Menuju konten utama
Periksa Fakta

Tidak Benar WHO Akui Mpox sebagai Efek Samping Vaksin Covid-19

Tidak ada kasus Mpox, yang terdokumentasi, yang terbukti disebabkan oleh jenis vaksin apapun.

Tidak Benar WHO Akui Mpox sebagai Efek Samping Vaksin Covid-19
Header Periksa Fakta Mpox. tirto.id/Fuad

tirto.id - Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) kembali menetapkan keadaan darurat terhadap wabah Mpox pada Agustus lalu. Selama 29 September – 12 Oktober 2024, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan tidak ada kasus konfirmasi Mpox baru di Indonesia. Sementara secara kumulatif, ada sekira 88 kasus yang tersebar di 6 provinsi dan semuanya telah dinyatakan sembuh.

Namun, baru-baru ini, muncul narasi di jagat maya yang mengaitkan Mpox dengan vaksin Covid-19. Akun Facebook dengan nama “Fernando Tambunan” salah satunya, menyebut kalau WHO mengakui Mpox sebagai efek samping vaksin messenger RNA/vaksin mRNA Covid-19.

Akun itu turut melampirkan tangkapan layar sebuah artikel dengan judul berbahasa Inggris, berbunyi “WHO Admits Monkeypox Is ‘Side Effect’ of Covid ‘Vaccine’”. Dalam unggahan itu, disebut bahwa pengakuan WHO terkubur dalam situs VigiAccess milik WHO.

Situs web tersebut berisi basis data yang mencantumkan semua efek samping yang diketahui dari semua obat dan vaksin yang telah disetujui untuk penggunaan publik,” tulis akun pengunggah, Selasa (22/10/2024).

Foto Periksa Fakta Mpox

Foto Periksa Fakta Mpox. foto/hotline periska fakta tirto

Lebih lanjut, akun itu juga menulis dalam takarirnya bahwa WHO mencantumkan “cacar monyet”, “cacar air”, dan “cacar sapi”, di bawah vaksin Covid-19 Pfizer BioNTech.

Meski hingga Senin (4/11/2024), unggahan ini tidak memperoleh impresi, narasi yang sama persis juga dibagikan oleh sejumlah akun Facebook lain, seperti ini dan ini. Ada pula akun Facebook yang menyebarkan klaim ini disertai tautan artikel Slay News dengan judul yang sama.

Lantas, bagaimana faktanya?

Penelusuran Fakta

Sebagai informasi awal, Mpox, yang sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet atau Monkeypox, adalah penyakit zoonosis yang berarti ditularkan dari hewan ke manusia.

Seiring dengan meningkatnya jumlah kasus dan penyebaran, seperti dilansir laman Kemenkes, ditemukan bahwa Mpox juga dapat menular antarmanusia, melalui kontak langsung dengan luka atau cairan tubuh orang yang terinfeksi, serta melalui kontak dengan benda atau permukaan yang telah terkontaminasi oleh virus.

Gejala awal Mpox biasanya muncul dalam waktu 5 hingga 21 hari setelah terpapar virus. Gejalanya mencakup demam, nyeri otot, sakit kepala, kelelahan, sakit punggung, pembengkakan kelenjar getah bening, dan ruam kulit yang berkembang secara bertahap.

Meski gejala Mpox pada umumnya bersifat ringan dan dapat sembuh dengan sendiri dalam beberapa minggu, pada beberapa kasus Mpox dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama mereka yang termasuk dalam kelompok rentan, termasuk anak-anak, ibu hamil, dan penderita gangguan sistem imun.

Untuk mengecek apakah Mpox adalah efek samping vaksin Covid-19, Tim Riset Tirto berusaha melakukan penelusuran Google dengan kata kunci seperti judul artikel yang beredar, yakni “WHO Admits Monkeypox is Side Effect of Covid Vaccine”.

Dari pencarian itu kami menemukan bahwa klaim ini telah dinyatakan tidak benar oleh beberapa lembaga pemeriksa fakta, salah satunya Reuters.

Artikel Slay News yang dikutip oleh unggahan Facebook, terbit pada 11 Oktober 2024 dan berisi narasi tentang cacar monyet, cacar, dan cacar sapi yang disebut tercantum dalam VigiAccess milik WHO. Hal itu ditunjukkan terpampang di bawah vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech, sebagai bukti bahwa WHO telah mengakui infeksi ini merupakan efek samping dari produk tersebut.

Kendati begitu, tidak ada kasus Mpox, yang terdokumentasi, yang terbukti disebabkan oleh jenis vaksin apapun.

VigiAccess sendiri merupakan alat pencarian berbasis web milik WHO untuk mengakses basis data VigiBase, yang mencantumkan laporan reaksi obat yang merugikan dan kejadian buruk setelah imunisasi. Aduan itu dilaporkan oleh individu kepada otoritas kesehatan nasional mereka, yang selanjutnya dilaporkan ke Program Pemantauan Obat Internasional WHO (WHO PIDM).

Basis data yang dikelola oleh Pusat Pemantauan Uppsala (UMC)—sebuah yayasan nirlaba yang meneliti manfaat dan risiko produk obat, ini memang memperlihatkan enam laporan cacar monyet, lima laporan cacar sapi, dan 15 laporan cacar setelah menerima vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech.

Namun, juru bicara WHO mengatakan, data tersebut mencerminkan kemungkinan efek samping yang dilaporkan, bukan hubungan efek samping suatu produk yang dikonfirmasi.

“Informasi dalam VigiAccess tentang potensi efek samping tidak boleh ditafsirkan sebagai bukti bahwa produk obat atau zat aktifnya menyebabkan efek yang diamati atau tidak aman untuk digunakan,” kata juru bicara WHO, seperti dinukil Reuters, Rabu (30/10/2024).

Juru bicara tersebut menambahkan bahwa hubungan sebab akibat adalah proses rumit yang memerlukan penilaian menyeluruh dan evaluasi terperinci dari keseluruhan data.

Menyoal situs Slay News, Media Bias Fact Check mengidentifikasi situs ini sebagai situs yang memiliki kredibilitas rendah dan bias ekstrem sayap kanan. Situs Slay News disebut seringkali menyebarkan propaganda, konspirasi, pseudosains, dan konten-konten plagiat.

Kesimpulan

Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, unggahan media sosial yang mengutip artikel Slay News dan menyebut bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengakui Mpox sebagai efek samping vaksin Covid-19 bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).

Tidak ada kasus Mpox atau cacar sapi, yang terdokumentasi, yang terbukti disebabkan oleh jenis vaksin apapun. Juru bicara WHO mengatakan, data laporan kasus Mpox yang diterima pihaknya setelah menerima vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech mencerminkan kemungkinan efek samping yang dilaporkan, bukan hubungan efek samping suatu produk yang dikonfirmasi.

Media Bias Fact Check mengidentifikasi situs Slay News sebagai situs yang memiliki kredibilitas rendah dan bias ekstrem sayap kanan. Situs ini disebut seringkali menyebarkan propaganda, konspirasi, pseudosains, dan konten-konten plagiat.

==

Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.

Baca juga artikel terkait KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - News
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty