tirto.id - Setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri, karyawan akan menerima THR (Tunjangan Hari Raya). Meski tujuannya memenuhi kebutuhan Hari Raya, sebaiknya kita mulai berpikir untuk mengalokasikan setidaknya 20% dari uang THR guna berinvestasi di produk syariah.
Berinvestasi di produk syariah itu tak hanya menguntungkan, tetapi juga Halalan Thayyiban atau sesuai prinsip-prinsip dalam Agama Islam. Produk investasi syariah yang populer di Indonesia, antara lain deposito syariah, sukuk (obligasi syariah), saham syariah, reksadana syariah, dan properti syariah.
Selain properti syariah, produk investasi syariah itu dijual di bank, perusahaan sekuritas dan perusahaan fintech. Jaringan pemasaran semakin meluas hingga ke berbagai kota, karena minat masyarakat untuk berinvestasi di produk syariah menunjukkan tren yang meningkat.
Direktur Utama PT BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) Laksono Widodo mengungkapkan, dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan industri investasi syariah meningkat signifikan, yaitu antara 22,6% sampai 63%.
Kapitalisasi pasar saham syariah naik 22,6% menjadi Rp 4.786,02 triliun. Sukuk korporasi naik 63% menjadi Rp 42,50 triliun dan sukuk negara naik 59% menjadi Rp 1.344,35 triliun. Sedangkan reksadana syariah naik 30,3% menjadi Rp 40,61 triliun.
“Hal ini menandakan bahwa minat masyarakat terhadap produk investasi syariah terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu,” jelas Laksono, yang juga mantan Direktur Perdagangan dan Keanggotaan Bursa Efek Indonesia (BEI) kepada Tirto, Jum’at (31/3/2023).
Sampai posisi akhir tahun 2022, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total aset keuangan syariah sudah mencapai Rp 2.375,84 triliun atau tumbuh 15,87% dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan demikian, pangsa pasar keuangan syariah Indonesia sudah mencapai 10,69% dari total aset keuangan Indonesia.
Produk Syariah relatif lebih stabil
Berinvestasi tidak selamanya cuan. Bisa saja suatu saat merugi. Namun kelebihan dari produk syariah adalah tahan terhadap guncangan perekonomian atau relatif stabil. Tidak akan naik atau turun secara drastis.
Menurut Laksono, produk investasi syariah memang memiliki stabilitas yang lebih baik jika dibandingkan produk investasi konvensional. Selama pandemi Covid-19 di tahun 2020, dimana terdapat guncangan pasar keuangan yang signifikan, saham-saham syariah yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII) memiliki performa yang lebih baik dibandingkan saham berkapitalisasi besar lainnya yang tergabung dalam indeks LQ45.
Hal ini disebabkan oleh proporsi tertinggi dalam indeks syariah berasal dari saham di sektor telekomunikasi dan barang konsumsi. Kedua sektor itu terbukti cukup tangguh di tengah badai pandemi COVID 19. Sedangkan dalam indeks LQ45, pilihan sahamnya terkonsentrasi di sektor perbankan yang cukup sensitif terhadap kondisi perekonomian.
Faktor lainnya, tidak sembarangan saham bisa tergabung di JII. Saham di JII harus memenuhi syarat maksimal rasio utang terhadap aset dalam besaran tertentu. Saham dari perusahaan yang banyak utangnya bakal ditolak masuk JII. Jika pondasi perusahaan kuat, bila ada kejutan dari sisi perubahan suku bunga, maka kinerja dari perusahaan juga akan relatif lebih bisa bertahan.
Selain saham, sektor keuangan saat ini juga kuat. Terbukti, menurut Laksono, kolapsnya tiga bank di Amerika Serikat baru-baru ini tidak menganggu stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Kondisi likuiditas perbankan masih sangat solid.
Saat ini, posisi kepemilikan obligasi negara dalam jangka pendek sudah berada diatas 50%, sehingga risiko untuk gagal bayar saat jatuh tempo kecil. Posisi rasio kecukupan modal atau CAR (Capital Adequacy Ratio) perbankan juga di level 25.7%, sehingga masih sangat aman.
Kolapsnya bank di AS tersebut hanya berdampak pada meningkatnya fluktuasi perdagangan di pasar modal. Saat kasus Bank Silicon Valley mulai terungkap, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun dibawah level psikologis 6,600. Namun IHSG bisa pulih (rebound) dengan cepat, karena kondisi perekonomian Indonesia masih sangat baik. Bahkan terjadi peningkatan arus investor asing yang masuk (foreign inflow).
“Kita berpendapat bahwa situasi makro yang kondusif dan stabil akan dapat dipertahankan, dan ini akan dapat terus menjaga minat investor untuk terus melakukan investasi di pasar modal Indonesia,” tuturnya.
Kinerja sektor keuangan yang positif ini, tentu menjadi kabar baik untuk pekerja yang sebentar lagi bakal menerima THR. Ini momentum awal yang baik untuk berinvestasi.
Memanfaatkan THR
Manfaatkan sebagian uang THR untuk berinvestasi demi masa depan lebih baik. Jika penghasilan tambahan yang diterima setiap tahun ini sebagian dialokasikan untuk tabungan atau investasi, tentu dampaknya juga baik untuk perekonomian.
Tahun lalu, total anggaran THR dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) mencapai Rp 34,3 triliun. Jika ditambah THR pekerja swasta yang jumlahnya lebih dari seratus juta orang, angkanya diperkirakan bisa mencapai lebih dari seratus triliun rupiah. Jika 20% saja disisihkan untuk investasi, sedikitnya ada Rp 20 triliun, dana yang bisa membantu menggerakkan roda perekonomian.
Dalam ilmu perencanaan keuangan, kita diajarkan untuk bijak mengelola penghasilan. Jika menerima THR, alokasikan ke beberapa pos pengeluaran berikut ini;
2. Bayar utang atau cicilan
Ada beberapa aplikasi investasi yg dimiliki oleh perusahaan sekuritas, antara lain Aplikasi BRIGHTS dari BRI Danareksa Sekuritas, MOST dari Mandiri Sekuritas, BIONS dari BNI Sekuritas dan IPOT dari Indopremier Sekuritas.
4. Belanja kebutuhan lebaran
Kemampuan kita mengelola keuangan sangat penting. Sebab sebesar apapun penghasilan kita, jika boros tetap saja ludes. Agar THR tidak berlalu begitu saja, yuuk mulai dari sekarang, ubah mindset Anda tentang THR. Jika sebelumnya menabung atau investasi hanya uang sisa belanja, sekarang nabung dulu baru belanja.
Editor: Dwi Ayuningtyas