tirto.id - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai, kinerja sektor energi dan tambang selama tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sudah berada di jalur yang tepat.
Namun demikian, Fahmy memberikan catatan khusus soal program listrik 35.000 MW yang hingga saat ini belum optimal dilakukan. “Oleh karena itu, perlu revisi program 35.000 MW agar sesuai kebutuhan,” kata Fahmy seperti dikutip Antara, Senin (23/10/2017).
Mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini menambahkan “Kendati belum semua target tercapai, namun kebijakan dan langkah dalam pencapaiannya sudah pada jalur yang tepat.”
Menurut Fahmy, kebijakan energi pemerintahan Jokowi-JK yang berdampak positif antara lain pengalihan subsidi BBM dari konsumtif ke sektor produktif, dengan mencabut subsidi premium dan mengurangi subsidi solar.
“Pengurangan beban subsidi melalui kenaikan harga BBM sudah sesuai visi dan misi Jokowi-JK yang dijanjikan,” kada dosen UGM ini.
Selama masa kampanye Pemilihan Presiden 2014 silam, Jokowi-JK berjanji akan mengurangi subsidi BBM secara bertahap selama empat tahun. Pengurangan subsidi itu dilakukan dengan mengalihkan subsidi untuk konsumsi dialihkan pada kegiatan produktif, terutama untuk pembangunan infrastruktur.
“Pada 2014, pemerintah masih memberikan subsidi 46,79 juta kiloliter BBM, lalu turun drastis menjadi 7,15 juta kiloliter pada semester pertama 2017 dan diperkirakan hanya belasan juta kiloliter hingga akhir 2017,” kata Fahmy.
Demikian juga, lanjut Fahmy, kebijakan BBM satu harga di seluruh Indonesia, tidak hanya menciptakan keadilan, tetapi juga memberikan dampak berantai yang positif di daerah Indonesia bagian timur.
Hingga akhir September 2017, misalnya, penerapan kebijakan BBM satu harga sudan mencapai 59 dari 157 lokasi yang ditargetkan pada 2019.
Selain itu, kata Fahmy, untuk meningkatkan kemandirian energi, Pemerintahan Jokowi-JK mengambil alih beberapa blok migas, yang kontraknya sudah berakhir, dari kontraktor asing ke PT Pertamina.
“Salah satunya Blok Mahakam. Pengalihan pengelolaan Mahakam dari Total E&P Indonesie ke Pertamina akan menjadi preseden baik bagi negeri ini,” kata dia.
Selanjutnya, upaya pemerintahan Jokowi-JK merevisi kontrak PT Freeport Indonesia, menurut Fahmy, merupakan capaian kinerja yang positif. Perubahan kontrak karya (KK) Freeport menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), pembangunan smelter, divestasi 51 persen saham, dan rezim pajak merupakan wujud nyata pencapaian kinerja Jokowi-JK selama tiga tahun ini.
Di bidang ketenagalistrikan, Fahmy juga mengapresiasi program Pemerintahan Jokowi-JK dalam hal percepatan penyediaan listrik bagi 2.500 desa yang belum berlistrik. “Prioritas elektrifikasi pedesaan ini menunjukkan komitmen pemerintah pada rakyat kecil,” kata dia.
Komitmen serupa, lanjut Fahmy, juga ditunjukkan pemerintah dengan tidak menaikkan tarif listrik hingga akhir 2017 dan tetap memberikan subsidi listrik kepada pelanggan 450 VA dan sebagian pelanggan 900 VA, yang termasuk kategori keluarga miskin dan rentan miskin.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz