TBC,” ungkap Rina.
Walaupun tak selalu gejala di atas merupakan tanda-tanda TBC, Rina menilai upaya ini sebagai pencegahan dini agar penyakit bisa dideteksi lebih awal.
Sebagai informasi, Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. TBC dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tipe tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru yang dapat menyebar ke organ tubuh lain.
TBC dapat menular melalui udara yang tercemar oleh mycobacterium tuberculosis. Namun perlu ditegaskan bahwa TBC bukan penyakit keturunan dan dapat dicegah juga disembuhkan dengan pengobatan rutin.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri