tirto.id - Narasi miring menyangkut isu kesehatan masih kerap dijumpai di jagat maya. Selain dalam bentuk klaim obat-obatan yang berlebihan, ada juga iklan obat penyakit tertentu yang diberi keterangan kurang sesuai.
Pada Rabu (11/12/2024) misalnya, muncul unggahan Instagram tentang obat Tuberkulosis (TBC atau TB) oleh akun bernama “distributor_propolis_hepro” (arsip). Akun itu menyertakan video promosi produk propolis yang menampilkan seorang artis, Teuku Wisnu.
Dalam keterangan videonya disebutkan, produk ini bisa mengatasi berbagai penyakit, mulai dari sesak napas, paru-paru basah, hingga TBC. Unggahan ini seolah menarasikan bahwa propolis bisa menyembuhkan penyakit TBC.
“𝐏𝐄𝐍𝐆𝐎𝐁𝐀𝐓𝐀𝐍 𝐓𝐁𝐂 𝐓𝐀𝐍𝐏𝐀 𝐌𝐄𝐍𝐘𝐀𝐊𝐈𝐓𝐊𝐀𝐍 𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐃𝐄𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐑𝐎𝐏𝐎𝐋𝐈𝐒 𝐇𝐄𝐏𝐑𝐎. Hanya Booster Propolis Hepro yang bersifat Imunomodulator yang dapat menjaga imunitas tubuh dan Bersifat Hepatoprotektor yang mampu mengurangi efek samping penggunaan obat,” begitu bunyi takarir unggahannya.
Sampai Senin (16/12/2024), video ini sudah dilihat sebanyak 2 ribu kali. Klip dengan klaim identik juga ditemukan di TikTok, seperti bisa dilihat di sini.
Namun, bagaimana kebenaran klaim yang disebutkan?
Penelusuran Fakta
Perlu diketahui mula-mula bahwa propolis merupakan bahan alami dari getah pohon atau tumbuhan yang digunakan oleh lebah untuk menutupi celah di sarangnya.
Menukil artikel Halodoc yang sudah ditinjau Dokter Rizal Fadli, propolis adalah zat resin yang dihasilkan oleh lebah, dari bahan dasar yang diambil dari pucuk tumbuhan. Zat ini disebut kaya kandungan flavonoid yang baik sebagai antioksidan, sehingga kerap dimanfaatkan untuk mengatasi beberapa masalah kesehatan.
Sementara itu, TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Dilansir laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes), penyakit ini dikatakan dapat menyerang siapa saja dan organ tubuh yang diserang biasanya adalah paru-paru, tulang belakang, kulit, otak, kelenjar getah bening, dan jantung.
Penularan atau infeksi terjadi saat kuman TB yang berada dan bertebaran di udara terhirup oleh orang lain. Saat penderita TB batuk atau bersin tanpa menutup mulut, bakteri akan tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet.
Gejala utama TBC bervariasi, antara lain batuk terus-menerus (berdahak maupun tidak berdahak), demam dan meriang dalam jangka waktu yang panjang, sesak nafas dan nyeri dada, serta berat badan menurun. Gejala lainnya juga mencakup munculnya darah bercampur dahak ketika batuk, menurunnya nafsu makan, dan berkeringat di malam hari meski tanpa melakukan kegiatan.
Lantas, apakah propolis bisa mengatasi penyakit TBC yang disebabkan oleh infeksi bakteri?
Untuk menjawab pertanyaan itu, Tim Riset Tirto menghubungi dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa, dari Praktek Mandiri Dokter Nurul, di Rangkasbitung, Banten. Dokter Nurul menyatakan bahwa penanganan utama penyakit TB adalah obat anti tuberkulosis, atau disebut juga OAT, yang saat ini menjadi obat program bagi pasien yang didiagnosis TB paru ataupun ekstra paru.
“Dosisnya telah ditentukan dan wajib dipatuhi aturan minumnya oleh pasien yang didiagnosis TB untuk mencapai kesembuhan total. Tingginya kasus TB di Indonesia sering dikaitkan dengan tidak teraturnya pengobatan TB yang berakibat pasien resisten atau bakteri M. Tb tidak mempan dengan OAT, itulah sebabnya perlu kepatuhan dalam meminum obat TB,” ujar dr. Nurul kepada Tirto, Senin (16/12/2024).
Adapun propolis yang mengandung senyawa baik, menurut dr. Nurul, fungsinya berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sifatnya hanya melengkapi atau suplementasi, bukan terapi utama.
“Jadi tidak bisa hanya mengandalkan propolis untuk menangani TB, obat OAT utama adalah pilihan pengobatannya, akan tetapi penggunaan propolis terbatas untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh atau sebagai suplementasi saja bukan pengganti obat utama TB yaitu OAT yang berisikan antibiotika spesifik untuk TB,” lanjut dr. Nurul.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Ina Agustina Isturini, pun mengungkap hal senada. Pengobatan utama TBC adalah dengan menggunakan kombinasi beberapa jenis antibiotik yang dikenal sebagai Obat Anti Tuberkulosis atau OAT. OAT biasanya terdiri dari empat jenis obat utama, yakni Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol. Paduan OAT ini telah terstandar dan telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) dan terbukti melalui penelitian klinis dapat mengatasi infeksi TBC dengan cara membunuh bakteri TBC.
Ia menegaskan bahwa pengobatan TBC yang adekuat harus memenuhi empat prinsip, termasuk pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat dan mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi, serta diberikan dalam dosis yang tepat.
“Pengobatan TBC yang tidak sesuai standar berisiko tidak efektif dan dapat menyebabkan kegagalan pengobatan, yang pada akhirnya berpotensi menyebabkan TBC resisten obat (TBC RO). Oleh karena itu, sangat penting bagi pasien TBC untuk mengikuti pengobatan dengan OAT yang telah direkomendasikan oleh tenaga medis, dan tidak menggantikan pengobatan tersebut dengan pengobatan herbal,” kata Ina lewat keterangan yang diterima Tirto, Senin (16/12/2024).
Jangka waktu pengobatan TBC relatif cukup panjang, minimal selama 6 bulan. Sehingga untuk memastikan bahwa bakteri benar-benar mati dan tidak berkembang kembali maka pengobatan TBC harus dilakukan secara teratur dan tuntas sesuai dengan anjuran dokter untuk mencegah resistensi obat yang diikuti dengan pemantauan laboratorium secara berkala selama pengobatan untuk mengetahui apakah bakteri TBC tersebut sudah negatif atau masih positif.
Pengobatan TBC yang tidak sesuai standar berisiko tidak efektif dan dapat menyebabkan kegagalan pengobatan, yang pada akhirnya berpotensi menyebabkan TBC resisten obat (TBC RO). Oleh karena itu, sangat penting bagi pasien TBC untuk mengikuti pengobatan dengan OAT yang telah direkomendasikan oleh tenaga medis, dan tidak menggantikan pengobatan tersebut dengan pengobatan herbal. Pengobatan yang tepat dan teratur akan membantu mempercepat proses penyembuhan dan mencegah penularan lebih lanjut kepada orang lain.
Kemenkes juga menegaskan, menindaklanjuti beberapa iklan obat dengan informasi yang tidak tepat di berbagai media sosial, maka Kementerian Kesehatan RI menghimbau agar pada iklan tersebut ditambahkan informasi bahwa pengobatan TBC yang utama adalah OAT yang diminum secara tepat dan teratur selama minimal 6 bulan serta didukung dengan asupan gizi yang cukup, terutama tinggi kalori dan tinggi protein.
"Pemberian vitamin, mineral dan sejumlah herbal tertentu dapat meningkatkan daya tahan tubuh, namun OAT merupakan yang utama untuk penyembuhan TBC," kata Ina Agustina Isturini lagi.
Lebih lanjut, propolis yang dimanfaatkan sebagai obat herbal pendamping penderita TBC memang pernah diungkap oleh sebuah studi yang dimuat di Jurnal Gizi Pangan (2018). Namun demikian, sekali lagi propolis dalam hal ini hanya digunakan sebagai pelengkap obat utama.
Penelitian oleh Mahani, dkk itu menyimpulkan bahwa suplementasi 20 tetes propolis dengan konsentrasi 30 persen sebagai adjuvan (pembantu/penunjang) terhadap obat anti tuberkulosis (ATD) standar untuk pengobatan pasien TBC paru, bermanfaat untuk mempercepat efek pengobatan dan pemulihan berat badan.
Selain itu, penelitian dari Felix Zulhendri dan kawan-kawan yang dimuat di jurnal Biomedicine & Pharmacotherapy juga menemukan potensi propolis dalam meredakan penyakit dan gangguan terkait saluran pernapasan.
Namun, kembali, baik Kementerian Kesehatan dan dr. Nurul menegaskan bahwa meski tak ada larangan mengonsumsi propolis untuk gangguan saluran pernapasan, termasuk TBC, pengobatan utama untuk TBC tetaplah OAT yang sesuai panduan WHO, sementara propolis bersifat sebagai suplemen.
Penyakit TBC sendiri bisa dicegah dengan beberapa upaya, antara lain makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga sirkulasi udara yang baik dengan cara membuka pintu dan jendela tiap pagi supaya rumah mendapatkan cukup sinar matahari dan udara segar, dan mendapatkan suntik vaksin BCG bagi anak usia di bawah 5 tahun untuk menghindari TB berat (meningitis dan milier).
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, Kementerian Kesehatan telah menegaskan bahwa pengobatan TBC yang tidak sesuai standar berisiko tidak efektif dan dapat menyebabkan kegagalan pengobatan, yang pada akhirnya berpotensi menyebabkan TBC resisten obat. Oleh karena itu, sangat penting bagi pasien TBC untuk mengikuti pengobatan dengan OAT yang telah direkomendasikan oleh tenaga medis, dan tidak menggantikan pengobatan tersebut dengan pengobatan herbal.
Kemenkes mengimbau iklan propolis tetap ditambahkan informasi bahwa pengobatan TBC yang utama adalah OAT yang diminum secara tepat dan teratur selama minimal 6 bulan serta didukung dengan asupan gizi yang cukup, terutama tinggi kalori dan tinggi protein.
Dokter Nurul Fajriah Afiatunnisa juga menjelaskan bahwa OAT atau obat antituberkulosis adalah terapi utama pasien TB. Sementara propolis sifatnya adalah suplementasi atau pelengkap dan tidak bisa digunakan sebagai terapi utama karena belum adanya bukti ilmiah kuat terkait hal ini.
Dengan demikian, klaim soal produk propolis untuk menyembuhkan penyakit TBC bersifat missing context (menyesatkan tanpa tambahan keterangan).
==
Artikel ini telah ditinjau oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa.
Artikel ini telah diperbarui pada tanggal 18 Desember 2024 untuk memasukkan penelitian terbaru soal propolis serta tanggapan Kementerian Kesehatan.
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Editor: Farida Susanty